The Alchemists: Cinta Abadi

Berburu Rusa (2)



Berburu Rusa (2)

1London dan Rune yang terbiasa menggunakan pistol otomatis memilih senjata paling sederhana agar lebih bebas bergerak serta mengendarai kuda jantan berwarna cokelat dan abu-abu.     

Mereka juga belajar berkuda dan menembak bersama Aleksis sejak kecil, dengan diajari oleh Lauriel. Rune termasuk sangat jarang menggunakan senjata, tetapi London masih rajin berlatih menembak sebulan sekali di arena menembak agar tidak kehilangan kecakapannya.     

Terry yang tidak pernah berminat dengan senjata hanya memandangi kedua adiknya yang terlihat sangat gagah di atas kuda masing-masing dengan kagum. Ia sampai bertepuk tangan gembira dan menyemangati mereka agar membunuh setidaknya masing-masing satu rusa.     

Kai, Takeshi, dan Rosalien sudah memiliki kuda kesayangan masing-masing di istal karena mereka memang sering datang ke Targu Mures. Ketiganya tampak gagah sekali dengan penampilan kasual dan jaket kulit serta sepatu berkuda.     

Senjata pilihan Rosalien adalah sebuah pistol kecil yang diselipkannya di dalam sepatu bootnya dan pisau keramik panjang yang ia taruh di pelana kudanya. Gadis itu tampak sangat ahli mengendalikan kudanya dengan berbagai perintah pendek-pendek. Wajahnya yang selalu dingin tampak tersenyum tipis saat ia menyapa kudanya dengan bisikan lembut sebelum naik ke atasnya.     

Senjata pilihan Kai dan Takeshi masing-masing adalah senapan laras panjang yang lebih susah digunakan tetapi memiliki kemampuan menembak sasaran lebih jauh.     

"Kemana Mischa?" tanya Alaric keheranan saat ia membantu Aleksis naik ke pelana kuda mereka. Ia akan mengendarai satu kuda bersama Aleksis sehingga ia memilih kuda terbesar dan paling kuat di istal.     

Mendengar pertanyaan Alaric, Jadeith yang sedang memasang pelana kudanya mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah belakang, lalu menunjuk Mischa yang sedang berjalan ke arah mereka dengan wajah cemas. "Tadi dia sedang menerima telepon. Mungkin penting."     

Mischa berjalan tergesa-gesa menghampiri mereka wajahnya yang tampan kali ini tampak dihiasi kecemasan.     

"Maafkan aku. Aku terpaksa pulang duluan ke Bucharest. Kekasihku masuk rumah sakit..." katanya dengan nada suara menyesal. "Barusan ibunya meneleponku. Gadisku mengalami sesak napas dan segera dibawa ke unit gawat darurat. Dokter belum mengetahui apa penyakitnya."     

Semua orang tampak terkejut dan kuatir. Ini tentu musibah yang tidak diharapkan siapa pun. Alaric mengangguk dan segera menyuruh Mischa untuk pergi.     

"Pergilah. Temani kekasihmu dan pastikan ia memperoleh perawatan medis terbaik."     

"Terima kasih, Tuan."     

Mischa minta diri dengan terburu-buru dan segera meninggalkan kastil menuju bandara.     

Setelah Mischa pergi dan mereka selesai bersiap-siap untuk memulai kegiatan berburu, rombongan segera dibagi menjadi 2 kelompok. Mereka akan bekerja sama untuk memisahkan rusa-rusa incaran mereka dari kelompok besarnya, sementara sebagian yang lain akan memburu rusa yang diinginkan.     

Takeshi, Alaric dan Aleksis, Jadeith dan Rune berada dalam satu kelompok. Sementara Lauriel, Kai, Rosalien dan London berada di kelompok yang lain. Begitu semua siap, perburuan rusa pun segera dimulai.     

"Kita bertemu satu jam lagi dan kelompok yang paling banyak mendapatkan rusa akan menjadi pemenangnya," kata Alaric sambil memberi tanda agar kelompoknya bergerak ke arah Barat.     

"Heii.. aku tidak tahu perburuan ini merupakan kompetisi," kata London keheranan sambil menghentak tali kekang kudanya menuju arah Timur. Aleksis hanya tertawa mendengarnya. Ia tahu Alaric hanya bercanda. Entah kenapa akhir-akhir ini Alaric menjadi lebih hangat dan bahkan mulai bisa berkelakar.     

Ia menyukai suaminya yang pendiam dan selalu tampak dingin di permukaan, tetapi kini melihat ada sisi lain dari kepribadian Alaric yang dulu belum pernah dilihatnya, Aleksis merasa ia pun menyukai versi Alaric yang seperti ini.     

Pria itu memang sangat mirip dengan ayahnya. Lauriel yang dingin dan acuh tak acuh juga sejak beberapa tahun yang lalu mulai berubah menjadi semakin hangat dan lembut karena ada Altair dan Vega dalam hidupnya. Kedua bocah itu menjadi penyebab Lauriel mulai terbiasa bersikap manis. Mungkin itu pula yang dialami oleh Alaric, pikir Aleksis dengan hati senang.     

Di antara rombongan yang berburu, hanya Aleksis yang berbagi kuda dengan suaminya, dan mereka bekerja sama dengan luar biasa baik. Begitu rombongan mereka melihat sekelompok rusa berkumpul di tengah hutan, Aleksis yang sangat mahir mengendalikan kuda memacu kuda mereka dengan lincah mengejar rombongan rusa tersebut yang berusaha secepatnya melarikan diri.     

Tanpa kesulitan ia berhasil melewati berbagai semak, melintasi jalan-jalan setapak sempit dan terjal untuk mendekati seekor rusa besar yang hendak meloloskan diri dengan menyeberangi sungai. Ketika dirasanya jarak mereka sudah pas, ia berhenti tiba-tiba dan dengan sangat mudah Alaric telah menembak mati rusa jantan besar itu tepat di antara kedua matanya.     

Hewan itu mati seketika tanpa merasakan sakit.     

"Tembakan yang bagus," puji Aleksis sambil menoleh ke belakang dan tersenyum manis. Alaric memeluk pinggangnya dan balas memuji istrinya.     

"Istriku sangat trampil mengendalikan kuda, jadi tentu saja aku bisa menembak buruan dengan baik."     

Alaric turun dari kuda dan menaruh satu pelacak di atas tubuh rusa yang mereka bunuh agar nanti pegawainya dapat mengumpulkan hewan buruan yang mereka peroleh. Setelah itu, ia kembali naik kuda dan keduanya kembali bergerak mengejar sisa kelompok mereka yang telah bergerak maju mengikuti rombongan rusa lain yang sudah bergerak cepat menghilang semakin jauh ke dalam hutan.     

Dalam perjalanan, mereka melihat beberapa ekor rusa yang juga berhasil dibunuh Rune, Takeshi, dan Jadeith, tanda bahwa mereka semua juga memperoleh hasil buruan. Saat Aleksis dan Alaric berkumpul kembali dengan rombongannya, mereka menghitung bahwa telah ada 9 rusa yang berhasil dibunuh.     

Wajah-wajah mereka tampak segar dan gembira karena bisa kegiatan berkuda di alam bebas seperti ini merupakan suatu keistimewaan yang tidak dengan mudah dapat dinikmati siapa saja, apalagi sekalian diikuti dengan praktik menembak jitu seperti yang seperti selama ini mereka latih.     

"Aku rasa sudah cukup. Kita sudah membunuh beberapa rusa betina yang akan mengurangi potensi pembiakan lebih jauh. Sebaiknya kita pulang dan biarkan pegawaiku yang membereskan rusa-rusa tadi. Mereka akan langsung mengirimnya ke tempat pemotongan daging untuk dibagi-bagikan kepada penduduk sekitar." Alaric menelepon ayahnya untuk kembali ke tempat berkumpul dan menghitung hasil perolehan perburuan masing-masing kelompok. "Ayah, kami sudah selesai. Kita bertemu kembali di kastil?"     

"Baiklah. Kami juga sudah membersihkan wilayah Timur. Ada 12 rusa yang berhasil kami bunuh," jawab Lauriel. "Tunggu aku menandai mereka sebentar, setelah itu kami akan kembali ke halaman kastil."     

"Baiklah." Alaric menoleh kepada anggota rombongannya dan mengangkat bahu. "Mereka membunuh 12 rusa. Kita kalah."     

Ia tidak keberatan kalah dari ayahnya, tentu saja. Bagaimanapun tidak mudah membunuh hewan yang bisa berlari sangat cepat dan sangat mengenal medan hutan tempat mereka tinggal. Angka sembilan dalam waktu satu jam sudah cukup mengesankan.     

"Mari kita pulang."     

Mereka berkuda dengan santai kembali ke kastil. Pemandangan di kiri kanan mereka terlihat indah sekali. Daun-daun sudah berganti warna dengan kuning dan oranye. Saat mereka lewat, sebagian daun berguguran seperti hujan yang jatuh pelan-pelan membuat pemandangan musim gugur sore itu terlihat dramatis.     

"Aku suka berkuda di sini. Tempatnya indah sekali," komentar Aleksis saat mereka sudah hampir keluar dari hutan. "Kau memilih tempat yang sangat bagus untuk membangun rumah."     

"Aku tahu. Anak-anak pasti akan senang tumbuh besar di sini," balas Alaric.     

Saat ia pertama kali membangun kastil ini tujuh puluh tahun yang lalu dengan mengikuti model bangunan kastil di Austria yang pernah dilewatinya, ia tidak pernah membayangkan akan menjadikan tempat ini sebagai rumah bagi keluarganya. Keluarga hangat yang terdiri atas wanita yang dicintainya dan keempat  anak mereka.     

Tadinya ia memilih Targu Mures karena di sinilah ibunya meninggal dan dimakamkan, sehingga ia merasa memiliki ikatan dengan wilayah ini. Sekarang, setelah mendengar bahwa Aleksis sangat menyukai tempat ini, Alaric memutuskan dalam hati untuk menghabiskan lebih banyak waktu di kastilnya ini.     

Ia akan mengajari anak-anaknya untuk merawat alam dan bertualang. Ia sungguh tak sabar melihat Ireland dan Scotland tumbuh besar dan mereka dapat bertualang bersama-sama.     

Ah... tentunya juga bersama Altair dan Vega. Duh.. ia sangat merindukan anak-anaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.