The Alchemists: Cinta Abadi

Eh? Jasa Apa?



Eh? Jasa Apa?

2Nicolae membelalakkan matanya  keheranan. Matanya mengerjap-kerjap beberapa kali.     

'Sebentar. Apakah ini adalah orang yang sama?' pikirnya dalam hati.     

Ia kembali mengingat-ingat kelima foto yang dia peroleh dari Altair tadi pagi. Seingatnya, Louisa ini memiliki rambut panjang yang sangat indah. Wajahnya cantik imut-imut dan penampilannya modis. Dan yang paling penting, tubuhnya langsing dan seksi. Tetapi...     

Gadis... eh wanita yang ada di depannya ini sama sekali berbeda dari kelima foto itu. Wanita ini berambut pendek dengan wajah yang jauh dari cantik dan pakaiannya sedikit kekecilan untuk tubuhnya yang tidak terlalu langsing.     

Ia terlihat sama sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam bayangan Nicolae. Pemuda itu menyipitkan mata, berusaha mencari kemiripannya dan akhirnya ia sadar bahwa kemungkinan foto-foto yang diterimanya itu diambil sekitar 10 tahun dan 30 kg yang lalu     

Setelah kencan buta pertama dan kedua yang berlangsung tanpa ada tindak lanjut, ia sebenarnya tidak berharap banyak pada kencan buta yang ketiga ini. Tetapi ia sama sekali tidak menduga bahwa untuk pertama kalinya ia akan bertemu dengan seorang wanita yang yang akan memasukkan profil palsu seperti yang dilakukan oleh anak-anaknya terhadap profilnya sendiri.     

Namun, bedanya adalah kalau di profil yang dipalsukan oleh anak-anaknya ia disebut sebagai pria berusia 45 tahun yang terlihat tua - sementara aslinya ia tampil seperti seorang pemuda berusia 25 tahun yang sangat tampan, maka di profil Louisa, ia mengesankan diri seperti seorang gadis cantik berusia 25 tahun yang pada kenyataannya sudah berumur 40-an.     

Nicolae mendesah pelan dan berusaha menenangkan diri.     

'Baiklah ini bukan masalah besar,' pikirnya. Ia mengulurkan tangan untuk menyalami Louisa dan memperkenalkan dirinya.      

"Selamat malam, Louisa. Akhirnya kita bertemu. Apakah kau sudah menunggu lama?"     

Gadis itu.. ah bukan.. wanita itu, tampak berseri-seri melihat Nicolae ternyata sangat tampan dan begitu menarik dengan pakaian dan jasnya yang mahal. Ia mengulurkan tangan dan tersenyum kepada pemuda itu. Wajah Louisa tampak dipenuhi ekspresi kelegaan dan kebahagiaan yang sangat nyata. Dia bangkit berdiri dan menyalami Nicolae dengan menggenggam tangannya erat-erat.     

"Tidak, aku baru sampai. Senang bertemu denganmu," cicitnya dengan nada suara melengking.     

Aduh... bahkan suaranya pun tidak enak didengar, pikir Nicolae yang tanpa sadar memijat keningnya dengan frustrasi.     

Setelah berbasa-basi, pria itu lalu duduk di kursinya dan meminta menu untuk langsung memesan makanan. Sebagai seorang pria gentleman, apa pun yang terjadi, Nicolae tidak akan mempermalukan Louisa yang telah menipunya dengan mengaku sebagai wanita yang lebih muda dan lebih cantik, padahal dalam kenyataannya penampilan aslinya jauh dari apa yang disebutkan dalam profilnya di situs kencan online tersebut. Nicolae tetap bersikap ramah dan sopan kepadanya.     

Setelah masing-masing memesan makanan, mereka berusaha berbincang-bincang tentang cuaca dan hal-hal remeh lainnya. Dalam hati Nicolae berpikir, kalaupun Louisa tidak menarik secara fisik, ia tidak akan keberatan menghabiskan waktu dengan wanita itu asalkan mereka bisa memiliki bahan pembicaraan yang menyenangkan sepanjang acara makan malam.     

Sayangnya, kesialan Nicolae memang berlipat ganda malam itu. Selain penampilan Louisa tidak menarik, suaranya menyakitkan telinga - persis seperti tikus yang sedang masuk perangkap dan berusaha melepaskan diri, ia pun ternyata tidak memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sia-sia saja Nicolae mencari bahan pembicaraan untuk dibahas. Louisa tidak mengerti apa yang ia bicarakan.     

Akhirnya pemuda tampan itu menyerah dan berkonsentrasi pada makanannya. Ia hanya berhasil membuat Louisa bicara sedikit tentang cuaca, pekerjaannya, dan tentang pemanasan global. Rasanya sesi makan malam kali ini akan terasa sangat lambat dan lama.     

Hidangan starter datang diikuti hidangan pembuka, lalu makanan utama, hidangan penutup, pencuci mulut dan ditutup dengan dessert wine. Barulah akhirnya makan malam yang sangat membosankan itu berakhir. Nicolae hampir saja menghembuskan napas lega.     

"Seperti yang kau bilang kemarin, kau suka nonton film setelah makan malam, maka aku sudah membelikan tiket bioskop film terbaru untuk kita. Sesudah makan malam, kita masih punya waktu untuk ke sana." kata Louisa tiba-tiba sambil mengeluarkan 2 buah tiket dari dalam tasnya.     

Nicolae bukanlah bukanlah seorang aktor yang jago akting seperti Terry. Ia hampir tak dapat menyembunyikan perasaan kaget dan ngerinya. Keringat dingin mengucur deras dan ia tak henti-hentinya memijat keningnya. Ia sungguh merasa terjebak dalam kencan buta yang sepertinya tiada akhir.     

Aaaaah, ia lupa kalau Altair merencanakan acara kencan makan malam yang diikuti dengan menonton film. Ia masih harus bersama Louisa dua jam lagi!     

'Awas kalian, ya,' pikir Nicolae dalam hati, 'Ini akan menjadi kencan buta terakhir yang akan aku ikuti... selamanya.'     

"Oh, begitu ya? Aku lupa kalau aku memang berkata seperti itu di dalam pesan yang lalu. Baiklah, aku akan mengikuti." Nicolae menjawab dengan suara sopan.     

Sebenarnya menonton film sesudah makan malam tidak terlalu buruk karena mereka tidak perlu berbincang-bincang ataupun berbasa-basi sama sekali sampai film-nya selesai. Nicolae sibuk dengan pikirannya sendiri dan bagaimana cara ia membalas dendam kepada kedua anaknya yang sudah menjebaknya untuk melakukan kencan buta yang mengerikan ini, sehingga ia tidak lagi memperhatikan sekelilingnya.     

Baiklah, kalau mereka sudah memberi lampu kuning bagi Nicolae untuk menginap di rumah Louisa, maka setelah makan malam nanti Nicolae akan membuat mereka mengira ia memang melakukannya.     

'Lihat saja. Kalian akan tahu bahwa aku pun bisa menjadi seperti kalian,' pikirnya gemas.     

Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Nicolae sama sekali tidak memperhatikan  betapa begitu banyak wanita di meja-meja di sekitar mereka yang mencuri pandang ke arahnya dan merasa kasihan.     

Tadinya ketika ia lewat dengan penampilannya yang keren dan jasnya yang mahal, serta wajahnya yang sangat tampan, ada banyak orang yang mengira bahwa ia adalah seorang model atau seorang pengusaha atau setidaknya seorang mahasiswa yang berasal dari kalangan atas.     

Sangat banyak wanita yang ingin sekali menarik perhatiannya. Pria ini sungguh sangat tampan, pikir mereka kagum. Namun, ketika ketika mereka melihat bahwa ternyata ia datang untuk duduk makan bersama seorang perempuan paruh baya yang jelek dan gemuk, pelan-pelan mereka mulai berpikir bahwa sebenarnya pria ini bukanlah seperti yang mereka duga sebelumnya.     

Coba saja, mana ada pria muda dan sangat tampan yang bersedia untuk makan malam dengan seorang perempuan tua gendut dan jelek kalau bukan karena uang? Pasti laki-laki ini adalah seorang gigolo! demikian pikir wanita-wanita itu.     

Karena itulah sekarang pandangan para wanita yang ada di restoran itu terbagi menjadi dua. Sebagian ada yang merasa kasihan kepada Nicolae karena menganggap betapa malangnya diri pemuda itu; masih sangat muda tetapi ia sudah harus bekerja keras untuk mencari nafkah sebagai seorang gigolo.     

Sementara, sebagian tamu wanita lainnya justru merasa senang saat mengira bahwa ternyata pemuda tampan ini bisa disewa untuk menjadi kekasih bayaran (gigolo). Ahh.. ia tampan sekali! Mereka tidak keberatan membayar berapa pun tarif yang dimintanya.     

Beberapa wanita yang lebih berani malahan memanggil pelayan restoran untuk menyisipkan nomor telepon mereka agar diberikan kepada pemuda tampan itu. Mereka ingin menyewanya!     

Setelah hampir dua jam, acara makan malam yang diawali dengan starter, hidangan pembuka, hidangan utama, hidangan penutup, dan akhirnya dessert wine itu pun berakhirlah sudah, dan setengah mimpi buruk Nicolae sudah selesai. Kini tinggal bertahan sepanjang dua jam berikutnya untuk menonton film bersama, dan pulang.     

Setelah makan malam yang membosankan itu berakhir, keduanya lalu beranjak berdiri untuk melanjutkan kencan mereka ke bioskop yang terletak di mal sebelah Gedung Continental. Nicolae sudah kebosanan setengah mati, namun demikian sebagai seorang pria sopan dan baik hati, ia sama sekali tidak berubah sikap dan tetap memperlakukan Louisa dengan penuh hormat dan sopan.     

Semua wanita terlihat iri melihat Louisa dengan wajah berseri-seri bangkit dari kursinya lalu berjalan menggandeng tangan Nicolae untuk keluar dari restoran Moonshine. Ugh... saat tangan gemuk Louisa mencengkram lengan Nicolae, pemuda itu mengernyit sedikit, tetapi ia terpaksa membiarkan wanita itu menggandengnya.     

Ia tidak tega menolakkan tangan Louisa dan membuat wanita itu malu di depan banyak orang. Ketika ia hampir sampai di pintu restoran, seorang pelayan yang tadi menerima titipan beberapa nomor telepon, dengan sopan dan ramah menghampirinya dan berbisik pelan di telingan Nicolae. Tangannya menyisipkan beberapa lembar kertas kecil ke dalam genggaman pemuda itu.     

"Ahem.. Tuan. Ada beberapa nyonya kalangan atas yang sangat tertarik dengan jasa Tuan. Mohon Anda menghubungi mereka."     

"Eh?" Nicolae menatap pelayan itu dengan ekspresi tidak mengerti.     

Jasa apa? Mengapa ia harus menghubungi mereka?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.