The Alchemists: Cinta Abadi

L yang sulit dimengerti



L yang sulit dimengerti

3London berendam air dingin selama hampir satu jam untuk menenangkan diri. Ia masih tak bisa melupakan L. Di benaknya kembali terbayang betapa sedihnya wajah gadis itu saat meninggalkannya.     

Astaga... kenapa ia sama sekali tidak bisa melenyapkan bayangan L dari pikirannya?     

Setelah selesai mandi dan menyegarkan diri, ia segera menghubungi Lyana dan mencoba mendapatkan cerita apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Ia ingin memastikan memang pengawalnya tidak bersalah.     

"Heiii... selamat pagi. Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Lyana ringan sambil menggigit apel. "Kau tidak punya kebiasaan berjalan sambil tidur, kan?"     

"Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya London berusaha menahan kesal. "Kau tahu itu tempat asing bagiku, seharusnya kau tidak meninggalkanku sendiri."     

"Aku sudah mencoba. Demi Tuhan, kau tidur pulas sekali di sofa tuan rumah. Aku sampai malu, membawa tamu yang seenaknya begitu..." Lyana menghentikan kunyahannya. Ia baru menyadari nada suara London yang tidak seperti biasanya. "Ada yang salah?"     

"Aku dijebak... Stephan memberiku dan L obat perangsang dan kami melakukannya..." London mengepalkan tinjunya. "Kau minum minuman yang sama denganku tadi malam?"     

"Astaga... kau tidak bercanda?" Lyana terdengar sangat terkejut. "Aku minum dari botol wine yang sama denganmu, dan aku sama sekali tidak melihat Stephan mencampur apa pun ke dalam minumanmu. Bahkan waktu kami membawamu ke kamar, aku memastikan kau benar-benar sudah tidur. Tidak ada yang mencurigakan..."     

"Hmm..." London sadar bahwa dugaannya benar. Ia diberi obat tidur di gelas dan setelah ia tidur barulah diberi obat perangsang yang bekerja kemudian, untuk menghindari kecurigaan Lyana.     

Ia akan tahu pasti setelah melihat rekaman di dalam kamar.      

"Lalu apa yang terjadi kemudian?" desak Lyana.     

"Aku akan menghukum Stephan atas perbuatannya, dan aku akan mencari L untuk memastikan ia baik-baik saja."     

Ia lalu menutup telepon, tidak mau terlalu banyak menceritakan apa yang terjadi kepada Lyana. Setengah jam kemudian Jan pun tiba sesuai perintah London. Pemuda itu sedang minum espresso ketika asistennya itu tiba.     

"Sudah kau urus Stephan Zimmerman?" tanya London sambil mengangkat wajahnya melihat kehadiran Jan.     

"Dia barusan ditangkap polisi atas tuduhan pelecehan. Ada tiga korban yang melaporkannya bersama-sama. Aku sudah mengirim para pengacara untuk membantu para korban. Stephan akan masuk penjara untuk waktu yang lama," jawab Jan. Ia duduk di kursi seberang London dan menuang kopi untuk dirinya sendiri. "Tim pembersih sudah membereskan semua rekaman dari rumahnya. Dave dan Marc juga memastikan para staf di sana tidak akan ada yang berani buka mulut."     

"Hmm..." London menghabiskan kopinya lalu bangkit berdiri. "Aku akan mencari L, ke rumahnya. Kau bisa kirimkan alamatnya?"     

Jan tertegun mendengar kata-kata London. Ia belum mendengar secara pasti apa yang terjadi, tetapi melihat sikap London seperti ini, ia bisa menduga-duga. Apakah London meniduri L dan kini ingin bertanggung jawab atas gadis itu? Tetapi mengapa? Toh dia juga korban, kan? Secara pribadi ia menganggap London seharusnya tidak usah berlebihan.     

"Aku akan mengirimkan alamatnya sebentar lagi. Aku tanyakan dulu kepada sumber informasi kita," kata Jan akhirnya. "Itu saja?"     

London merenung sebentar. Ia masih ingat betapa L tampak membencinya dan tidak mau bertemu dengannya lagi.     

"Beli perusahaan entertainment terbesar di negara ini dan orbitkan L sebagai superstar, seperti yang ia inginkan." London menyipitkan matanya dan menatap Jan dengan penuh keseriusan. "Aku juga ingin tahu semua informasi tentang L, selain alamat rumahnya."     

"Uhm... oke." Jan mencatat semua perintah London di tabletnya dan kemudian mengangguk. Ia lalu menelepon beberapa orang dan lima menit kemudian alamat apartemen L telah dikirimnya ke ponsel London. Jan lalu menutup ponselnya dan memberi laporan kepada London. "Perusahaan entertainment yang kuincar akan beres malam ini. Besok aku akan mngirim orang untuk menemui manajer L."     

"Hmm..." London bergegas keluar penthouse dan turun ke lobi di lantai dasar. Di depan gedung sebuah mobil telah menunggunya dan membawanya ke sebuah kompleks apartemen di bagian selatan kota.     

Ia sengaja minta diturunkan di gedung sebelah dan berjalan kaki ke gedung apartemen L. Ia tak mau dipergoki L ataupun orang yang dikenalnya, melihat ia turun dari mobil sangat mewah. Ia masih mempertahankan identitasnya sebagai seorang fotografer miskin karena saat ini ia tak mau mengambil risiko dengan datang sebagai London Schneider.     

Di ponselnya ada nomor telepon L, dikirim sekaligus oleh Jan bersama alamat gadis itu, tetapi London tidak mau menghubungi L lewat telepon karena gadis itu akan mencurigainya, sebab ia tidak merasa memberikan nomor teleponnya kepada London sama sekali.     

Akhirnya setibanya di lobi gedung ia hanya dapat memencet bel ke unit apartemen gadis itu, berusaha menghubunginya. Namun, hingga belasan kali, belnya tidak juga diindahkan. London mulai merasa cemas.     

Ia menulis sesuatu di secarik kertas lalu memasukkannya ke kotak surat unit apartemen L. Ia berharap ketika L turun mengambil surat-suratnya, ia akan dapat membaca tulisan London dan bersedia menghubunginya.     

Dengan lesu ia kemudian meninggalkan tempat itu.     

"Aku mau kalian mengawasi L di gedung ini, dan pastikan dia baik-baik saja. Kalau kalian melihatnya keluar, segera kabari aku," kata London kepada Marc dan Dave yag mengikutinya ke gedung tempat tinggal L.     

Kedua pengawalnya itu hanya mengangguk.     

***      

London membaca semua informasi yang dikirim kepadanya dengan wajah penuh minat. Ternyata L masih sangat muda, ia baru berumur 19 tahun, dan besar di panti asuhan. Orang tuanya tidak diketahui, kemungkinan sudah mati dan ia dikirim ke panti oleh kerabat jauhnya. Sejak kecil ia terkenal memiliki suara indah dan dua tahun lalu memenangkan perlombaan menyanyi nasional.     

Baru-baru ini ia pindah ke Berlin dan mulai masuk ke pergaulan kalangan atas dengan bantuan Stephan Zimmerman. London ingat dari cara bicara L tentang Stephan, sepertinya gadis itu tahu Stephan adalah seorang pria brengsek, tetapi kenapa ia masih saja bergaul dengan laki-laki itu?     

Apakah L demikian putus asa ingin masuk ke kalangan atas walaupun harus lewat orang seperti Stephan? Ataukah ia hanya menunggu waktu hingga ia menemukan panjatan yang lebih baik?     

Semua pertanyaan ini sangat menganggu London. Satu hal, ia mulai dapat mengerti kenapa L bersikeras hendak mencari laki-laki super kaya untuk dijadikan suami. Mungkin ia cukup lama hidup susah sejak dari panti asuhan dan sekarang ingin mengubah nasib.     

Tetapi kenapa harus laki-laki super kaya? Rasanya ini terlalu berlebihan. Mendapatkan pasangan yang sekadar kaya, seharusnya sudah memberikan perubahan sangat besar dibandingkan kehidupannya dulu sebagai anak yatim piatu miskin.     

London masih ingat sikap L yang keras dan agak arogan. Rasanya tidak cocok kalau perempuan pintar seperti dirinya justru ingin mengandalkan harta lelaki yang menjadi suaminya. Sosok keras sepertinya seharusnya menyukai kerja keras dan tidak mau bergantung kepada harta orang lain.     

Banyak sifat L mengingatkan London akan ibunya, Finland, tetapi berbeda dari L, ibunya justru sama sekali tidak pernah mau mengandalkan harta orang lain dan sedari dulu selalu menolak diberi bantuan keuangan oleh siapa pun, bahkan oleh sahabatnya sendiri Jean dan kemudian oleh Caspar.     

Setelah lama menikah dan punya anak-anak, barulah Finland mulai merasa nyaman menganggap harta suaminya sebagai hartanya sendiri. Sungguh L ini merupakan sosok perempuan aneh yang sulit dimengerti, pikir London resah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.