The Alchemists: Cinta Abadi

Dua Hari Saja



Dua Hari Saja

0"Menurutmu hal itu lucu ya?" kata Nicolae dengan ekspresi tidak senang. "Kenapa kau bisa begitu gampang mengucapkan kata-kata seperti itu?"     

"Aku serius. Aku tidak bercanda," kata Marie.     

Melihat kesungguhan Marie, Nicolae menjadi semakin frustasi. "Tapi kita tidak saling mengenal, Marie. Aku tidak ingin memanggilmu dengan sebutan wanita sakit jiwa lagi, tapi sungguh perbuatanmu ini benar-benar di luar nalar. Ini bahkan jauh lebih gila dari wanita aneh yang kutemui tadi malam..."     

Marie menatap Nicolae dengan kilatan jenaka di matanya. "Seperti apa wanita aneh yang kautemui tadi malam?"     

"Itu bukan urusanmu." Nicolae mengerutkan keningnya, berusaha menghilangkan bayangan wajah Louisa dari benaknya. "Aku ingin tahu, apa yang membuatmu mengatakan hal-hal begini kepadaku?"     

"Aku tidak bercanda. Yang kukatakan itu benar. Aku ingin kau menjadi suamiku," jawab Marie.     

"Tetapi kita tidak saling mengenal. Mesti berapa kali aku mengatakan hal itu?"     

"Aku dengar kok. Aku kan tidak tuli." Marie sambil mengerutkan bibirnya     

"Aku tidak mau menjadi orang bodoh dan terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Maka dari itu, tolong beritahu aku apa yang kau rencanakan sebenarnya?" tanya Nicolae akhirnya.     

Pelan-pelan seulas senyum tipis terukir di wajah Marie dan akhirnya ia berkedip duluan.     

"Kau benar. Aku memang merencanakan sesuatu, tetapi sungguh aku bukan orang jahat."     

"Oke, aku mendengarkan." Nicolae melipat kedua tangannya di dada dan menunggu penjelasan Marie.     

"Bukankah tadi kau mengajakku ke kafe? Kenapa kita jadi bicara di tengah jalan seperti ini?"     

"Baik, kalau begitu kita ke kafe."     

Dengan kedua tangan di dalam saku, Nicolae kembali melanjutkan perjalanannya menuju kafe yang ia maksud. Marie mengikutinya dengan langkah sama santainya.     

Dari jauh kedua orang ini sebenarnya kelihatan sangat serasi. Mereka sama-sama mengenakan jeans sobek-sobek dan cara berjalan mereka juga cukup mirip, dengan kedua tangan di saku dan terlihat acuh tak acuh dengan sekelilingnya.     

Ketika akhirnya mereka masuk ke dalam kafe, Nicolae tidak membuang waktu segera duduk berhadapan dengan Marie dan memesan kopi untuk dirinya sendiri.     

"Kau mau apa?" tanyanya dingin.     

"Sama denganmu," jawab Marie tenang.     

Nicolae menoleh kepada pelayan dan menyebutkan pesanannya yang barusan. Setelah hanya ada mereka berdua, ia menatap wajah Marie baik-baik, berusaha membaca siapa gadis itu sebenarnya.     

Ia sungguh tidak mengerti bagaimana bisa gadis secantik dan sepintar ini bersikap tidak tahu malu dengan menyatakan terang-terangan ingin mengejarnya dan menikah dengannya.     

Rasanya ada yang tidak cocok. Pasti ada sesuatu yang salah. Nicolae benar-benar ingin tahu sebenarnya apa yang sedang direncanakan oleh gadis ini.     

Bayangkan, mereka baru dua kali bertemu! Baru dua kali!     

Tetapi gadis ini nekat mengejar-ngejar dirinya dan ingin menikah dengannya. Nicolae merasa kalau ia tidak segera membereskan hal ini, Marie akan menimbulkan masalah baginya di masa depan.     

"Kau tadi bilang ingin menikah denganku? Kenapa? Kapan?" tanyanya kemudian.     

"Kau tidak salah dengar," Marie mengangguk. "Sejujurnya aku membutuhkan suami dan aku merasa kau adalah orang yang tepat."     

Nicolae sudah biasa dikejar-kejar dan dikagumi wanita, tetapi tidak ada seorang pun yang seagresif Marie dan memintanya menikah setelah dua kali bertemu. Ia merasa tidak nyaman.     

"Marie kita baru bertemu 2 kali dan aku tidak terlalu mengenalmu, jadi aku tidak tahu apakah kau sedang serius atau bercanda, tetapi menurutku hal seperti pernikahan bukanlah hal yang bisa dijadikan bahan gurauan. Karena itu kuharap kau tidak melakukannya lagi." Nicolae bicara dengan suara tenang tetapi ada ketegasan dalam kata-katanya.     

Marie menatap Nicolae dengan pandangan mata sendu. "Aku setuju denganmu. Tetapi sayangnya aku sedang tidak punya banyak pilihan. Maukah kau datang dan berpura-pura menjadi suamiku selama 2 hari saja? Aku mohon. Aku akan melakukan apapun permintaanmu. Aku akan membayarmu. Kau tinggal sebutkan hargamu."     

Nicolae mengerutkan keningnya. "Aku tidak memerlukan uang."     

"Ya, aku bisa melihat itu. Penampilanmu seperti orang kaya. Tetapi tentu ada suatu hal yang kau inginkan di dunia ini. Apapun itu, aku akan mengabulkannya." Marie masih berkeras.     

"Kau jangan membuatku tertawa. Tidak seorang pun di dunia ini yang mampu mengabulkan semua keinginan orang lain. Bagaimana kalau satu-satunya hal yang kuinginkan di dunia ini adalah hal yang tidak bisa kau berikan kepadaku?"     

"Kalau aku tidak bisa memberikan keinginan pertamamu, kau tentu punya keinginan kedua lalu keinginan ketiga dan seterusnya... Aku akan berusaha untuk membalas kebaikanmu. Aku akan mengabulkan apapun keinginanmu yang dapat aku penuhi."     

"Kau masih belum berterus terang kepadaku, kenapa kamu membutuhkan suami dan kenapa kau membutuhkannya selama 2 hari?"     

"Aku ... aku tidak akan melakukan ini kalau tidak terpaksa. Ini demi Ibuku." Suara Marie terdengar bergetar. Walaupun wajahnya tetap terlihat tenang, Nicolae bisa merasakan aura kesedihan mulai melingkupi gadis itu.     

"Apa hubungannya kau punya suami dan ibumu?"     

Wajah Marie kini tampak dipenuhi kedukaan. Ia menarik napas panjang dan pelan-pelan menceritakan apa yang terjadi.     

"Ibuku sakit parah. Ia sudah berbaring di rumah sakit selama lebih dari 10 tahun dengan bantuan berbagai mesin penunjang kehidupan. Kadang ia akan bangun dan berusaha untuk sembuh, tetapi hanya untuk waktu yang singkat, kemudian ia akan kembali sakit dan koma. Ia sangat kesakitan dan berbagai obat yang diberikan kepadanya hanya membuatnya semakin kebal terhadap oat-obatan. Melihatnya dalam keadaan seperti itu, sungguh mematahkan hati...."     

Nicolae tertegun mendengar kata-kata Marie. Ia sama sekali tidak menduga gadis itu mengalami masalah yang demikian berat. Dari penampilannya yang ceria dan acuh tak acuh, tak akan ada orang yang mengira gadis ini sudah berjuang merawat ibunya selama lebih dari sepuluh tahun.     

Ia hanya bisa menebak-nebak umur Marie sekarang, baru awal 20-an. Berarti ia sudah ditinggalkan ibunya yang sakit sejak ia masih berusia awal belasan tahun. Saat itu ia bisa dibilang masih anak-anak!     

Sungguh malang nasib gadis ini.     

"Aku turut sedih mendengar tentang penyakit ibumu. Apa yang dapat kubantu?" tanya Nicolae kemudian dengan suara yang berubah lembut.     

"Setelah sepuluh tahun, aku sadar bahwa selama ini ibuku berjuang untuk tetap hidup, walaupun hal itu membuatnya sangat menderita karena ia menguatirkan aku. Ia berkali-kali bangun dari koma karena tekadnya yang sangat kuat untuk menjagaku. Ia ingin memastikan bahwa aku baik-baik saja..." Di titik ini, air mata mulai berjatuhan dari sepasang mata cokelat Marie dan ia berusaha keras mengerjap-kerjapkan matanya agar ia tidak terlihat menangis. "Selama ini ibu menolak untuk mati, karena ia sangat berat untuk melepaskan aku. Walaupun ia sangat menderita, ia tidak rela meninggalkanku sendirian."     

Nicolae mulai mengerti maksud kata-kata Marie. Walaupun demikian ia membiarkan gadis itu menyelesaikan ceritanya. Tanpa kata-kata ia menaruh sapu tangannya di atas meja, ke dekat tangan gadis itu.     

Marie mengangguk pelan, tanda terima kasih, lalu mengusap air matanya dengan sapu tangan Nicolae.     

"Ibuku orangnya masih kuno. Ia tak percaya kalau aku, sebagai seorang anak perempuan akan dapat mengurus diriku sendiri dan bahagia walau tanpa lelaki. Ia sangat sedih kalau sampai ia meninggal dan aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.     

Kalau ia mengira aku sudah memiliki orang yang mampu menjagaku, orang yang menyayangiku seperti dirinya, maka ia akan dapat merelakanku dan pergi dengan tenang. Kau laki-laki baik dan kau bisa dipercaya. Aku hanya perlu membawamu bertemu Ibuku dua kali. Kita hanya perlu membuat ibuku percaya agar ia bisa tenang dan kemudian menghembuskan napas terakhirnya. Aku tidak ingin melihatnya menderita lagi. Aku mohon... Aku memohon kepadamu. Bahkan kalau perlu, aku akan berlutut kepadamu..."     

Nicolae terpaku mendengar kata-kata Marie. Ia sama sekali tidak mengira itu alasan mengapa gadis ini bersikap demikian agresif. Sungguh kasihan!     

Tetapi, sekali lagi, Nicolae tidak tahu apakah gadis ini bercanda atau serius dengan ucapannya karena tadi setelah mereka makan di restoran ia berpura-pura sakit hati. Nicolae tidak cukup mengenal Marie untuk tahu apakah gadis itu menipunya atau tidak.     

"Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap. Bagaimana aku bisa percaya bahwa kata-katamu benar, bahwa ibumu memang sedang sakit dan kau melakukan ini untuk dirinya?" tanyanya kepada Marie. Nicolae sudah cukup dewasa untuk tidak mudah ditipu oleh genangan air mata seorang perempuan. Ia tetap harus berhati-hati.     

"Ikutlah denganku ke rumah sakit. Aku hanya membutuhkan waktu selama 2 hari saja. Setelah Ibuku yakin dan percaya maka ia akan bersedia membiarkan semua mesin penunjang kehidupannya dicabut supaya ia akan dapat meninggalkan dunia ini dengan tenang. Setelah itu aku tidak akan membutuhkanmu lagi."     

"Maksudmu, aku hanya perlu berpura-pura kan?"     

"Iya, kita kan tidak saling mengenal. Tentu saja aku tidak mau menikah denganmu betulan." Marie menarik napas panjang. "Tetapi kita harus meyakinkan ibuku... Saat terakhir kali ia bangun dari koma, menurut dokter keadaannya sudah kritis tetapi ia sangat keras kepala dan tidak mau meninggalkanku. Aku terpaksa berbohong kepadanya dan mengatakan bahwa aku sudah bahagia dan memiliki seorang suami yang sangat menyayangiku.. dan ia tidak perlu menguatirkanku lagi..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.