The Alchemists: Cinta Abadi

Gadis yang sangat materialistis



Gadis yang sangat materialistis

1Stephan melihat ke arah London yang tanpa sadar masih terpaku menatap L di panggung dan ia menyunggingkan senyum tipis.     

"Kau mau kukenalkan?" tanyanya. London tanpa sadar mengangguk. L baru menyelesaikan lagunya dan kini sedang membungkuk kepada para penonton yang tak henti-hentinya bertepuk tangan dan menyerukan namanya.     

"Eh?" Lyana buru-buru memukul bahunya. "Bukannya sudah dibilang L itu gadis paling materialistis di Jerman saat ini? Telingamu tidak rusak, kan?"     

Barulah London tersadar dan buru-buru melambai kepada Stephan untuk membatalkan persetujuannya barusan tetapi Stephan hanya mengangkat bahu. Ia telah memberi tanda agar L datang menghampiri meja mereka.     

Dan tiba-tiba saja L sudah ada di depan London. Gadis itu kini menatapnya dengan sepasang manik hitamnya yang disipitkan. London belum pernah melihat mata sehitam dan setajam itu, dan ia seakan tersihir menatap gadis itu tanpa berkedip. L ternyata jauh lebih cantik lagi bila dilihat dari dekat.     

"Ini siapa?" tanya L sambil menyentuh dagu London yang masih terpana menatapnya.     

"Ini Killian, dari Amerika. Ia baru datang tiba di Jerman dan ingin mencari pekerjaan. Kau mau difoto?" tanya Stephan sambil tersenyum mengejek ke arah London. "Aku belum lihat pekerjaannya sebagai fotografer, tapi Lyana sangat merekomendasikannya."     

"Kau fotografer?" tanya L sambil tersenyum. Ia melepas kacamata London dan mengamati wajahnya dengan baik. Dengan lembut ia meraba pipi pemuda itu lalu merapikan rambutnya. "Kenapa tidak jadi model saja, pasti lebih gampang dapat uang."     

London merutuki dirinya sendiri karena tak mampu berbuat apa-apa di bawah pengaruh tatapan L. Selama ini ia telah bertemu begitu banyak orang dan tidak ada satu pun yang mampu membuatnya tak dapat berkutik seperti gadis cantik di depannya ini.     

L memiliki tubuh mungil tetapi kepribadiannya sangat besar dan gerak-geriknya menawan. Rambutnya ikal berwarna madu dengan wajah cantik sedikit berbintik-bintik menggemaskan dan sepasang mata hitam yang tajam. London bertubuh 25 cm lebih tinggi darinya tetapi entah kenapa ia merasa kecil di depan gadis ini.     

Apa yang sedang terjadi? pikirnya cemas. Penyamarannya tidak boleh terbongkar. Kesadarannya kemudian kembali dan ia segera mengacak kembali rambutnya dan mengambil kacamatanya dari tangan L.     

"A... aku tidak bisa melihat tanpa kacamataku," katanya buru-buru.     

"Kau tampan sekali, seharusnya jadi model saja. Aku akan menjadi agenmu dan menjualmu kepada banyak media. Tapi karena aku yang menemukanmu, maka aku akan mengutip biaya manajemen 50%," kata L sambil tersenyum tipis.     

Gila! Di mana-mana biaya manajemen itu tidak lebih dari 20%, pikir London, menyadari bahwa L memang materialistis.     

"Aku tidak berminat menjadi model," kata London pelan. "Tapi aku mau memfotomu."     

"Oh ya? Mari kita lihat sebagus apa fotomu..." L tersenyum lebar dan segera berpose di depan London. Gadis cantik ini sangat tahu bagaimana tampil di depan kamera dan dalam waktu satu menit saja telah berganti pose sebanyak 20 kali, semuanya tampak luar biasa.     

London yang buru-buru mengeluarkan kameranya tak mengira ia mendapatkan begitu banyak foto yang cantik dari gadis paling menarik yang pernah ditemuinya.     

Ah, ya... sayang sekali L ini materialistis, pikirnya kecewa.     

Ia lalu menunjukkan hasil jepretannya kepada L dan Stephan yang mengangguk-angguk puas.     

"Yah, kau memang berbakat. Kau bisa datang ke kantorku besok untuk membahas beberapa proyek untuk artis yang ingin kuorbitkan," kata Stephan kemudian. "Kalau aku puas, aku bisa memberimu pekerjaan cukup membuatmu hidup senang di Jerman."     

Karena ia sedang menyamar sebagai fotografer yang membutuhkan pekerjaan, London tak punya pilihan selain mengiyakan tawaran Stephan.     

Mereka berempat kemudian duduk dan minum wine sambil mengobrol di meja Stephan. Gadis-gadis cantik yang tadi merubunginya telah disuruhnya pergi.     

"Jadi bagaimana? Kau puas dengan pesta yang kuadakan?" tanya Stephan kepada L yang sedang menyesap wine-nya sambil memandang ke sekeliling. "Kau bisa lihat orang-orang terkaya di Jerman hadir di pesta yang kuadakan. Saat ini kau belum cukup terkenal untuk bisa menjerat pria sangat kaya, tetapi dengan bantuanku, tahun depan kau akan bisa mendapatkan apa pun yang kau inginkan. Kau bahkan bisa mendapatkan yang masih muda, tidak harus kakek-kakek berumur yang sudah mau mati."     

London hampir menyemburkan wine-nya saat mendengar kata-kata Stephan. Ia menoleh ke arah L yang tampak merenungi minumannya.     

Astaga. Dua orang ini cuek sekali membahas tentang menjerat pria sangat kaya di depan London dan Lyana, pikirnya. Ia semakin menjadi kecewa karena L mengangguk dan tersenyum menanggapi kata-kata Stephan.     

"Tapi sebelum kau menjadi milik mereka, aku ingin memilikimu dulu," kata Stephan kemudian sambil tangannya merayapi paha L yang dibalut gaun berwarna hitam. Senyum pria itu tampak sangat menjijikkan.     

"Stephan... aku sudah bilang aku bukan perempuan semacam itu," L menepis tangan Stephan yang hendak merayapi pahanya semakin ke atas. Sepasang mata hitamnya menatap tajam ke arah Stephan tanpa mengenal takut. "Aku sudah bilang kita akan membagi hasilnya sesudah aku menikahi laki-laki yang kuinginkan."     

"Aku berubah pikiran," kata Stephan sambil menatap L dengan senyum licik. "Malam ini kau cantik sekali dan aku membatalkan perjanjian kita. Aku tidak membutuhkan uang..."     

"Kau perlu uang untuk membiayai gaya hidupmu yang berlebihan ini, ayahmu sudah membuangmu dari surat wasiatnya dan tinggal tunggu waktu saja sampai orang-orang tahu kau tidak lagi punya uang," kecam L. "Aku hanya memanfaatkan koneksimu untuk mendapatkan suami yang kaya dan berkuasa. Perjanjian di antara kita sama-sama menguntungkan. Kalau aku sudah kaya, aku akan membiayai perusahaanmu supaya kau bisa lepas dari pengaruh orang tuamu."     

London batuk-batuk semakin keras. Ia tak sanggup mendengar pembicaraan di antara dua orang yang sedang berkomplot itu. Mengapa mereka cuek saja bicara di depannya dan Lyana? Apakah mereka tidak malu?     

"Kau kenapa?" tanya L sambil menyipitkan matanya ke arah London. "Kau tidak biasa minum?"     

"Bu.. bukan..." Wajah London tampak memerah. Ia kesal karena Stephan dan L sedang bersekongkol untuk menjebak lelaki kaya agar menikahi L. Ini mengingatkannya pada kakak iparnya, Alaric yang beberapa bulan lalu hampir dijebak seorang wanita dengan menggunakan obat perangsang. Membayangkan itu, bulu kuduknya meremang.     

Mengapa ada orang-orang mengerikan seperti mereka ini?? Ia benar-benar kecewa melihat L, gadis yang demikian cantik dan mempesona, ternyata memiliki hati begitu hitam.     

"Lau kenapa batuk-batuk?" tanya L ketus.     

"Uhm... kalian ini sedang merencanakan apa? Kalian mau menjebak lelaki kaya biar menikahi L? Apa kalian tidak takut aku akan membocorkan rencana kalian?" tanyanya keheranan.     

L dan Stephan saling pandang lalu keduanya tertawa terbahak-bahak.     

"Siapa yang akan percaya kepadamu? Stephan punya reputasi terhormat dan aku tidak perlu menjebak siapa pun untuk menikahiku." L berdiri dan memutar tubuhnya di depan London, seakan menegaskan betapa menawannya dirinya. "Bulan ini saja aku sudah menolak lamaran 10 laki-laki kaya."     

"Oh... lalu apa yang kalian maksud dengan mendapatkan suami tadi?" tanya London penasaran. Ia sedikit lega karena ternyata L tidak bermaksud menjebak pria seperti yang tadi ia bayangkan.     

"Ugh... kau ini bodoh ya? Aku ingin menjadi artis terkenal supaya bisa mendapatkan lelaki yang sangat kaya dan berkuasa. Stephan akan membantuku menjadi lebih terkenal dan bisa masuk ke dalam kalangan paling atas di dunia ini. Aku tidak mau hanya dilamar laki-laki kaya, standarku jauh lebih tinggi dari itu."     

"Lalu standarmu, sekaya siapa?" tanya London penasaran.     

"Uhmm... entahlah, mungkin sekaya Jan Van Der Ven, atau Terrence Chan, Presiden Schneider Group? Atau pangeran Niels dari Swedia..."     

London hanya bisa menelan ludah mendengar jawaban terus-terang L. Jadi sebenarnya, kalau ia membuka identitasnya, ia akan bisa dengan mudah mendapatkan hati L, karena jelas gadis itu mengincar laki-laki sekaya dan berkuasa dirinya.     

"Uhm... apakah bagimu kekayaan itu lebih penting daripada cinta?" tanyanya pelan. "Bagaimana kalau orang-orang itu memperlakukanmu dengan buruk?"     

"Nobody's perfect," kata L sambil mengangkat bahu. "Kalau aku harus memilih antara laki-laki baik dan sangat mencintaiku tetapi miskin, atau laki-laki yang memperlakukanku buruk tetapi sangat kaya... aku akan memilih yang kaya."     

"Kenapa kekayaan sangat penting bagimu?" tanya London lagi.     

"Hei, kau ini hidup di zaman apa, sih? Di zaman modern ini, cinta sudah menjadi hal yang usang. Kita tidak bisa makan cinta. Tentu saja kekayaan itu penting." L mengerucutkan bibirnya. Ia terlihat sangat menggemaskan saat cemberut begitu dan London sangat tergoda untuk mendaratkan ciuman ke bibir merah gadis itu.     

Tetapi dengan susah payah ia menahan diri. Gadis ini sangat materialistis, pikirnya dengan kecewa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.