The Alchemists: Cinta Abadi

Kembali bertualang



Kembali bertualang

0Aleksis kini sama sekali tidak keberatan dengan sangkar emasnya, dalam perlindungan kasih sayang ayahnya. Lebih tepatnya, ia sudah tidak peduli.     

Dulu ia sangat ingin melihat dunia dan sampai meminta izin untuk kuliah di Singapura jauh dari keluarganya selama setahun karena ia ingin mencari Pangeran Siegfried-nya. Semua itu sudah tidak berarti lagi baginya.     

Pangeran Siegfried, Alaric Rhionen, sudah tidak ada. Kini hidup Aleksis hanya berputar pada kehidupan kedua anaknya. Saat ini ia sibuk mengurusi Altair dan Vega dan memastikan mereka memperoleh kehidupan yang dipenuhi kebahagiaan.     

Setelah Nicolae kembali dan masuk dalam kehidupan mereka, pelan-pelan beban Aleksis yang sendirian menjadi semakin ringan. Nicolae sangat senang mengajaknya dan anak-anaknya bertualang seperti dirinya. Ini dimulai pada suatu ketika saat mereka Aleksis memenuhi undangan makan malam dari Nicolae, hanya berdua saja, dan mereka membahas berbagai hal yang telah lalu.     

Dengan antusias Aleksis menanyakan kepada Nicolae tentang pengalamannya yang paling mengesankan saat ia keliling dunia.     

"Hm... banyak sih, tapi rasanya tidak ada yang terlalu istimewa. Kau juga kan sering bertualang bersama ayahku sedari kecil? Kau tidak pernah jalan-jalan lagi?" tanya Nicolae keheranan.     

Aleksis menggeleng. "Tidak, setelah ada Altair dan Vega. Aku tidak bisa mengurusi dua bayi sendirian dan bertualang, Ayahku juga sibuk dengan perusahaan keluarga dan ibuku membantunya."     

"Tapi sekarang Altair dan Vega sudah besar. Berapa umur mereka? Lima tahun kan? Sudah bisa kok diajak bertualang kalau kau mau."     

Aleksis melengos. Memiliki anak adalah hal paling membahagiakan dalam hidupnya, tetapi tentu ada hal-hal yang harus dikorbankan saat ia menjadi seorang ibu. Sebagai perempuan yang tidak memiliki pasangan, ia harus mengandalkan dirinya sendiri untuk memastikan kedua anaknya baik-baik saja.     

Ia dapat dikelilingi staf dan pengawal sebanyak apa pun, tetapi rasanya tidak akan sama. Karena itulah ia mengurungkan niat untuk bertualang selama lima tahun terakhir ini.     

"Heii.. dengar, kalau kau mau, aku berencana ke Islandia di bulan Desember untuk melihat aurora. Kau mau ikut dengan anak-anak? Kita bisa menginap di hotel es."     

Aleksis hampir menyemburkan wine yang barusan disesapnya saat mendengar kata-kata Nicolae. Ia segera ingat Kit Blue, anak pemilik hotel es di Islandia.     

"Kau mau menginap di hotelnya gadis brengsek yang datang ke pestamu?" tanya Aleksis dengan tajam. Nicolae tidak mengetahui perbuatan Kit terhadap Aleksis, sehingga ia tidak mengerti nada suara Aleksis sekarang.     

"Gadis brengsek? Apa yang dia lakukan? Kit maksudmu?"     

"Ish..." Aleksis mengambil serbet dan membersihkan bibirnya yang dikotori red wine barusan. "Kau pergi sendiri saja. Aku tidak suka tempat dingin."     

"Uhmm.. kau SANGAT SUKA tempat dingin," kata Nicolae yang tahu semua hal tentang Aleksis. "Kau suka menyelam bebas di Karibia, kau suka berburu ikan di tengah laut, kau suka bermain dengan anak-anak harimau, kau suka bermain salju..."     

Aleksis menatap Nicolae sambil mengerucutkan bibirnya.     

"Lalu memangnya kenapa?" tanyanya acuh.     

"Aku ingin kau kembali melakukan hal-hal yang kau sukai. Aku ingin Aleksis kembali menjadi Aleksis yang dulu: ceria, selalu berbahagia, tidak kenal takut, dan senang hidup di alam bebas." Nicolae mengambil serbetnya dan mengusap pipi kiri Aleksis yang masih dikotori red wine akibat tadi hampir menyemburkan minumannya karena kesal. "Kau tetap ceroboh seperti dulu. Masih ada wine di pipimu."     

Aleksis hanya diam mendengar kata-kata Nicolae dan dengan patuh membiarkan pemuda itu menyeka pipinya. Nicolae sungguh perhatian dan selalu memikirkan kepentingan Aleksis. Ia bahkan bisa mengira bahwa Aleksis sangat rindu kembali bertualang, tetapi ia menahan dirinya karena memikirkan anak-anaknya.     

"Aku tidak mau menginap di hotel es." Akhirnya Aleksis menjawab sambil merengut.     

"Kita tidak akan menginap di hotel es." Nicolae mengangguk. "Hmm.. bagaimana kalau kita ke Trinidad? Kau sudah lama tidak ke Karibia, kan? Untuk ulang tahunku yang ke-100 kemarin, ayah memberiku hadiah satu peti harta karun yang dikuburnya di tengah pulau terpencil di Karibia. Kita bisa membawa si kembar dan bermain petualangan mencari harta karun. Bagaimana menurutmu?"     

Sepasang mata biru hijau Aleksis berbinar-binar. Tanpa sadar ia memegang tangan Nicolae kuat-kuat dan berseru gembira, "Aku mauuu!! Pasti akan sangat menyenangkan!!"     

Nicolae tertawa pelan melihat kegembiraan Aleksis. Bagaimanapun Aleksis adalah seorang gadis muda yang masih sangat dipenuhi semangat dan emosi yang meledak-ledak.     

Pembawaannya yang kalem dan anggun di depan anak-anaknya adalah akibat tuntutan agar Aleksis menjadi lebih cepat dewasa. Ia melahirkan kedua anaknya saat usianya belum 21 tahun. Untuk ukuran masyarakat Alchemist ia masih sangat muda.     

"Bagaimana kalau kita pergi di bulan Oktober, untuk merayakan ulang tahunmu?" tanya Nicolae lagi.     

"Aku akan senang sekali," jawab Aleksis bahagia.     

"Baiklah. Kalau begitu, sudah diputuskan."     

Petualangan pertama mereka, Aleksis dan Nicolae bersama Altair dan Vega, sukses besar hingga mereka tak sabar untuk kembali melakukannya. Aleksis sungguh bahagia ia bisa kembali menjadi seperti dirinya yang dulu, bebas dan gembira di tengah alam yang sangat ia sukai.     

Nicolae tahu ia melakukan itu bukan hanya demi Aleksis tetapi juga demi dirinya. Ia memiliki alasan egoisnya sendiri untuk mengajak Aleksis dan anak-anaknya bertualang. Ia ingin Altair dan Vega semakin menyukainya dan terbiasa dengan kehadirannya.     

Baginya, wajah tercengang dan gembira kedua anak itu, saat menemukan peti harta yang dikubur Lauriel dengan mengikuti peta bajak laut buatannya, adalah imbalan yang sangat sepadan untuk kerja kerasnya mengatur perjalanan mereka dan melindungi keluarga kecil itu di sepanjang petualangan mereka.     

"Paman Nic, bisakah kita kembali kemari bulan depan?" tanya Vega dengan manja sambil mencoba berbagai perhiasan mutiara dan emas dari peti harta, membuatnya seperti toko emas berjalan.     

Nicolae tak henti-hentinya tertawa melihat keluguan dan kelucuan bocah perempuan itu dan mengambil sangat banyak foto untuk dikirim kepada Lauriel.     

"Hmm... kita bisa kembali bertualang, tapi mungkin ke tempat lain. Bagaimana menurutmu? Ada sangat banyak tempat luar biasa di muka bumi ini." Ia menoleh ke arah Aleksis yang sibuk mencopoti berbagai perhiasan dari kepala Vega karena takut anaknya tercekik kalung emas yang berhiasan rumit. "Kau mau kemana lagi setelah ini?"     

Aleksis mendongak, "Eh? Kita akan pergi lagi?"     

"Kalau kau mau," Nicolae tersenyum sambil mengambil foto Aleksis di tengah harta karun. Ia tak tahan untuk tidak memuji gadis itu, "Kau cantik sekali."     

"Ahaha.. uhm.. mungkin bulan depan kita bisa ke Afrika?" tanya Aleksis. "Aku sudah lama tidak mengunjungi konservasi Paman Rory di Kenya."     

"Kalau begitu bulan depan kita ke Afrika." Nicolae mengangguk. Ia mencuil bahu Altair dan Vega. "Afrika."     

"Wahh.. seru sekali, Paman!!"     

Di bulan November mereka bertualang ke Afrika dan mampir ke Turki, naik balon udara di Cappadocia, sebelum pulang ke Stuttgart.     

Lalu, seperti yang direncanakan Nicolae sebelumnya, di bulan Desember mereka akan pergi ke Islandia untuk melihat aurora.     

"Tapi aku tidak mau menginap di hotel es," cetus Aleksis berkali-kali.     

"Iya, kita tidak akan menginap di hotel es." Nicolae tidak bosan-bosannya menanggapi.     

"Lalu kita akan menginap di mana?"     

"Aku sudah membeli rumah di sana, kita tidak perlu menginap di hotel mana pun." jawab Nicolae.     

"Eh? Apa...? Kapan?" tanya Aleksis keheranan. "Kau beli rumah di Islandia hanya untuk kita melihat aurora?"     

Nicolae mengangguk.     

Aleksis menggeleng-geleng tidak habis pikir. Nicolae memang sering mengingatkannya akan ayahnya. Pemuda itu, sama seperti Caspar sering melakukan hal-hal yang di luar dugaan untuk orang yang mereka sayangi.     

Sejak ia menerima kehadiran Nicolae dalam kehidupan mereka, Aleksis selalu merasa dilindungi dan dimanjakan. Walaupun mereka belum menjalin hubungan istimewa, masih sebatas teman dekat, Aleksis tahu bahwa suatu hari nanti ia pasti akan menerima cinta pemuda itu dan mereka akan menikah dan menjadi teman hidup selamanya.     

"Baiklah.. kalau begitu, kita ke Islandia."     

Nicolae datang menjemput Aleksis dan anak-anaknya untuk berangkat ke Islandia ketika Caspar baru saja mengizinkan London dan Rune untuk menghadiri Ritz Gala.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.