The Alchemists: Cinta Abadi

Gadis Yang Rapuh



Gadis Yang Rapuh

0Nicolae membaringkan Marie di tempat tidurnya dan bergegas ke dapur untuk  melihat apakah ada makanan yang bisa dimakan oleh gadis itu. Pemuda itu cukup terkesan melihat dapur kecil yang rapi dan berisi banyak bahan makanan.     

Kalau melihat dari berbagai peralatan yang lengkap dan alat-alat masak serta bahan makanan yang cukup banyak ada di dapur itu, ia dapat mengambil kesimpulan bahwa Marie adalah seorang gadis yang senang memasak.     

Namun, karena saat ini gadis itu sedang dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa, Nicolae memutuskan untuk membuatkan masakan yang sederhana agar Marie dapat makan. Dengan cekatan ia bekerja memotong-motong bahan makanan dan menyiapkan panci serta alat masak lain-lain dan 15 menit kemudian ia sudah kembali ke kamar Marie dengan membawa dua buah mangkuk berisi sup ayam yang berbau lezat untuk mereka berdua.     

Bagi orang yang sedang mengalami situasi sedih dan rapuh seperti Marie sekarang, makanan yang gampang dicerna dan hangat seperti sup ayam akan membuat mereka merasa lebih baik.  Nicolae menaruh kedua mangkok itu di atas meja di samping tempat tidur dan menyentuh tangan Merry untuk membangunkannya.     

"Makan dulu, kalau tidak nanti kau bisa jatuh sakit. Ingat, besok kita masih harus mengkremasi ibumu. Kau juga harus membawanya ke laut agar dapat bersatu dengan ayahmu."     

Nicolae sangat bersimpati melihat betapa Marie berusaha keras untuk bangkit dari keterpurukannya. Tanpa berkata apa-apa gadis itu bangun dari tempat tidur lalu berusaha keras untuk menikmati sup ayam yang barusan disiapkan oleh pemuda itu.     

Mulutnya bergumam mengucapkan terima kasih dengan suara yang tidak jelas. Nicolae hanya mengangguk. Mereka berdua lalu menikmati sup ayam itu dalam diam. Setelah selesai makan Nicolae membereskan kedua mangkuk bekas makan mereka dan mencucinya di dapur, sementara Marie kembali meringkuk di tempat tidurnya.     

"Kau beristirahat malam ini, ya.. Besok pagi kujemput untuk mengurus kremasi ibumu."     

Marie hanya mengangguk. Ia mengucapkan terima kasih sekali lagi dengan suara yang hampir tidak kedengaran.     

Nicolae meninggalkan apartemen Marie di lantai 10 dan kemudian naik ke lantai 21 menuju ke apartemennya sendiri. Wajahnya yang kuyu dan dipenuhi kesedihan menarik perhatian Altair dan Vega.     

Mereka menghampiri ayah mereka dan memeluknya dengan penuh kasih sayang. Kedua anak berumur 10 tahun itu bergantian mendatangi Nicolae dan memeluknya serta menanyakan keadaannya.     

"Papa tidak apa-apa? Kenapa Papa terlihat sedih?" tanya Vega dengan suara penuh perhatian. Nicolae hanya menggeleng dan mencium kening kedua anaknya. Ia lalu bergerak ke dapur untuk mengalihkan perhatian mereka.     

"Kalian sudah makan malam? Ada makanan di kulkas yang bisa kalian hangatkan." katanya pelan.     

Kedua anaknya serentak menggeleng.     

"Tidak. Kami menunggu papa," jawab Altair mewakili dirinya dan Vega.     

"Papa akan membuatkan sesuatu untuk kita makan," kata Nicolae akhirnya. Ia memanaskan makanan dari kulkas di dalam microwave dan sebentar kemudian mereka bertiga telah duduk menghadap ke meja makan menikmati makan malam.     

Karena tadi ia telah menyantap sup ayam di apartemen Marie, di apartemennya Nicolae hanya makan sedikit.     

"Besok Papa ada keperluan seharian. Kalian tidak apa-apa di rumah sendiri kan?" tanyanya setelah selesai makan.     

Altair dan Vega Saling pandang. Mereka agak heran. Sudah dua hari berturut-turut Nicolae terlihat sibuk. Kemarin ia bertemu dengan Marie dan hari ini ia mengaku pergi ke rumah sakit, tetapi siapa yang ia kunjungi dan apa yang ia lakukan di sana, ia tidak mau memberi penjelasan lebih lanjut.     

Karena itu mereka hanya dapat menebak-nebak kemana gerangan Nicolae akan pergi besok dan mengapa Ia membutuhkan waktu seharian. Namun demikian, Altair dan Vega sadar bahwa mereka hanyalah anak kecil yang belum tentu dapat memahami urusan orang dewasa. Karenanya mereka tidak bertanya lebih lanjut.     

"Aku akan meminta agar kedua pengawal kalian menunggui di apartemen. Mereka bisa menemani kalian untuk belajar." kata Nicolae kepada kedua anaknya.     

"Terima kasih, Papa. Papa tidak usah kuatirkan kami. Lakukan saja apa yang harus Papa lakukan besok," kata Altair menenangkan. "Kami juga bisa ngobrol dengan Mama lewat Virconnect."     

"Baiklah, kalau begitu." Nicolae hanya bisa mengangguk.     

***     

Keesokan harinya, Nicolae turun ke lobby pada pukul sepuluh pagi untuk menunggu Marie. Ia telah memberi tahu gadis itu semalam lewat SMS bahwa mereka harus ke krematorium. Marie tidak membalas SMS-nya.     

Pukul sepuluh lewat lima belas, tidak ada tanda-tanda Marie turun ke lobi, dan SMS Nicolae masih belum dibalas. Ia mencoba menghubungi Marie berkali-kali, tetapi Maria tidak juga menjawab panggilan teleponnya atau pun membalas sms-nya. Akhirnya Nicolae memutuskan untuk naik ke lantai 10 untuk menjemput Marie langsung di apartemennya.     

Di depan pintu ia mengetuk beberapa kali sebelum akhirnya membuka pintu dengan kunci Mery yang dimilikinya ketika ia tiba di dalam. Semalam, tanpa seizin Mari ia telah mengambil kunci apartemen gadis itu. Nicolae bukannya bermaksud tidak sopan. Ia kuatir terjadi apa-apa dengan Marie dan ia tidak dapat menolong gadis itu kalau ia tidak punya akses ke apartemennya..     

Setibanya ia di dalam, Nicolae merasa keheranan karena tidak melihat Marie di ruang tamu apartemennya. Ia memanggil-manggil nama gadis itu tetapi tidak ada yang menjawab. Ketika Nicolae masuk ke dalam kamar Ia hanya melihat bekas tempat tidur yang berantakan, tetapi ia tak dapat menemukan Marie.     

Perasaannya menjadi tidak enak saat membuka pintu ke kamar mandi. Seketika Nicolae mengeluarkan seruan tertahan saat ia berhasil masuk dan menemukan gadis itu terbaring di bak mandi dengan kedua pergelangan tangannya berlumuran darah.     

"Astaga, Marie.. Apa yang kau lakukan?" desis Nicolae dengan nada suara cemas. "Apa yang kau lakukan? Kau tidak boleh begini....Bukankah kau bersusah payah untuk membahagiakan ibumu Kenapa kau sekarang begitu ia tiada kau justru melakukan ini...?"     

Nicolae merasa sangat cemas. Ia buru-buru mengangkat tubuh gadis itu dari bak mandi yang telah berisi air panas hingga hampir penuh ke permukaan. Rupanya Marie sengaja melakukan itu agar darah yang keluar dari pergelangan tangannya yang disayat tidak mengotori kamar mandinya     

Nicolae buru-buru mengambil handuk dan menekannya ke dua pergelangan tangan Marie  untuk menghentikan perdarahan. Detak jantung gadis itu melambat dan tubuhnya sangat dingin, membuat Nicolae sangat kuatir. Setelah memastikan darah berhenti mengalir, ia membalut tubuh Marie dengan handuk tebal lalu menggendongnya ke kamar.     

Ia meletakkan gadis itu di tempat tidur dengan hati-hati. Marie telah kehilangan cukup banyak darah, tetapi untungnya ia pingsan sebelum sempat memotong urat nadi utama yang bisa membuat perdarahannya sangat parah dan ia tidak akan dapat ditolong lagi.     

Lebih beruntung lagi karena Nicolae adalah seorang dokter yang terbiasa berkepala dingin dalam situasi berbahaya sekalipun. Ia dapat tetap bersikap tenang dan tidak panik. Ia mencari kotak P3K untuk merawat luka iris di kedua tangan Marie.     

Setelah kembali dengan kotak P3K Nicolae kemudian membuka pakaian Marie yang basah agar tubuhnya tidak terkena paru-paru basah karena kedinginan.     

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Nicolae berulang kali, seolah Marie yang sedang pingsan dapat mendengarnya.     

Karena tubuh gadis itu terasa sangat dingin akibat berendam di air untuk waktu yang lama, Nicolae menyalakan pengatur suhu ruangan pada suhu tertinggi agar suhu ruangan yang panas dapat membantu memulihkan suhu tubuh Marie yang sangat rendah.     

Nicolae lalu buru-buru merawat luka di kedua pergelangan tangan gadis itu. Ia menjahit lukanya dengan cekatan, memberikan antiseptik lalu memasang perban. Setelah semua beres, ia menutup tubuh gadis itu dengan beberapa selimut tebal dan membiarkannya siuman dengan sendirinya.     

Nicolae duduk di tepi tempat tidur dan menunggu. Satu jam kemudian ia mendengar suara lenguhan pelan dari sampingnya. Nicolae yang sedang termenung menatap jendela segera menoleh dan menyapa Marie dengan suara lembut.     

"Kau akan baik-baik saja." katanya singkat.     

Nicolae sama sekali tidak menyinggung apa yang tadi terjadi, ataupun menanyakan alasan mengapa Marie melakukannya. Ia tahu keluarga pasien penyakit berat yang meninggal akan dapat merasakan keputusasaan yang sangat dalam sehingga mereka tidak ingin hidup lagi.. tetapi ia sama sekali tidak menduga bahwa Marie akan menjadi salah satunya.     

Hari ini gadis itu tampak demikian rapuh dan sendirian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.