The Alchemists: Cinta Abadi

Hadiah Terbaik



Hadiah Terbaik

2Mereka tiba di depan kastil dan menemukan Lauriel, London, Kai serta Rosalien sudah duduk beristirahat di anak tangga sambil menikmati minuman segar. London terlihat sudah akrab dengan Kai dan berbincang-bincang dengannya tentang teknologi, sementara baik Lauriel dan Rosalien sama-sama berkonsentrasi membersihkan pisau mereka secara terpisah dari darah rusa yang melumurinya.     

"Rosalien berburu menggunakan pisau?" tanya Aleksis keheranan, sebelum kemudian melompat turun dari kudanya. Alaric menyusul turun dan menjawab sambil mengangkat bahu.     

"Dia sangat ahli melempar pisau. Aku tidak heran kalau salah satu rusa yang dibunuh tadi mati karena lemparan pisaunya."     

"Oh..." Aleksis hanya menyipitkan matanya menatap ke arah rombongan yang sedang beristirahat itu. Rosalien sedikit mengingatkannya akan Paman Rory. Kedua orang itu tampak sama serius dan acuh akan sekelilingnya.     

 Ia hendak berjalan menghampiri Lauriel ketika tiba-tiba terdengar suara seruan nyaring dan dua tubuh kecil berlari menyergap tubuhnya dengan antusias.     

"Mamaaaaa..."     

Aleksis segera berbalik dan menemukan Altair dan Vega memeluknya erat-erat. Ahhh.. ia sangat merindukan kedua anaknya ini. Dengan mata berkaca-kaca ia berlutut dan balas merangkul keduanya dengan penuh kasih sayang.     

"Kalian sudah tiba?"      

"Benar. Papa Nic memutuskan untuk langsung kemari karena pesawat ke Roma dibatalkan. Semua pesawat yang mengarah ke Italia entah kenapa mengalami kerusakan mesin. Untung Papa bisa meretas jadwal penerbangan ke Bucharest di menit terakhir dan kami bisa kemari," jawab Altair menjelaskan.     

"Oh..." Aleksis mengangkat wajahnya dan melihat Nicolae yang berjalan santai dengan tangan di saku mendekatinya. "Benarkah semua pesawat yang mengarah ke Italia rusak? Aneh sekali."     

Nicolae hanya mengangkat bahu. "Semula aku pikir itu kebetulan, tetapi setelah pesawat kelima tidak juga bisa berangkat, aku curiga itu adalah perbuatan seorang hacker yang ingin mencari gara-gara denganku."     

"Mencari gara-gara denganmu? Kenapa? Apakah ada orang yang tahu identitasmu?" tanya Alaric keheranan.     

"Itulah yang akan kuselidiki. Sudah, tidak apa-apa. Yang penting sekarang, anak-anak sudah tiba di sini dengan tidak kurang suatu apa." Nicolae tersenyum dan memeluk saudaranya dengan erat. "Apa kabar? Semoga kau memperoleh cukup tidur dengan adanya bayi kembar di rumah, ya..."     

Alaric menepuk bahu kakaknya dan mengangguk. "Tentu saja. Terima kasih sudah datang."     

Nicolae melepaskan diri dari Alaric dan melangkah ke depan Aleksis yang kini sudah bangkit berdiri. Kedua anaknya memeluk masing-masing kakinya.     

"Aleksis..." Nicolae mencoba tersenyum dengan matanya. Selama ini walaupun bibirnya tersenyum, matanya tidak dapat berdusta, ia masih merasakan kedukaan setiap kali melihat gadis itu. Tetapi kali ini ia berusaha sebaik mungkin untuk menunjukkan bahwa sungguh ia turut bahagia untuk Aleksis. "Selamat ulang tahun. Semoga kau selalu berbahagia."     

Aleksis menatap Nicolae dengan senyum haru, dan perlahan-lahan ia mengangguk. "Terima kasih, Nic. Aku bahagia kau ikut datang merayakannya bersama kami di sini."     

Keduanya terlihat agak canggung selama beberapa detik, tetapi kemudian pelan-pelan baik Aleksis maupun Nicolae melangkah maju dan memberikan pelukan kepada masing-masing, layaknya saudara.     

"Selamat datang," kata Aleksis sambil mencium pipi Nicolae. Pemuda itu mengangguk dan menepuk bahu Aleksis pelan.     

"Aku senang bertemu kalian semua. Aku tidak akan pernah melewatkannya untuk apa pun."     

Semua yang hadir menyembunyikan keharuan mereka dengan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka tahu hari ini adalah momen penting, di saat Nicolae dan Aleksis pelan-pelan berusaha untuk memulihkan hubungan persahabatan mereka, dan bagi Nicolae untuk memperlakukan Aleksis sebagai istri adiknya, tanpa merasa canggung lagi.     

Rasa sedih di hatinya belum hilang, tetapi setidaknya, sama seperti Lauriel mulai bisa melanjutkan hidup dengan merelakan kepergian Luna, Nicolae pun belajar untuk tidak menjauhi keluarganya hanya karena ia masih menyimpan perasaan cinta kepada Aleksis.     

Setelah Aleksis dan Nicolae melepaskan diri, pemuda itu menghampiri ayahnya dan memeluknya.     

"Hallo, Ayah.. apa kabar?" sapanya.     

Lauriel sudah menaruh pisaunya di anak tangga. Ia telah selesai membersihkannya, dan kini memeluk anaknya dengan hangat.     

"Tadi kami berburu rusa. Ayah senang kau sudah tiba." Ia menepuk-nepuk  punggung anaknya dan mengusap kepala Nicolae. Setelah melepaskan diri dari Nicolae, ia menunjuk kepada Kai dan Rosalien dan memperkenalkan mereka kepada anaknya. "Ini anggota keluarga baru kita. Kai Rhionen, Rosalien Rhionen, dan yang itu Takeshi Rhionen."     

Rosalien yang masih membersihkan pisaunya, mengangkat wajah dan mengangguk datar ke arah Nicolae. Kai menghentikan obrolannya dengan London dan berdiri sambil menjabat tangan Nicolae.     

"Selamat sore, Tuan. Kami banyak mendengar tentang Anda dari Tuan Alaric."     

Nicole menyalami Kai dengan hangat. Ia pernah mendengar tentang anak-anak angkat Alaric ini, tetapi ia tidak mengerti kenapa sikap mereka sangat formal kepadanya.     

"Kalian.. anak-anak angkat adikku, kan? Kenapa memanggil Tuan dan bersikap formal begini?" tanyanya keheranan.     

Kai tersenyum dan menggeleng. "Tuan membesarkan kami dan memberi kami namanya, tetapi ia lebih seperti kakak dan pemimpin bagi kami. Aku tidak berani bersikap tidak hormat."     

"Ah..." Nicolae hanya bisa mengangguk-angguk. Adiknya memang aneh, sangat menutup diri dari manusia lainnya. Ia bahkan menjaga jarak dari anak-anak yang dibesarkannya sejak kecil itu karena tidak ingin menganggap mereka sebagai keluarganya dan kemudian harus melihat mereka mati meninggalkannya.     

Takeshi juga menghampiri Nicolae dan menyapanya dengan hangat. Mereka pernah bertemu di Singapura sebelumnya.     

"Tuan sudah tiba. Apakah Anda perlu bantuanku untuk mencari tahu siapa orang brengsek yang sengaja merusak semua pesawat agar Anda tidak bisa berangkat ke Italia?" tanyanya setelah menyalami Nicolae.     

"Terima kasih, Takeshi. Aku akan mencoba mengatasinya sendiri. Mungkin ini hanya hacker iseng yang ingin menantangku atau mencari gara-gara," jawab Nicolae ringan.     

Ini bukan masalah darurat, pikirnya. Saat ini fokusnya adalah berkumpul bersama keluarganya. Hal-hal lain yang tidak penting bisa menunggu.     

"Ayo.. kalian mandi dulu. Nanti kalian bisa bertemu adik bayi," kata Aleksis kepada kedua anaknya yang masih memeluk kedua kakinya.     

"Sebentar, aku mau memeluk Ayah dulu. Aku sangat merindukannya," kata Altair dengan wajah berseri-seri. Ia melepaskan diri dari kaki ibunya dan segera menyerbu ayahnya yang terpana mendengar ucapannya. Alaric membungkuk dan mengangkat anaknya ke udara. Ia sangat senang mendengar bahwa anak lelakinya merindukannya.     

"Ayah juga sangat merindukanmu!" Ia menciumi Altair sebelum kemudian menaruhnya kembali ke tanah. Vega berjalan mendekati Alaric dengan sikap malu-malu, kemudian mengulurkan tangannya dan memegang tangan Alaric.     

"Aku juga merindukan Ayah..." bisik gadis kecil itu. Sepasang mata birunya menatap Alaric dalam-dalam, membuat ayahnya terharu dan tersenyum bahagia.     

"Ayah senang kau sudah pulang." Alaric menggendong Vega dan menciuminya berkali-kali. "Kau semakin cantik dan Ayah juga sangat rindu kepadamu."     

Aleksis merasa sangat bahagia karena di hari ulang tahunnya kali ini, semua orang yang dikasihinya berkumpul bersama. Ini sungguh merupakan hadiah terindah yang dapat diharapkan siapa pun.     

Wajahnya berseri-seri ketika ia menghalau semua orang dan menyuruh mereka membersihkan diri sebelum bersiap untuk makan malam bersama.     

"Kalau begitu, kalian silakan membersihkan diri dulu. Sebentar lagi kita akan bersiap-siap untuk makan malam."      

Altair dan Vega menyapa dan memeluk kakek, nenek dan semua paman mereka sebelum mengikuti ayah mereka masuk ke dalam kastil untuk melihat kedua adik bayi mereka yang menggemaskan.     

"Kau beristirahat saja dulu dan minum wine, biar santai. Pasti perjalanan ke sini cukup melelahkan," komentar Aleksis kepada Nicolae.      

"Terima kasih, tapi aku sudah cukup banyak duduk di pesawat dan mobil, pantatku jadi sakit. Aku mau jalan-jalan dulu ke sekitar tempat ini. Kau mau menemaniku?" tanya Nicolae.     

"Tentu, saja. Tempat ini indah sekali. Akan kubawa kau ke tempat favoritku," Aleksis mengangguk gembira. Ia benar-benar merasa lega melihat sikap Nicolae kali ini. Pemuda itu tidak lagi menjauhinya!     

Aleksis tumbuh tanpa memiliki banyak teman, sehingga baginya, kehilangan sahabat seperti Nicolae tahun lalu sungguh merupakan peristiwa yang membuatnya cukup terpukul. Ia memang mendapatkan suaminya kembali, tetapi pada saat yang sama ia kehilangan sahabatnya. Oh, betapa bahagianya Aleksis jika Nicolae kembali mau bersahabat dengannya.     

Setelah melihat Alaric menghilang ke dalam kastil dengan kedua anak mereka, Aleksis menoleh ke arah Nicolae dan menunjuk ke arah Timur.     

"Di sana ada taman bunga yang sangat cantik. Alaric membuat tugu untuk ibu kalian di sana. Aku yakin kau mau melihatnya."     

"Tentu saja," Nicolae mengangguk dan tersenyum mendengar kata-kata Aleksis. "Aku akan senang sekali."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.