The Alchemists: Cinta Abadi

Apa Yang Kau Inginkan?



Apa Yang Kau Inginkan?

2Bukan hanya Nicolae yang terkejut mendengar kata-kata Marie melainkan juga Altair dan Vega. Keduanya menatap gadis itu dengan sepasang mata membulat.     

"Tante bilang apa?" tanya Altair keheranan.     

Marie tersenyum lebar, "Tante bilang Tante akan mengejar Ayah kalian. Apakah kalian keberatan?"     

Sepasang senyum segera terkembang di wajah Altair dan Vega dan serempak keduanya menggeleng kuat-kuat.     

"Tidak. Tentu saja, tidak. Kami serahkan Papa kami kepada Tante!" seru Vega dengan gembira.     

Nicolae membuka mulutnya dengan wajah shock, berusaha hendak mengatakan sesuatu tetapi tidak ada suara yang keluar.     

"Oh, imut sekali. Rupanya kalian juga menyukai Tante? Kalau begitu dukung Tante, ya. Nanti Tante akan berusaha sekuat tenaga mendapatkan hati ayah kalian," kata Marie dengan sikap agak genit.     

Nicolae hanya bisa mengurut keningnya sambil menggeleng-geleng dengan ekspresi bingung. Apakah ia memang sudah setua itu? Ia sungguh tidak mengerti wanita di zaman sekarang. Apakah mereka memang semuanya agresif dan tidak tahu malu? Atau jangan-jangan memang dirinya yang selalu bernasib sial bertemu dengan wanita-wanita yang terlalu agresif seperti Luisa dan sekarang Marie.     

"Apakah kau tidak akan menanyakan pendapatku?" tanya Nicolae dengan suara protes.     

Marie memang sangat cantik, dan kepribadiannya juga terlihat menyenangkan. Apalagi dari caranya bicara, ia sepertinya memiliki pengetahuan yang sangat luas. Tetapi itu semua tidak berarti Nicolae pasti bersedia dikejar olehnya.     

"Aku... aku sudah punya kekasih," kata pria itu buru-buru. "Namanya Louisa."     

Duh, sepertinya bukan hanya anak-anaknya yang harus dia tipu tetapi juga gadis tidak tahu malu yang ada di depan ini.     

"Oh ya? Benarkah?" tanya Marie acuh.     

"Benar," kata Nicolae.     

"Kalau begitu, coba buktikan bahwa kau memang sudah memiliki kekasih." Rupanya Marie tidak gampang diyakinkan.     

Ia menatap Nicolae dengan senyum miring dan ekspresi penuh kemenangan.     

"Kenapa kau tidak percaya kepadaku?" tanya Nicolae.     

"Aku tidak percaya kepadamu," balas Marie sambil mengangkat bahu.     

"Kenapa?"     

"Karena aku tidak percaya saja. Memangnya aku harus punya alasan?" cetus Marie dengan keras kepala.     

Akhirnya Nicolae menyerah. Gadis ini memang aneh, atau tidak tahu malu. Ia tidak tahu apa sebutan tepatnya.     

"Maaf ya, aku tidak tertarik kepadamu," balas Nicolae acuh. "Tolong jangan ikuti kami."     

Melihat makanan mereka sudah habis disantap, Nicolae memutuskan sudah waktunya untuk pulang. Ia bangkit berdiri dari kursinya dan memberi tanda kepada Altair dan Vega untuk mengikutinya.     

"Eh, kalian mau kemana?" tanya Marie sambil ikut berdiri menyusul mereka.     

Nicolae tidak menjawab. Ia hanya menaruh beberapa lembar uang ratusan dollar di meja lalu berjalan keluar restoran.     

"Wah kalian mau pulang? Kebetulan sekali rumah kita kan berdekatan. Aku akan pulang bersama kalian," kata Marie dengan suara ceria.     

Nicolae sudah tidak mempedulikan gadis itu. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan berjalan santai seolah Marie tidak ada di sana.     

"Papa kenapa Papa bersikap tidak sopan? Bukankah Papa yang mengajari kami untuk memperlakukan orang dengan baik? Kenapa Papa berlaku seperti itu kepada Tante Marie? Tante Marie salah apa?" tanya Altair tiba-tiba.     

Nicolae tertegun dan menghentikan langkahnya. Ia lalu menatap anaknya dan Marie bergantian. "Kalian ini anak siapa sih? Kenapa kalian justru membela dia? Kenapa kalian tidak membela Papa di sini?"     

"Aku tidak membela siapa-siapa. Aku hanya membela kebenaran," kata Altair dengan wajah tidak bersalah.     

"Benar. Bukankah papa sendiri yang mengajari kami untuk selalu bersikap sopan kepada orang lain? Kenapa sekarang Papa justru memperlakukan Tante Marie seolah-olah dia tidak ada? Menurutku ini bukan contoh yang benar." Vega ikut menambahkan.     

Marie juga menghentikan langkahnya dan menatap kedua anak itu dengan kagum. Tanpa sadar ia bertepuk tangan perlahan dan wajahnya dipenuhi ekspresi haru.     

"Hebat sekali. Anak-anak, kalian sungguh punya sopan santun dan tata krama yang baik. Kalian membuatku tambah ingin menjadi ibu tiri kalian!"     

Nicolae seketika tersedak mendengar kata-kata tidak tahu malu dari mulut gadis yang baru dua kali ia temui ini. Bisa-bisanya Marie berkata sejauh itu! Mereka bahkan hampir tidak saling mengenal!     

"Astaga! Kau sakit jiwa, ya? Kita ini tidak saling mengenal..." desisnya. "Jangan bicara sembarangan!"     

Mendengar kata-kata ketus Nicolae, Marie menatap pria itu dengan mulut ternganga dan kedua tangan menekap bibirnya, menunjukkan ekspresi shock. Sepasang matanya tampak berkaca-kaca.     

"Aku tadi hanya bercanda... " bisiknya dengan suara terpukul. "Tapi kau tega sekali memanggilku sakit jiwa. Kenapa mulutmu sekotor itu? Bagaimana kalau ada laki-laki yang memperlakukan anak perempuanmu begitu???"     

Nicolae menelan ludah. Ia tadi terpancing emosi karena sikap Marie yang tidak tahu malu. Dia tidak tahu kalau tadi Marie hanya bercanda.     

Kalau dipikir-pikir, memang reaksi Nicolae terlalu berlebihan. Ia sama sekali tidak ingin berurusan dengan wanita mana pun saat ini, tetapi mengapa sulit sekali menyingkirkan Marie? Sekarang ia malah tidak sengaja mengucapkan kata-kata yang sangat menyakiti hati gadis itu.     

Nicolae terpukul melihat Vega kini ikut menatapnya dengan pandangan terluka. Ia tahu, sebagai ayah ia pun tidak akan rela bila ada lelaki yang memanggil anaknya sebagai perempuan sakit jiwa.     

Kalau situasinya sudah seperti ini, ia menjadi sadar bahwa memang sikapnya yang judes kepada Marie kini terlihat menjadi tidak beralasan. Ia memang tidak bisa menjelaskan kepada Altair dan Vega kenapa ia sengaja bersikap dingin kepada Marie. Ia yakin anak berumur sepuluh tahun tidak akan mengerti.     

Ia tahu bahwa kali ini memang ia yang bersalah. Gadis itu hanya mengatakan bahwa ia akan mengejar Nicolae, tetapi sejauh ini ia sama sekali tidak melakukan hal buruk. Lagipula, memang pada awalnya memang Nicolae sendiri yang bersalah karena ia yang bercanda keterlaluan sehingga gadis itu menunggunya semalaman di dermaga.     

Kalau ia bisa bercanda, mengapa Marie tidak bisa? Mengapa ia begitu kaku dan bersikap jahat? Nicolae merasa sedih. Ini bukan dirinya. Ia tidak pernah dengan sengaja menyakiti hati perempuan.     

Mungkin semua kencan butanya yang kacau membuatnya semakin ingin menjauh dari wanita dan tidak mau mencari masalah baru. Tetapi seharusnya ia tidak mengucapkan kata-kata menyakitkan itu kepada Marie.     

"Maafkan aku." Hanya itu yang bisa dikatakan Nicolae. Ia tahu ia memang bersalah dan tidak perlu mencari alasan untuk pembenaran sikapnya barusan.     

Bibir Marie berkerut seolah menahan tangis dan matanya berkerjap-kerjap basah. Suaranya terdengar serak ketika ia akhirnya berbicara. "Baiklah kurasa kau memang tidak tertarik kepadaku. Aku sudah tahu itu. Tetapi aku tidak menyangka kau akan memanggilku sakit jiwa. Aku bukan gadis tidak tahu malu yang akan terus mengejar-ngejar pria yang tidak membalas perasaanku sampai rela dihina seperti tadi. Kalau begitu, aku akan pergi saja."     

Melihat wajah Meri yang tampak terluka, Nicolae menjadi tidak enak.     

Entah kenapa Marie memang sangat pandai memainkan ekspresinya seolah-olah ia memiliki perasaan selembut sutra dan barusan Nicolae sangat dalam melukai hatinya. Gadis itu berjalan dengan langkah-langkah pelan dan bahu merunduk seolah ia sedang menyimpan kesedihan mendalam.     

Nicolae yang menatap punggungnya yang menjauh menjadi tidak enak hati. Sebelum Marie menjadi terlalu jauh, akhirnya Nicolae memanggilnya.     

"Tunggu sebentar!"     

Marie berhenti berjalan. Ia menoleh dengan wajah penuh duka. "Ada apa? Kau masih belum puas mempermalukanku?"     

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu, hanya saja aku tidak ingin menyakitimu," kata Nicolae pelan. Ugh... ia sadar ia harus bicara secara terbuka kepada Marie. Ia lalu menoleh kepada Altair dan Vega. "Anak-anak, kalian bisa pulang duluan ke apartemen, kan?"     

"Bisa. Ada apa, Pa?" tanya Vega.     

"Ada yang ingin Papa bicarakan dengan Tante Marie."     

"Kami kan sudah besar. Kami bisa pulang duluan," kata Altair. Ia menarik tangan saudaranya dan melambai kepada Nicolae dan Marie. "Sampai jumpa Tante Marie."     

Nicolae tahu ia harus membereskan hal ini sekarang juga. Kalau tidak, akan timbul kesalahpahaman antara Marie dan dirinya dan ia akan terus melihat anak-anaknya berusaha untuk mencarikan kekasih bagi dirinya. Karena itulah ia menyuruh Altair dan Vega untuk pulang duluan ke apartemen mereka.     

Ia akan mengajak Marie untuk berbicara empat mata di sebuah kafe sambil minum kopi. Mungkin ini adalah satu-satunya cara terbaik yang dapat ia lakukan. Ia sama sekali tidak khawatir akan keselamatan Altair dan Vega karena apartemen mereka letaknya sangat dekat, ditambah dengan fakta sebenarnya ada selalu dua orang pengawal pribadi yang mengawasi mereka dari jauh. Kedua anak itu tidak akan mengalami hal buruk apa pun.     

"Kita harus bicara," kata Nicolae tegas sambil menarik tangan Marie menuju kafe terdekat.     

Marie tersenyum tipis melihat sikap Nicolae dan terkikik pelan. Ia membiarkan tangannya dipegang dan berjalan mengikuti Nicolae ke tempat yang dimaksudnya.      

Nicolae mengerutkan kening mendengar nada suara tawa pelan dari  belakangnya. Bukankah barusan gadis ini tampak sangat sedih? Mengapa sekarang sudah gembira lagi? Tanpa sadar ia melepaskan tangan Marie dan memelototinya.     

"Kau pura-pura sedih ya tadi?" tanyanya curiga. Marie hanya memutar bola matanya dan pura-pura tidak mengerti pertanyaan Nicolae. Pemuda itu menekan dadanya dengan frustrasi. Ia tidak tahu kapan Marie serius dan kapan gadis itu hanya berpura-pura. Akhirnya ia hanya bisa menghela napas. "Apa  yang kau inginkan dariku?"     

Marie berdiri di hadapan Nicoale dengan sikap kasual dan menatapnya lekat-lekat. Nicolae balas menatap Marie. Pandangan keduanya sama-sama tidak mau mengalah, tidak ada yang berkedip duluan.     

Marie kemudian bicara dengan suara paling serius yang pernah didengar Nicolae.     

"Aku ingin menikah denganmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.