The Alchemists: Cinta Abadi

Kesalahpahaman



Kesalahpahaman

0Nicolae tercengang mendengar kata-kata Marie yang demikian mengagetkan. Ia tidak menduga kedua gadis itu menduga yang tidak-tidak hanya karena ia begitu sempurna. Ia mengamati gadis itu yang kini malah seenaknya berkacak pinggang di depannya.     

Marie adalah seorang gadis yang sangat cuek. Ia mengenakan tank top putih dengan celana jeans sobek-sobek dan sepatu boot merah. Gaya berpakaiannya mengingatkan Nicolae pada penampilannya sehari-hari. Gadis ini tampak agak nyentrik dan ekspresinya membuat Nicolae ingin mencubit hidungnya karena gemas.     

"Kalau iya kenapa? Kalau bukan kenapa?" Nicolae bertanya balik. Ia menyilangkan tangannya di dada. Wajahnya tersenyum geli menatap Marie.     

Sanna jadi merasa tidak enak dan buru-buru memegang tangan Nicolae dan berusaha membujuk pemuda itu agar melupakan apa yang barusan didengarnya.     

"Maafkan temanku, dia hanya bercanda. Ini cuma salah paham." Sanna lalu beralih kepada Marie, "Aku salah paham. Dia tidak mungkin pembunuh... anaknya ada dua."     

Marie mengerutkan keningnya dan melihat Nicolae dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan pandangan tidak percaya.     

"Kau percaya omongannya begitu saja?? Oh Sanna, kau ini naif sekali," tukas Marie dengan tidak sabaran dan suara yang cepat sekali hampir tanpa titik koma hingga Nicolae curiga gadis itu lupa bernapas. "Kau lupa para pembunuh berantai yang paling terkenal itu memang banyak yang tampan dan mempesona. Ted Bundy misalnya... Mereka akan sengaja menampilkan persona tertentu untuk menarik simpati calon korbannya. Dengan mengaku sebagai single parent, dia berhasil menarik simpatimu kan? Lihat saja, kalau aku tidak datang, mungkin malam ini kau sudah diperkosa di gudang bawah tanah di gedung kosong dan menjadi budak seksnya selama setahun lalu dibunuh dan mayatmu dibuang di laut untuk menjadi makanan hiu untuk menghilangkan barang bukti."     

Wajah Sanna dan Nicolae sama-sama dipenuhi horor mendengar tuduhan-tuduhan konyol Marie. Nicolae yang tadi sudah cukup bersabar akhirnya hanya bisa menggeleng dan mengangkat tangannya.     

"Terserahmu saja. Aku tidak perlu membuktikan apa pun kepada kalian..."     

Sanna masih berusaha membujuknya dan memegangi tangan Nicolae dengan ekspresi sangat menyesal.     

"Maafkan temanku... dia penggemar teori konspirasi.." bisiknya. "Dia tidak sungguh-sungguh."     

"Kalau memang dia punya anak, biar dia bawa anak-anaknya kemari, baru aku percaya!" tukas Marie sambil berkacak pinggang. "Kau lihat kan? Orangnya mengaku sudah berumur, tapi tampangnya masih seperti mahasiswa, dan sekarang mengaku sudah punya anak dua pula. Tidak ada kata-katanya yang bisa dipercaya!"     

"Aaaahhhhhh...!!!"     

Tepat saat itu terdengar suara jeritan dan bunyi benda-benda jatuh bertumpukan.     

"Adduhhhh...."     

Nicolae yang sangat mengenali suara Vega segera menoleh dan berlari memburu ke arah asal suara. Wajahnya tampak sangat lega ketika melihat London terbaring di lantai dan Altair dan Vega bertumpukan di atas tubuhnya.     

Rupanya kedua anaknya jatuh dari tembok dan mendarat di atas tubuh sang paman yang sudah jatuh duluan. Nicolae tampak lega sekali karena Altair dan Vega tidak terluka. Ia buru-buru menghampiri mereka.     

Tadi rupanya London dan kedua keponakannya iseng hendak memanjat lewat tembok dan mengendap-endap masuk ke Sky Bar untuk menguping lebih lanjut karena mereka melihat keributan yang terjadi antara Nicolae dan kedua gadis itu.     

Namun, karena kehilangan keseimbangan, London jatuh duluan dan Altair serta Vega jatuh mengikutinya.     

"Astaga... Apa yang kalian lakukan???" tanya Nicolae keheranan. Ia membantu Vega dan Altair bangkit berdiri, dan mengacuhkan tangan London yang terulur minta dibantu.     

"Heii.. kau tidak membantuku?" protes London misuh-misuh.     

"Kau ini sudah dewasa, ya. Seharusnya memberi contoh yang baik..." omel Nicolae.     

"Huh... Kami sedang bersantai-santai di penthouse kok, tidak ada tujuan apa-apa," tukas London. Ia menarik tangannya dengan sebal karena Nicolae menolak membantunya berdiri.     

"Kau tidak apa-apa? Sakit tidak?" tanya Nicolae sambil bersimpuh di depan Vega. "Ada yang sakit? Apa yang kalian lakukan barusan? Kalian mengintip?"     

Vega melengos dan menolak membalas tatapan ayahnya, pura-pura memandang ke arah lain seolah tidak terjadi apa-apa. Pinggangnya agak sakit karena jatuh, tetapi sama sekali tidak sesakit yang dirasakan pamannya yang jatuh di bawahnya.      

"Uhm... kami tadi mengkuatirkan Papa karena sepertinya kedua kakak itu menuduh Papa akan hal yang tidak-tidak," Altair yang lebih jujur akhirnya bicara dengan suara pelan. Ia mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke belakang Nicolae. Rupanya Sanna dan Marie sudah berjalan menghampiri mereka.     

"Eh.. siapa mereka?" tanya Marie keheranan. Ia menunjuk kedua anak yang demikian mirip itu dan seorang pemuda tampan berambut hitam yang sedang mengaduh-aduh di lantai sambil mengusap sikunya yang berdarah. "Ini siapa?"     

Nicolae menoleh, "Ini kedua anakku. Maaf, mereka sedang mengkuatirkanku dan menyusul ke sini."     

"Dari mana mereka masuk?" tanya Marie sambil mengerutkan keningnya. "Aku tidak melihat mereka dari pintu tadi."     

London sudah berdiri dan mengebas-kebaskan debu dari kemejanya. Ia lalu batuk-batuk kecil dan buru-buru menarik tangan Altair dan Vega untuk segera kabur dari Sky Bar lewat pintu depan.     

"Kami buru-buru mesti ke lobi... Tidak usah pedulikan kami. Selamat melanjutkan kencanmu," serunya.     

Dan dalam waktu sepuluh detik saja ketiganya sudah menghilang dari pandangan.     

Nicolae, Sanna dan Marie hanya bisa saling pandang.     

"Uhm... sekarang kalian percaya? Itu tadi kedua anak yang kuceritakan, dan yang satu lagi adik iparku." tanya Nicolae sambil membulatkan matanya. "Maaf, kalau kalian sudah salah paham dan aku sudah membuang waktu kalian. Permisi, aku mesti memeriksa keadaan anak-anakku."     

Ia bergegas menaruh uang di meja dan membungkuk sedikit ke depan kedua gadis itu lalu akhirnya meminta diri. Sanna kelihatan sangat terpukul karena Nicolae menyudahi acara makan siang mereka lebih awal, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa, sementara Marie hanya bisa manggut-manggut.     

"Tunggu!" cetus Marie tiba-tiba saat Nicolae berjalan melewatinya hendak menuju pintu.     

"Ada apa lagi?" tanya Nicolae sambil menoleh. "Aku sibuk, lho. Aku mesti menyiapkan gudang bawah tanah di gedung kosong untuk menahan budak seks-ku berikutnya."     

Marie mengerucutkan bibirnya dan mengulurkan tangan. "Aku minta maaf, oke? Aku hanya menguatirkan temanku. Zaman sekarang tidak bisa gampang percaya orang begitu saja."     

Nicolae mengamati wajah Marie yang tampak ingin meminta maaf tapi egonya terlalu tinggi untuk mengaku salah.     

"Jadi kau sekarang percaya kepadaku?" tanyanya.     

"Ugh... iya," jawab Marie dengan sungkan.     

"Kalau kau percaya kepadaku, kau harus membuktikan bahwa kau tidak takut aku akan menculikmu dan membawamu ke gudang bawah tanah di gedung kosong."     

Marie mengigit bibirnya dan akhirnya mengangguk. "Baiklah. Apa yang kau inginkan?"     

"Temui aku di pelabuhan Marina Bay Harbour nanti malam, dekat gudang kosong di dermaga 4, kalau kau memang berani dan buktikan sendiri apakah aku akan menculikmu atau tidak."     

"Ugh..." Marie menoleh kepada Sanna dan temannya buru-buru mengangguk.     

"Ayo, ikuti saja," bisik Sanna.     

"Gila kau!" cetus Marie dengan ketus. "Bagaimana kalau aku benar-benar diculik? Kau tidak kasihan kepadaku?"     

"Jadi kau masih menganggap aku penculik?" Nicolae memijit keningnya. "Astaga... Kau ini memang sudah tidak ada harapan lagi. Baiklah. Aku pergi saja kalau begitu. Senang bertemu kalian berdua. Selamat tinggal."     

Nicolae mengangkat bahu dan berjalan santai meninggalkan mereka dengan tangan di dalam saku. Ia ingin buru-buru ke penthouse dan memarahi kedua anaknya dan London.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.