The Alchemists: Cinta Abadi

Rahasia Dua Minggu Yang Lalu



Rahasia Dua Minggu Yang Lalu

0Nicolae keluar kamar dan kembali beberapa saat kemudian dengan sepoci teh hangat dan dua buah gelas.     

"Kamu mau minum?" tanyanya.     

Marie mengangguk tanpa suara. Ia menerima cangkir dari tangan Nicolae dan meyesap tehnya pelan-pelan hingga habis. Ekspresi putus asa masih menghiasi wajahnya tetapi setidaknya rona kulitnya sudah terlihat sedikit lebih cerah, tidak sepucat tadi.     

"Maaf... Maafkan aku. Aku tidak tahu apa yang merasukiku tadi malam. Aku tidak bisa tidur dan terpaksa mengkonsumsi obat untuk membantuku memejamkan mata, tetapi entah kenapa aku justru merasa sedih sekali. Di kepalaku selalu terngiang-ngiang betapa hidupku sudah tidak ada artinya lagi. Maka dari itu aku...." Marie terdiam beberapa saat, seolah merenungkan kenyataan bahwa kini satu-satunya keluarganya telah tiada. Suaranya kembali terdengar serak saat ia mengeluh pelan. "Selain ibuku, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini."     

"Aku mengerti," kata Nicolae dengan tenang. "Aku tidak menentang orang yang menginginkan kematian. Menurutku kematian adalah hak asasi setiap manusia. Sama seperti setiap manusia berhak untuk hidup, mereka juga berhak untuk mati sesuai dengan keinginan mereka sendiri, dengan cara yang mereka inginkan.. di waktu yang mereka tetapkan. Aku tidak menentang itu, jadi aku mengerti. Namun aku tidak mengira bahwa kau akan mengakhiri hidupmu sebelum kau selesai mengkremasi ibumu. Siapa yang kau harapkan akan mengurus semua itu?"     

Marie tertunduk mendengar kata-kata Nicolae. Air mata kembali mengaliri pipinya dan ia tertunduk malu. "Maafkan aku. Aku tidak berpikir ke arah situ. Tadi malam aku sangat putus asa."     

"Kita harus segera ke rumah sakit," Nicolae memutuskan. "Kau harus diperiksa dokter dan psikiater untuk menentukan kesehatan mentalmu."     

Marie buru-buru menggeleng. "Aku baik-baik saja... Kumohon jangan bawa aku ke sana..."     

Nicolae menatap Marie agak lama untuk menilai kondisi mental Marie. Gadis itu tampak sedih tetapi wajahnya dipenuhi tekad. Pemuda itu heran karena menyadari Marie memang sangat mudah berubah-ubah, dari sedih ke baik-baik saja. Apakah ia memang terbiasa berpura-pura? Mana yang benar?     

"Baiklah. Jadi apa yang ingin kau lakukan sekarang?" tanya Nicolae akhirnya.     

"Aku ingin menebarkan abu ibuku di laut seperti yang kurencanakan semula.." jawab Marie pelan.     

"Kita bisa melakukannya. Apakah kau benar-benar sudah merasa baikan?"     

Marie mengangguk. "Tubuhku masih lemah, tetapi tidak apa-apa. Kau merawatku dengan baik... seperti dokter saja."     

"Kau beruntung obat tidurnya bereaksi sebelum kau berhasil memutus nadi arteri di pergelangan tanganmu, sehingga kau tidak kehilangan cukup banyak darah untuk mati. Namun, aku tidak yakin lain kali kau akan seberuntung itu. Jadi kumohon kau jangan mengulanginya sekali lagi. Juga jangan sembarangan minum obat tidur. Kau harus berkonsultasi ke dokter untuk mengatasi masalah kesedihanmu ini. Rumah sakit akan bisa merekomendasikan konselor duka (grief counsellor) untuk membantumu." Nicolae menghela napas panjang. "Aku yakin ibumu tidak akan bahagia kalau tahu anaknya menjadi seperti ini..."     

Marie tidak dapat berkata apa-apa. Ia merasa malu karena lagi-lagi telah sangat merepotkan pria asing yang baik hati ini.     

"Aku sudah baikan. Tolong tinggalkan aku. Aku mau berganti pakaian..." kata Marie akhirnya.     

Nicolae mengangguk, "Kalau begitu aku keluar dulu. Aku akan menyiapkan sarapan supaya kau bisa memperoleh sedikit tenaga untuk ke krematorium."     

Marie hanya memandangi punggung Nicolae yang meninggalkan kamarnya, tanpa dapat berkata apa-apa. Dua minggu yang lalu pria itu hanyalah seorang asing baginya... tetapi hari ini Nicolae telah begitu banyak membantunya dan bahkan dua kali melihatnya dalam kondisi dirinya yang paling rapuh.     

Ia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya dalam keadaan lemah. Marie selalu dengan ahli menampilkan sosok yang ceria dan kuat... tetapi kemarin Nicolae melihatnya hancur karena kematian ibunya, dan kini malah ia mencoba bunuh diri.     

Gadis itu menekan dadanya yang sesak karena malu dan frustrasi. Mengapa ia lemah sekali beberapa hari terakhir ini? pikirnya sedih.     

Pikirannya melayang kembali pada suatu siang yang indah dua minggu lalu. Saat itu ia baru menutup toko bunga yang menjadi kedok usahanya bersama Sanna untuk mengantar sahabatnya itu ke bandara. Sanna akan terbang ke Prancis untuk bertemu kekasih barunya. Pria itu telah dua kali datang ke Singapura dan kini meminta Sanna untuk datang ke Prancis dan bertemu keluarganya.     

"Heii... itu kan laki-laki yang dulu..." cetus Sanna sambil menunjuk ke taman di seberang jalan. Mereka melihat seorang lelaki dewasa yang sedang berjalan sambil tertawa-tawa menggandeng dua anak yang sangat mirip di masing-masing tangannya. Kedua anak itu menggenggam es krim di  tangan mereka.     

"Oh..." Marie yang sedang bersiap menyetir kemudian terpaku menatap tiga orang itu dengan penuh perhatian. Marie teringat bahwa dua bulan yang lalu ia telah menunggu Nicolae di dermaga sepanjang malam, sebagai niat baik untuk menunjukkan penyesalannya yang telah menuduh laki-laki itu sebagai pembunuh berantai.     

Ahh.. dirinya memang selalu meledak-ledak dan impulsif, apalagi karena Sanna, sahabat satu-satunya, selalu berhasil menarik lelaki tidak beres dalam kehidupannya. Saat itu ia pun mengira Nicolae adalah seorang penjahat.     

Setelah mengakui kesalahannya, Marie akhirnya menunjukkan niat baik untuk menemui Nicolae di dermaga. Saat pria itu tidak datang, Marie sebenarnya sangat marah, tetapi ia kemudian mengakui bahwa Nicolae Sorin adalah seorang pria baik-baik. Mungkin dia terhalang sesuatu... pikirnya.     

Malam itu juga ia mencari informasi tentang Nicolae dan mengetahui bahwa pria itu pernah kuliah di Universitas St. Mary dan kemudian pindah keluar negeri selama sepuluh tahun. Kini ia pulang ke Singapura bersama dua anaknya dan bekerja sebagai penulis. Akhirnya, walaupun kesal, Marie pun memaafkan pria itu yang telah mengabaikannya di dermaga. Marie menganggap mereka impas.     

Namun, saat melihat mereka berjalan di taman dengan wajah ceria dua minggu yang lalu, tiba-tiba saja keisengan Marie timbul. Kalau Nicolae bisa begitu saja menyuruhnya datang ke dermaga dan melupakannya, maka ia juga bisa mengisengi Nicolae dan membuatnya sedikit menderita.     

"Aku akan mengantarmu ke bandara, setelah itu akan bermain-main sedikit dengannya," kata Marie kemudian. Ia menoleh ke arah Sanna yang duduk di sampingnya dan tersenyum jahil.     

"Apa yang kau rencanakan?" tanya Sanna keheranan.     

"Bukan hal yang buruk kok... hanya lucu-lucuan saja..." Marie mengangkat bahu. Ia kemudian melajukan mobilnya ke bandara dan tidak menjelaskan lebih lanjut.     

Setelah kembali ke apartemen, Marie memutuskan untuk meretas profil Nicolae di situs kencan online dan melihat siapa saja gadis yang ditemuinya atau diajaknya bicara. Hmm.. ternyata sangat sedikit. Rupanya pria ini tipe pemilih, pikirnya.     

Marie mengamati interaksi profile tersebut dengan sangat hati-hati dan tidak kentara. Sebagai hacker terbaik di Darknet saat ini, Marie bisa menyusup tanpa meninggalkan jejak. Ia mendapati bahwa setelah kencan pertama dengan Sanna, rupanya Nicolae hanya berkencan satu kali dengan seorang gadis lain dan tidak berlanjut ke kencan berikutnya.     

Entah kenapa, mengamati siapa saja gadis yang diajak bicara oleh profile Nicolae dan bagaimana perkembangan komunikasi mereka, membuat Marie tertarik. Ia kemudian membuat sebuah profile palsu dan menggunakan berbagai atribut profile yang menurutnya akan dapat menarik perhatian Nicolae dan memutuskan untuk menjahili pemuda itu.     

Demikianlah profile Louisa kemudian tercipta. Seperti dugaannya, Louisa menarik minat profil Nicolae dan mereka banyak mengobrol hingga kemudian memutuskan untuk bertemu di acara kencan makan malam.     

Marie sengaja menggunakan nama asisten rumah tangga Sanna di profile buatannya dan melatih wanita itu untuk memberikan kencan mimpi buruk semua pria kepada Nicolae. Kalau dipikir-pikir, Marie memang agak pendendam. Tadinya ia mengira sudah memaafkan Nicolae... tetapi saat melihat ayah dan anak itu bersenang-senang, keisengannya menjadi bangkit.     

Dengan tidak sabar ia mengatur kencan Louisa dengan Nicolae dan menunggu di apartemennya sambil tersenyum-senyum sendiri. Ia menduga Nicolae akan bertahan sampai akhir, tetapi minimal sikapnya akan tampak tersiksa. Ha ha. Pasti lucu sekali, pikir Marie.     

Marie sama sekali tidak menduga ketika Nicolae datang dan bertemu Louisa, pemuda itu tetap bersikap ramah dan sopan, sama sekali tidak menunjukkan perasaan terganggu, apalagi menderita, walaupun ia telah ditipu mentah-mentah.     

Nicolae dengan ramah tetap bertanya kepada Louisa tentang kesehariannya, dan selalu berusaha mencari bahan pembicaraan, walaupun akhirnya terbukti Louisa sama sekali tidak dapat mengimbangi kecerdasannya.     

Sepanjang acara makan malam tersebut, Marie hanya tertegun memandangi wajah tampan dan sabar Nicolae dari kamera tersembunyi yang sengaja ia taruh di tas tangan Louisa yang diletakkan di atas meja.     

Di akhir acara makan malam, Marie sempat melihat ekspresi shock pada wajah tampan itu, saat mengetahui kencan kacaunya akan berlanjut dengan menonton film, tetapi Nicolae tetap mengangguk dengan sopan dan tidak menolak. Tanpa sadar Marie tersenyum sendiri melihatnya.     

"Kau baik sekali.." gumam gadis itu tanpa sadar. "Pria sopan yang baik hati. Sungguh makhluk langka di zaman sekarang."     

Ia tidak lagi memperhatikan kelanjutan kencan Nicolae dan Louisa. Pikirannya telah melayang pada ibunya yang kini tengah dirawat di rumah sakit, dan beberapa pikiran gila yang sempat dimilikinya untuk mencari suami pura-pura demi membuat ibunya tenang dan rela meninggalkannya.     

Mungkin... laki-laki sebaik ini akan mau menolongku, pikir Marie akhirnya.     

Keisengannya telah berubah menjadi harapan, dan tiga hari lalu akhirnya ia berhasil meminta Nicolae berpura-pura menjadi suaminya untuk dibawa menemui ibunya.     

Sandiwara mereka sempat hampir terbongkar, karena Nyonya Lu memang sangat cerdas, tetapi pria baik hati ini justru buru-buru melamarnya di depan ibunya, meyakinkan Nyonya Lu bahwa ia memang mencintai Marie dan berjanji akan menjaganya. Marie tahu bahwa Nicolae berbohong, tetapi untungnya Nyonya Lu percaya.     

Dan akhirnya, kemarin... Ibu sudah bisa meninggal dengan tenang.     

Marie menarik napas panjang. Ia bangkit perlahan-lahan dari tempat tidur dan mengambil pakaian bersih dari lemari. Setelah mengenakan gaun serba hitam untuk pemakaman ia mengenakan pita hitam meliliti kedua pergelangan tangannya untuk menyembunyikan perban yang menutupi luka percobaan bunuh dirinya.     

Marie kemudian mematut dirinya di depan cermin dan melihat betapa ia terlihat seperti mayat hidup dengan tubuh kurus, pakaian serba hitam dan wajah pucat pasi. Ia merasa sangat tidak menarik.     

Marie lalu duduk di meja rias dan mengenakan riasan tipis untuk menutupi kulitnya yang pucat, Bibirnya yang merah alami tidak memerlukan perona bibir sama sekali. Setelah merasa ia terlihat sedikit sehat, barulah Marie keluar kamar dan menuju ke dapur.     

Bau makanan yang baru dimasak segera memenuhi indra penciumannya. Ah, pria ini juga bisa memasak?     

"Ayo makan dulu, biar kau memperoleh tenaga. Hari ini akan sangat berat. Kita akan mengurusi kremasi ibumu dan menebarkannya ke laut. Setelah itu kau harus memeriksakan diri ke rumah sakit dan mencari grief counsellor untuk membantumu berduka," kata Nicolae. Ia membantu Marie duduk di kursi makan dan segera menaruh piring berisi makanan ke hadapan gadis itu. "Mau jus atau kopi?"     

Marie hanya mengangguk, tidak menjawab. Nicolae menaruh gelas berisi jus jeruk dan secangkir kopi ke depan Marie. Ia lalu duduk di seberang gadis itu dan mulai makan. Marie akhirnya mengikuti jejak Nicolae dan memaksa dirinya mengunyah makanan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.