The Alchemists: Cinta Abadi

Rumahmu Atau Rumahku?



Rumahmu Atau Rumahku?

1Pelayan itu hanya tersenyum simpul.     

"Terima kasih Anda sudah datang ke restoran kami. Semoga acara Anda menyenangkan. Sampai jumpa lagi."     

Saat Nicolae menatap pelayan itu dengan kening berkerut, ia melihat beberapa wanita di belakang sana yang menatapnya dengan wajah penuh nafsu, dan satu dua ada yang mengedip genit ke arahnya.     

Barulah pikirannya bekerja dan ia mengerti apa yang terjadi. Tanpa sadar ia mendorong tangan Louisa agar lepas dari lengannya. Wanita ini telah bergayut manja kepadanya... dan melihat sikap wanita-wanita lain di restoran itu yang tiba-tiba tampak genit kepadanya, Nicolae bisa menduga bahwa mereka mengira ia datang berkencan dengan Louisa karena dibayar. Astaga!     

Rupanya kesialannya belum juga berakhir, pikirnya sebal. Ia membuka genggaman tangannya dan menemukan beberapa lipatan kertas kecil dengan berbagai angka dan nama wanita di sana.     

"Apa itu?" tanya Louisa keheranan.     

"Entahlah," jawab Nicolae. Mula-mula ia tidak mengerti apa maksud tulisan itu, namun setelah 5 detik berlalu ia pun menyadari apa yang terjadi. Ternyata wanita-wanita yang ada di restoran itu menitipkan nomor telepon mereka kepada pelayan untuk diberikan kepadanya.     

Kenapa wanita zaman sekarang berani sekali? pikirnya keheranan. Ia sudah sangat lama tidak berkencan dengan siapa pun tetapi ia tidak menduga bahwa zaman ternyata sudah berubah dengan begitu drastis. Masakan wanita bisa demikian berani dan tidak sopan menitipkan nomor telepon mereka kepada pelayan untuk diberikan kepada seorang pria yang sedang berkencan dengan wanita lain?     

Memikirkan itu, Nicolae hanya bisa geleng-geleng kepala dan berpikir bahwa ia tidak cocok untuk berkencan dengan wanita di zaman modern seperti sekarang. Ini adalah kencan buta yang ketiga dan terakhir baginya. Setelah ini dia tidak akan mencoba lagi. Ia sudah kapok!     

Nicolae memutuskan bahwa setelah ia tiba kembali di rumah dirinya akan mengajak Altair dan Vega bicara tentang hal ini. Ia harus membuat mereka yakin dan sadar bahwa apa yang mereka lakukan ini tidak baik untuknya.     

Nicolae sama sekali tidak keberatan dengan keadaannya sekarang yang hidup melajang. Ia tidak membutuhkan seorang kekasih untuk membuat hidupnya lengkap. Ia telah melajang selama hampir seratus tahun sebelum ia bertemu Aleksis dan hanya gadis itu yang dapat membuatnya memikirkan masa depan bersama dan ingin menikahinya.     

Tetapi kalau bukan dengan Aleksis, ia merasa sama sekali tidak terdorong untuk mencari gadis lain untuk membina rumah tangga bersama. Kedua anaknya itu harus mengerti bahwa tidak semua orang harus memiliki pasangan agar bahagia. Kebahagiaan tidak datang hanya dari memiliki kekasih ataupun istri.     

Seharusnya mereka bisa melihat sendiri bagaimana paman mereka, Terry, merasa bahagia dan produktif dalam kesibukannya. Terry bisa menjalani hidupnya dengan sangat menyenangkan.     

Kalau memang anak-anak ini sangat mengkhawatirkan para pria di dalam keluarga mereka yang masih melajang, kenapa mereka tidak mengeluarkan energi mereka untuk mencarikan pasangan bagi paman mereka Terry dan Rune, atau malahan kakek Aldebar mereka saja???     

Bayangkan saja, umurnya pria itu sudah hampir 250 tahun Tetapi dia belum pernah memiliki kekasih. Bukankah kondisi Aldebar ini jauh lebih menyedihkan daripada Nicolae yang baru melajang selama setahun terakhir setelah berpisah dengan Aleksis?     

Dengan pikiran-pikiran seperti itu akhirnya Nicolae membuang semua kertas yang ia dapatkan dari pelayan restoran tadi. Ia tidak membutuhkan nomor telepon para wanita itu dan, sebagai seorang pria gentleman, dia tidak ingin membuat pasangan kencannya merasa tidak enak karena ia menyimpan nomor telepon wanita lain.     

Louisa, yang memperhatikan apa yang terjadi, terlihat sangat berterima kasih. Wajahnya berseri-seri dan senyumnya terlihat semakin mengembang. Ah, Nicolae membuatnya sangat tersanjung dengan membuang begitu saja berbagai nomor telepon wanita yang ingin menarik perhatiannya!     

"Kau akan suka filmnya!" cicit Louisa dengan penuh semangat sambil kembali mencengkram lengan Nicolae dan setengah menyeretnya masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai dasar dan bergerak ke mal sebelah.     

Sepuluh menit kemudian, keduanya sudah masuk ke dalam studio 4D bioskop dan bersiap menonton film yang dipilihkan Altair untuk kencan mereka. Nicolae membelikan minuman dan kudapan untuk mereka menonton dan dalam waktu setengah jam saja popcorn di kedua ember mereka hampir semuanya berpindah ke perut Louisa.     

'Padahal aku juga mau popcorn-nya,' keluh Nicolae dalam hati miris, melihat popcorn bagiannya pun telah habis disantap Louisa. Ia sama sekali tidak mengira Louisa benar-benar merupakan tipe teman kencan paling buruk yang pernah ada dan ia terkena sial untuk bertemu dengannya di kencan buta terakhirnya.     

Untung saja yang dipilihkan oleh Altair untuk mereka tonton adalah film science fiction yang berlatar belakang di tahun 2300. Di tahun itu mesin waktu telah ditemukan dan tokoh utamanya melakukan perjalanan ke masa lalu untuk memperbaiki sejarah agar bumi tidak hancur akibat ketamakan manusia.     

Sepanjang film diputar, Nicolae banyak mengangguk-angguk dan berpikir bahwa kemungkinan besar di tahun 2300, ia masih akan hidup di dunia ini, dan ia akan dapat menyaksikan apakah memang dunia di masa depan seperti apa yang dikhayalkan pembuat film ini. Sungguh menarik, untuk dapat membandingkannya.     

Film yang mereka tonton cukup menarik selama 2 jam itu sehingga hati Nicolae sedikit terobati. Ruangan studio yang digelapkan membuat ia tidak perlu melihat Louisa, dan peraturan agar penonton tidak boleh berbicara di sepanjang pemutaran film membuat ia juga tidak perlu mengajak wanita itu berbicara sama sekali. Akhirnya Nicolae merasa keberuntungan mulai berpihak kepadanya.     

Nicolae sama sekali tidak menyadari bahwa Louisa berkali-kali mengerling kepadanya, dan menaruh tangannya di pegangan kursi bagian Nicolae, berharap pemuda itu akan memegang tangannya, atau melakukan sesuatu kepadanya, tidak sekadar menonton saja.     

Pasangan yang duduk di depan mereka tampak sama sekali tidak memperhatikan film yang diputar. Wajah keduanya saling menempel dalam ciuman panas dan tangan masing-masing sudah bergerilya ke balik pakaian pasangannya. Suara tembakan dan jeritan ribut dari film yang diputar hanya digunakan untuk menyamarkan berbagai desahan sang perempuan yang menikmati ciuman, hisapan, dan gigitan sang lelaki pada leher dan bahunya.     

Brengsek, pikir Nicolae saat akhirnya menyadari bahwa beberapa pasangan di bioskop ternyata sama sekali tidak datang untuk menonton film. Saat itu ia sungguh merasa tua. Ia tidak mengira cara manusia berkencan sudah menjadi separah ini. Sungguh tidak menghargai karya seni, omelnya dalam hati.     

Akhirnya film yang tadi bisa membuat Nicolae sedikit terhibur kembali dinodai perasaan kesal karena perbuatan beberapa pasangan penonton yang membuat film mereka sendiri dengan bermesraan panas di bangku mereka masing-masing.      

Perasaan bergidik seketika merayap ke punggungnya ketika pelan-pelan tangan Louisa pun mulai merayapi pahanya. Tubuh Nicolae menegang karena ngeri dan ia tidak berani menoleh. Ia takut Louisa akan membuat kesabarannya yang sudah tipis menjadi hilang sama sekali dan ia tidak lagi dapat berlaku sebagai gentleman.     

Oh, Tuhan... Nicolae terpaksa bertahan selama lima belas menit terakhir dengan tangan gemuk Louisa meraba pahanya seolah-olah tidak sengaja. Louisa sangat beruntung ia bertemu dengan seorang pemuda yang demikian baik hati dan sabar seperti Nicolae, sehingga pemuda itu berusaha keras untuk menjaga perasaan wanita itu dan tidak membuatnya malu. Saudaranya, Alaric, tidak akan segan-segan menepis tangan Louisa dan melempar perempuan itu sejauh sepuluh meter untuk memberinya pelajaran.     

Akhirnyaaaa film sialan ini selesai juga!! Nicolae bangkit dari kursinya dengan penuh semangat begitu film berakhir. Tangan Louisa terpaksa lepas dari pahanya, dan seketika perasaan bergidik itu lenyap dari benak Nicolae. Ia merasa bebas dan lega. Mimpi buruk ini akan segera berakhir.     

Mereka berjalan keluar dari studio bioskop dan seperti biasa, orang-orang yang melihat mereka tampak melemparkan pandangan aneh ke arah Nicolae. Dengan seenaknya mereka juga mengambil kesimpulan bahwa Nicolae adalah seorang gigolo yang sedang menemani kliennya berkencan menonton film.     

Karena ia sudah merasa begitu tersiksa selama empat jam ini, Nicolae memutuskan untuk membalas kedua anaknya. Ia tersenyum sangat manis kepada Louisa dan mengajaknya berfoto bersama.     

"Aku mau kita berfoto bersama untuk kenang-kenangan. Boleh kan?" tanyanya dengan nada ceria.     

Louisa tampak berseri-seri mendengar permintaan Nicolae dan ia mengangguk dengan penuh semangat. Nicolae meminta tolong seorang pemuda yang lewat untuk mengambilkan foto mereka. Pemuda itu memenuhi keinginannya dan mengambil beberapa foto, tetapi terlihat dari ekspresinya, ia menatap Nicolae dengan pandangan sedikit merendahkan. Ia pun mengira Nicolae seorang gigolo.     

"Ah, fotonya bagus. Terima kasih sudah datang ke acara kencan ini. Sekarang sudah malam, waktunya untuk pulang," kata Nicolae kemudian.     

Louisa mengangguk dan tersenyum lebar. "Kau benar, kita harus pulang dan beristirahat. Ke rumahmu atau rumahku?"     

Nicolae mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Rumahmu di mana?"     

"Rumahku di Admiralty. Kau di mana?" jawab Louisa.     

"Oh, aku di Robertson Road."     

"Oh, kita bisa ke rumahmu," kata Louisa dengan penuh semangat.     

"Untuk apa ke rumahku? Kau pulang ke rumahmu, dan aku pulang ke rumahku," Nicolae berusaha menjelaskan dengan sabar. "Aku sudah capek dan mengantuk. Aku harus segera tidur. Kau juga, besok kan kau harus bekerja."     

"Aku bisa ikut ke rumahmu kok..." kata Louisa dengan bebal. "Kalau kau mau ke rumahku juga tidak apa-apa."     

"Aku pulang ke rumahku," kata Nicolae lagi.     

"Iya, tidak apa-apa, aku bisa ke rumahmu," balas Louisa.     

Nicolae akhirnya menyadari bahwa Louisa mengira kencan mereka masih akan berlanjut hingga ke tempat tidur, sehingga ia terus saja menanyakan ke mana mereka akan pulang bersama. Rumahku atau rumahmu? tanya wanita itu berkali-kali.     

Ini. Sungguh. Keterlaluan.     

Nicolae berusaha menjelaskan secara halus kepada Louisa bahwa ia harus pulang ke rumahnya sendiri karena Nicolae tidak tertarik untuk menghabiskan malam bersamanya.     

"Louisa, aku sangat lelah dan perlu beristirahat. Aku akan pulang KE RUMAHKU, dan kau pulang KE RUMAHMU. Aku akan pergi ke arah barat, dan kau pulang ke arah utara. Rumah kita tidak searah. Mohon maaf aku tidak bisa mengantarmu."     

Setelah lima menit, barulah Louisa mengerti bahwa pemuda tampan yang sedari tadi berlaku manis kepadanya ini tidak berniat tidur dengannya. Wajahnya yang tadi berseri-seri dipenuhi senyuman seketika berubah menjadi masam dan suara cicitannya terdengar sangat ketus.     

"Kau laki-laki jahat yang tidak punya hati! Kalau kau tidak tertarik kepadaku, kenapa kau tidak bilang dari awal? Kau memberiku harapan palsu dengan mengajakku makan malam dan bersikap manis kepadaku. Kau bahkan mau terus melanjutkan menonton bersamaku..." Sepasang mata wanita itu tampak menyala-nyala dipenuhi kemarahan. "Sekarang kau ingin mencampakkanku begitu saja! Kau jahat sekali. Seharusnya kalau kau tidak menyukaiku, kau tadi langsung pergi saja. Dengan bersikap manis kepadaku dari tadi, kau membuatku merasa kau juga menyukaiku, dan kini kau menolakku dan membuatku malu. Kau ini laki-laki brengsek!!!"     

Louisa menghentakkan kakinya dengan kesal. Ia kemudian meludahi Nicolae lalu berbalik pergi dengan langkah-langkah panjang menandakan bahwa ia sangat marah.     

Sebentar... kenapa jadi begini? pikir Nicolae kembali memijat kepalanya yang terasa pusing. Ia merasa ditipu ketika bertemu Louisa pertama kali, tetapi ia tidak berkata apa-apa demi sopan santun. Ia tidak ingin mempermalukan wanita itu karena ia adalah seorang gentleman. Mengapa sikap sopannya justru membuat Louisa marah-marah?     

Apakah wanita itu lebih memilih Nicolae meninggalkannya begitu bertemu dengannya? Mengapa sulit sekali menjadi pria baik di zaman ini? Nicolae hanya bisa merutuk dalam hati.     

Ugh... ini merupakan kencan terburuk dalam sejarah hidupnya. Walaupun Altair dan Vega memohon-mohon kepadanya lain kali, sampai kapan pun Nicolae tidak akan mau berkencan lagi dengan perempuan lain. Ia sudah cukup trauma.     

Hmm... ia masih harus membalas mereka, pikirnya. Ia berjalan keluar mal dan masuk ke Gedung Continental.     

Malam ini ia akan menginap di sana dan membuat anak-anaknya mengira ia tidur di rumah Louisa.     

Begitu ia tiba di lobi hotel, Nicolae mengirim foto-fotonya bersama Louisa kepada Altair dan Vega.     

[Kencannya sangat menyenangkan. Sepertinya Papa sudah menemukan calon ibu baru untuk kalian. Oh, ya, Papa malam ini tidak pulang, ya. Selamat tidur.]     

Senyum jahil terukir di wajah Nicolae saat ia menyimpan ponselnya dan naik lift di Hotel Continental menuju lantai 100.     

Sementara itu, di apartemen Nicolae yang terletak di Robertson Road, dua anak berumur sepuluh tahun yang barusan menerima SMS darinya terdengar menjerit histeris.     

"Astaga...!! Masa Papa jatuh cinta kepada perempuan seperti ini???" keluh Vega dengan air mata menggenang di matanya. "Ini salahmu!! Kau yang memilihkan kencan ketiganya!"     

"Hei.... aku pikir Papa kita seleranya tinggi, seperti Mama kita. Kenapa kau jadi menyalahkan aku?" omel Altair. "Tante Louisa itu kelihatan cantik di profilnya, makanya aku pilih dia. Kau lihat sendiri kan? Mana aku tahu kalau Papa seleranya berubah menjadi demikian buruk?"     

Keduanya menatap foto-foto mesra Nicolae dan Louisa di tablet mereka dengan wajah terpukul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.