The Alchemists: Cinta Abadi

Berkunjung Ke Rumah Sakit



Berkunjung Ke Rumah Sakit

1Kesokan harinya, seperti yang sudah dijanjikan, Nicolae menunggu Marie di lobby gedung apartemen mereka pada pukul 9 pagi. Tepat pukul sembilan, gadis itu tiba dengan penampilan yang rapi dan wajah yang dipenuhi ekspresi cerah.     

Tanpa disadari, hari ini kedua orang (yang biasa tampil asal-asalan itu) pagi ini memakai pakaian rapi, berupa kemeja lengan pendek dan jeans hitam yang tidak sobek sama sekali untuk Nicolae, serta gaun musim panas anggun berwarna kuning untuk Marie. Uniknya gaun ini memiliki dua saku di bagian kanan dan kiri, tetapi tetap terlihat cantik, membalut tubuh Marie yang langsing dengan sempurna.     

Untuk sesaat Nicolae terpesona karena ini pertama kalinya ia melihat Marie dalam gaun musim panasnya. Dalam dua kali pertemuan mereka sebelumnya, Marie selalu mengenakan tank top putih dan celana jeans sobek. Hari ini Nicolae sengaja berpenampilan rapi karena ia tahu ia akan bertemu dengan ibu Marie. Melihat Marie juga sengaja tampil anggun, Nicolae mengangguk puas.     

"Terima kasih kau sudah membantuku. Aku berutang budi kepadamu," kata Marie dengan suara gembira.     

"Tidak apa-apa. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk Ibumu," jawab Nicolae tenang.     

"Kau baik sekali. Baiklah kita ke rumah sakit sekarang. Apakah kau memberi tahu anak-anak apa yang kita lakukan hari ini?"     

"Tidak. Aku rasa mereka tidak perlu tahu. Lagipula, aku sudah membuat mereka sibuk dengan beberapa PR."     

"Baiklah. Kalau begitu kita naik mobilmu atau mobilku?" tanya Marie saat mereka berjalan keluar keluar dari lobi, masing-masing dengan kedua tangan di dalam saku.     

"Terserah, mau pakai mobilmu bisa, mobilku juga bisa," kata Nicolae dengan ringan.     

"Mobilmu saja, jadi nanti kau bisa pulang duluan. Aku mungkin akan tinggal di rumah sakit agak lama," saran Marie.     

"Baiklah, kalau begitu."     

 Nicolae memberi tanda agar mereka berjalan parkir basement. Di sana, mobil BMW-nya sudah menunggu. Sebagai pria yang biasa dididik untuk membukakan pintu bagi wanita, Nicolae membukakan pintu di samping pengemudi untuk Marie sebelum kemudian masuk ke dalam mobil lewat pintu pengemudi.     

Tindakannya ini membuat Marie tertegun sesaaat dan dengan ragu-ragu masuk ke dalam mobil. Ia sudah sangat lama tidak melihat laki-laki yang bersikap tradisional seperti pria di sampingnya ini. Perasaan sukanya kepada Nicolae semakin bertambah-tambah.     

Perjalanan menuju Rumah Sakit Stamford berlangsung dalam waktu 10 menit saja. Selama di perjalanan, Nicolae berusaha untuk tidak bertanya macam-macam kepada Marie tentang keadaan ibunya. Saat ini ia hanya perlu membuktikan bahwa cerita Marie memang benar, bahwa ibunya memang sedang dirawat di rumah sakit dan keadaannya sangat kritis.     

Ketika mereka akhirnya tiba di depan rumah sakit Stamford dan Nicolae memarkir mobilnya, pelan-pelan pria itu mulai dilingkupi perasaan sedih. Entah bagaimana, sebelum mereka tiba di kamar rawat Ibu Marie, ia sudah mendapat firasat bahwa gadis itu memang tidak berbohong kepadanya.     

Marie membawa Nicolae berjalan melintasi lorong rumah sakit menuju gedung rawat untuk pasien jangka panjang, dan bau antiseptik serta obat-obatan khas Rumah Sakit mulai mengelilingi mereka. Nicolae seketika teringat akan perasaan nostalgia ketika ia masih bekerja sebagai dokter puluhan tahun yang lalu.     

Sudah lama sekali ia tidak melakukan profesi ini dan menyelamatkan jiwa pasien. Selama 20 tahun terakhir ia lebih menyukai teknologi informasi dan menekuni pekerjaan sebagai hacker dan konsultan informatika. Kini, melihat rumah sakit, para pasien, dan dokter-dokter yang bekerja, Nicolae merasakan dadanya dipenuhi perasaan yang tidak asing.     

Langkah mereka berakhir di depan gedung khusus di Kompleks Rumah Sakit Stamford. Nicolae bisa melihat papan nama di gedung itu sebagai sanatorium atau pusat perawatan jangka panjang untuk pasien. Ia sudah percaya bahwa kata-kata Marie selama ini tidaklah bohong. Ibunya memang sedang dirawat di sana.     

Ketika Marie membuka pintu ke salah satu ruang perawatan yang sangat luas, Nicolae dapat segera melihat seorang wanita yang terbaring di atas tempat tidur dengan berbagai alat penunjang kehidupan tubuhnya. Wanita itu terlihat berusia di awal 40-an. Wajahnya terlihat sangat cantik tetapi tubuhnya kurus dan menyedihkan. Kulitnya begitu pucat dan rambutnya yang panjang tergerai hingga ke pinggang.     

Kalau melihat dari kamar perawatannya yang bagus, Nicolae bisa menduga tentu biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya rumah sakit sangat mahal. Dalam hati Nicolae bertanya-tanya Apakah Marie adalah anak dari keluarga kaya raya.     

Ia juga bertanya-tanya apakah Marie masih memiliki anggota keluarga lain. Tetapi kalau masih ada keluarga lain, mengapa tidak ada yang datang kemari? pikirnya keheranan.     

Marie berjalan dengan langkah-langkah pelan menghampiri tempat tidur ibunya dan duduk di tepi pembaringan. Tangannya menggenggam tangan kanan ibunya. Wajahnya yang tadi tampak ceria kini mulai diliputi kesedihan. Tiba-tiba terdengar ketukan dua kali di pintu dan masuklah seorang dokter separuh baya dengan rambut yang sudah putih.     

Pria itu tersenyum ketika melihat kehadiran Marie.     

"Ah, selamat pagi. Kau sudah tiba rupanya," sapa dokter itu dengan ramah.     

"Benar, Dokter. Apakah ibuku sudah bangun?" tanya Marie dengan suara sepintas terdengar tenang. Nicolae sangat mengenali suara ini seperti suara anggota keluarga pasien yang berusaha terdengar tegar, padahal hati mereka sedang hancur berkeping-keping. Ia sudah sangat lama tidak mendengar nada suara seperti ini. Tanpa sadar ia memperhatikan wajah Marie lekat-lekat dengan penuh simpati.     

"Sudah, Marie. Seperti permintaanmu kemarin beliau sudah dibangunkan dari komanya. Tadi pagi ibumu sudah mencari dirimu.  Saya sudah mengatakan kepada beliau bahwa kau akan segera tiba. Jadi tadi ibumu memutuskan untuk tidur dulu." Sang dokter menghampiri pasien dan memeriksa denyut nadi di tangannya, lalu mengangguk puas. "Dia baik-baik saja. Tunggu saja, sebentar lagi ibumu akan segera bangun."     

Baik, Dokter. Terima kasih." Marie mengangguk dan berusaha tersenyum.     

Nicolae hanya memperhatikan interaksi antara dokter dan Marie dan berusaha mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi.     

"Apakah selama ini ibumu sengaja dibuat koma? Medically-induced coma?" tanya Nicolae kemudian. Medically-induced coma adalah keadaan di mana pasien diberi obat supaya masuk dalam keadaan koma secara medis, supaya tidak merasakan nyeri yang luar biasa di saat ia sedang sadar. Pasien yang memiliki penyakit parah, pasien luka bakar, dan beberapa kondisi medis yang membuat pasien merasakan kesakitan yang parah biasanya membuat dokter atau keluarga pasien menentukan agar sang pasien dibuat 'tidur' atau koma supaya tidak terlalu menderita.     

Marie  mengangguk pelan mendengar pertanyaan Nicolae. "Benar. Setiap kali Ibuku sadar, rasa sakit yang dialaminya begitu berat. Karena itulah selama ini aku mau minta supaya dokter memberikan obat-obatan kepada Ibuku agar ia 'tidur' dan tidak perlu mengalami rasa sakit itu."     

"Oh..." Nicolae hanya bisa membayangkan betapa besar rasa sakit yang dialami ibu Marie sehingga ia harus dibuat tidur untuk jangka waktu yang panjang.     

"Setiap kali ibuku sadar, ia akan berkeras bahwa ia baik-baik saja. Tetapi aku lebih tahu, ia sebenarnya sangat kesakitan." Marie menghela napas sedih dan menatap ibunya dengan pandangan penuh kasih.     

"Kalau begitu, kenapa kau meminta agar ibumu kemarin dibangunkan?" tanya Nicolae keheranan. "Kalau memang ia merasa kesakitan saat ia sadar, kenapa tidak kau biarkan saja ia terus dalam keadaan koma?"     

Marie menatap Nicolae agak lama sebelum menjawab pertanyaannya, dengan suara hampir seperti berbisik, karena ia tidak ingin ibunya mendengar kata-katanya.     

"Aku membangunkannya, karena aku sadar ini tidak adil buat ibuku. Sudah hampir 10 tahun dia seperti ini dan aku tidak tega melihatnya terus-menerus menderita. Karena itulah, aku ingin membuat Ibu bangun agar ibu bisa melihat bahwa aku baik-baik saja, bahwa sudah waktunya Ibu merelakanku. Sudah waktunya Ibu berbahagia dan tidak lagi mengalami sakit..."     

Suara Marie terbata-bata saat mengucapkan kalimat demi kalimat yang demikian mematahkan hati. Tanpa sadar Nicolae memegang tangan Marie, untuk menunjukkan simpati. Marie menarik napas panjang dan melanjutkan kata-katanya. "Itu sebabnya, aku memintamu datang sekarang... Agar aku bisa meyakinkan ibuku bahwa ia tidak perlu lagi bertahan.. hanya demi aku."     

"Oh... aku mengerti." Akhirnya Nicolae mengerti apa tujuan Marie membangunkan ibunya.     

Gadis itu ingin agar Ibunya bisa melihat bahwa sekarang anak perempuannya sudah memiliki seorang laki-laki, orang yang diakuinya sebagai suami, yang baik kepadanya dan menjaganya, agar ibu Marie bisa tenang meninggalkan anaknya.     

Ini sungguh hal yang sangat menyedihkan. Nicolae kemudian mengambil kursi dan duduk di sebelah Marie. Tangannya masih menggenggam tangan gadis itu dengan lembut.     

"Bagaimana dengan keluargamu yang lain? Apakah kau masih memiliki Ayah ataukah ada saudara?" tanyanya lagi.     

Marie menggeleng pelan.     

"Tidak ada. Ayah meninggal saat aku masih di dalam kandungan. Ibuku setengah mati mempertahankanku walaupun kehamilannya waktu itu sangat berat, karena ia sangat mencintai Ayahku. Ia ingin melahirkanku ke dunia ini sebagai peninggalan satu-satunya dari pria yang ia cintai di dunia ini. Ayahku meninggal terlalu muda dan ibuku berjuang mati-matian untuk melahirkanku, walaupun persalinan itu hampir merenggut nyawanya..." Marie tampak dilingkupi keputus-asaan saat ia bercerita. Nicolae menggenggam tangan gadis itu semakin erat. "Seharusnya ibu menggugurkanku saja waktu itu... Ibu memaksa melahirkanku dan sejak saat itu kesehatan ibuku tidak pernah pulih. Selama bertahun-tahun ia selalu menderita, dan puncaknya 10 tahun yang lalu ia pun ambruk dan tidak bisa bangkit lagi..."     

Nicolae tertegun mendengar kata-kata Marie.     

"Waktu itu kau pasti masih sangat muda... Berapa umurmu sekarang? 22-23?" tanyanya pelan.     

"Aku sekarang berumur 22 tahun. Ibuku jatuh sakit dan tinggal di rumah sakit saat umurku masih 12 tahun..."     

"Hidupmu pasti sangat berat..." Nicolae menatap Marie dengan mata tak berkedip. Entah kenapa ia merasa sangat kasihan kepada gadis yang selama ini selalu bersikap acuh dan berpura-pura kuat ini. Di balik penampilan Marie yang ringan dan acuh tak acuh, ia menyimpan kesedihan yang tersembunyi jauh di dalam hatinya.     

"Aku tidak punya pilihan..." Marie masih berusaha terlihat tidak sedih. Ia hanya mengangkat bahu mendengar kata-kata simpati dari Nicolae.     

"Siapa yang mengurusimu selama ini? Anak berumur 12 tahun tentu tidak bisa hidup sendiri..." kata Nicolae.     

"Aku mengurus diriku sendiri," jawab Marie acuh.     

"Benarkah kau bisa mengurus dirimu sendiri?"     

"Eh, jangan meremehkan aku, ya.. Kau lihat sendiri, kan, aku sekarang baik-baik saja!" Marie mendengus tidak senang, mengira Nicolae menganggapnya lemah.     

"Aku tidak menghinamu.. Aku hanya bertanya, jangan terlalu cepat marah.." kata Nicolae dengan kalem. Ia sedikit banyak sudah mulai mengenal sifat Marie yang meledak-ledak dan angkuh, sangat tidak ingin dikasihani atau dianggap lemah oleh orang lain.     

Belum sempat Marie menjawab, tiba-tiba ia melihat sepasang mata ibunya yang tadi terpejam kini mengerjap-kerjap, dan perlahan membuka. Tangannya yang ada dalam genggaman tangan Marie juga bergerak.     

Wanita yang sedang tidur di ranjang rumah sakit itu kini telah bangun dan menatap Marie dan Nicolae bergantian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.