The Alchemists: Cinta Abadi

TIGA BULAN!



TIGA BULAN!

1Rombongan kecil itu tiba di depan kastil saat matahari terbenam dan pemandangan dari bukit tempat mereka berada sungguh luar biasa. Setelah keluar dari mobil, untuk sesaat mereka memandang lembah di bawah mereka dan terpaku.     

"Tempat ini cantik sekali..." gumam Finland.      

Aleksis telah keluar pintu kastil dan menyambut mereka dengan gembira. Bentuk tubuhnya hampir kembali seperti semula, yang pasti akan membuat begitu banyak wanita iri, karena dalam waktu hanya tiga bulan setelah melahirkan ia telah dapat memulihkan bentuk tubuh indahnya.     

"Silakan masuk. Kami punya teras khusus untuk  mengamati matahari terbenam di lantai tiga," katanya dengan ceria. Beberapa android dengan efisien telah membantu membawakan barang-barang para tamunya ini dan mengatur ruangan untuk mereka masing-masing.     

Sepuluh menit kemudian keluarga besar itu telah berada di teras cantik di lantai tiga yang menghadap ke barat dan menyajikan pemandangan lembah yang indah di bawah sana. Beberapa pelayan android membawakan makanan dan minuman dan anggota keluarga Schneider serta Medici menikmati penghujung hari yang terlihat sangat indah itu sambil menikmati minuman dan berbincang-bincang.     

"Sepuluh tahun dari sekarang, Altair dan Vega sudah dewasa, dan ketiga bayi ini akan hampir menjadi remaja," komentar Caspar dengan sikap sedikit bernostalgia sambil memandang anak-anaknya dan ketiga bayi dalam gendongan mereka. "Keluarga kita sudah bertambah besar."     

Finland tersenyum senang melihatnya. Hari ini ia merasa sangat bahagia. Ia masih ingat masa mudanya yang kesepian dan ia harus hidup sendiri. Sungguh sangat menyedihkan. Kini ia dikelilingi oleh orang-orang yang sangat disayanginya, termasuk Jean sahabatnya dan Lauriel.     

Jean menjadi bagian dari keluarganya karena Terry.  Dan Terry sendiri sudah menjadi kakak sulung bagi ketiga anak kandung Finland dan Caspar. Sementara Lauriel yang merupakan sahabat Caspar dan telah dianggap seperti kakak sendiri oleh Finland, kini menjadi besan mereka, karena anak laki-laki Lauriel menikah dengan Aleksis, dan Nicolae, anak lelakinya yang satu lagi menjadi ayah kedua bagi Altair dan Vega.     

Finland sungguh merasa sangat beruntung memiliki mereka semua dalam hidupnya. Portia dan Ned juga menjadi orang tua angkat Alaric, dan pria itu sendiri masih mempunyai empat orang anak angkat yang diasuhnya sejak kecil dan kini akan segera menerima ramuan keabadian. Sungguh keluarga mereka kini sudah menjadi begitu besar dan kuat.     

Aleksis dan Alaric yang melihat London datang sendiri, tanpa L, dan hanya membawa Lily segera menyadari bahwa telah terjadi sesuatu di antara adiknya ini dan L. Tetapi sebagai kakak yang baik, Aleksis sama sekali tidak menyinggung hal itu. Ia percaya bahwa London sudah cukup dewasa untuk dapat mengambil keputusan yang terbaik.     

Ia sebenarnya menyukai L, tetapi Aleksis sadar bahwa London dan L memang masih terlalu muda untuk menikah. Ia hanya berharap kedua orang muda itu dapat tetap menjadi orang tua yang utuh bagi Lily, walaupun mereka sedang tidak bersama.     

Karena ia memiliki dua bayi lelaki, Aleksis sangat suka menggoda Lily. Ia sengaja mengatur agar keranjang tempat Lily dibaringkan ditaruh di tengah, di antara keranjang Ireland dan Scotland dan ia berkali-kali mengajak Lily bermain untuk memancingnya tersenyum.     

"Lihat mereka bertiga, kompak sekali ya? Aku akan sangat senang kalau Lily bisa tumbuh bersama Ireland dan Scotland," kata Aleksis saat menjawil hidung Lily yang menggemaskan. Keponakannya itu menatapnya lekat-lekat dengan sepasang mata yang hampir tidak berkedip. Ia tampak sangat tertarik kepada sang bibi. "Ahhh... Lily lucu sekali! Aku berharap nanti anak-anakku tidak memperebutkannya setelah mereka dewasa..."     

Mendengar kata-kata Aleksis, tanpa sadar Alaric batuk-batuk dan hampir tersedak wine-nya sendiri. Mau tak mau pernyataan Aleksis membuatnya teringat pada dirinya sendiri dan Nicolae yang jatiuh cinta pada wanita yang sama.     

Istrinya menatapnya keheranan. Beberapa detik kemudian barulah Aleksis menyadari apa yang terjadi dan spontan menekap bibirnya. "Astaga... bukan. Bukan itu maksudku. Tentu saja mereka tidak akan memperebutkan Lily. Lily sendiri yang akan memilih... Hahahaha."     

Seolah mengerti maksud bibinya, Lily tiba-tiba saja tersenyum lebar. Ayahnya sangat kaget melihat senyum yang tiba-tiba muncul di wajah bayi mungilnya. London menjerit panik dan menggapai-gapai, "Ambilkan ponselku... kamera, apa saja... Aku harus mengabadikan ini. Lily barusan tersenyum!!! Kalian lihat tidak???"     

Seisi keluarganya hanya tertawa melihat London dengan panik buru-buru merekam wajah tersenyum Lily dan berkali-kali mendecak kagum. "Anak ini  cantik sekali kalau tersenyum. Ia tidak seperti bayi-bayi lainnya yang terlihat seperti monyet waktu baru dilahirkan. Cantik sekali! Paling cantik di dunia..."     

Semua orang hanya bisa memutar mata mendengar London mengucapkan hal yang sama berkali-kali sejak pertama Lily dilahirkan. Pria itu sangat bangga kepada anak satu-satunya ini. Tidak ada satu pun hal tentang Lily yang baginya tidak penting, dan ia tidak bosan-bosannya memuji Lily di depan siapa pun manusia yang mempunyai telinga.     

"Jangan kuatir, di atas sana ada kamera." Alaric menunjuk ke beberapa titik di atas kepala mereka dengan santai. "Seluruh tempat ini dilengkapi kamera pengawas super HD. Aku akan menyuruh sistem mengirim semua video Lily kepadamu."     

"Ahh... hebat sekali! Aku akan sangat senang. Terima kasih."     

"Tidak apa-apa. Bagaimanapun nantinya Lily akan menjadi menantu di keluarga Medici." Alaric hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. Rupanya ia setuju dengan kelakar istrinya barusan.     

"Eh? Menantu keluarga Medici?" London mengerutkan keningnya. "Lily menikah dengan salah satu anakmu ini, maksudmu?"     

Ia menunjuk Ireland dan Scotland yang sedang berbaring di keranjang mereka sambil menatapnya lekat-lekat, seolah mereka mengerti ia sedang membicarakan mereka.     

"Kenapa memangnya?" Alaric menyipitkan matanya dan suaranya terdengar berbahaya. "Anak-anakku sangat tampan dan pintar. Kau menganggap mereka tidak cukup baik untuk anakmu?"     

London hanya bisa menelan ludah dan memijit kepalanya. Alaric memang sangat menyeramkan kalau sudah menyangkut anak-anaknya.     

Padahal bukan itu maksud London sama sekali. Ia hanya keheranan melihat semangat Aleksis dan Alaric dalam menjodohkan anak-anak mereka yang baru berusia 3 bulan. TIGA BULAN!     

Ia tidak pernah bermimpi akan menjodohkan Lily dengan lelaki mana pun. Kalau perlu ia akan mengurung anaknya di menara tinggi dan hanya mengizinkannya keluar saat Lily sudah berusia seratus tahun. Ia tidak mau Lily berlaku terlalu bebas seperti kakaknya Aleksis yang kemudian menikah diam-diam saat umurnya masih sangat muda.     

Begitu Lily menikah, ia pasti akan meninggalkan rumah dan mengikuti suaminya. London tidak rela hal itu terjadi demikian cepat. Apa-apaan ini, kakaknya sudah membicarakan perjodohan di antara bayi-bayi  tiga bulan??     

Keterlaluan.     

Walaupun ia kesal, London sudah belajar untuk tidak lagi berani-beraninya menyinggung Alaric tentang anak-anaknya, karena itu London sama sekali tidak menjawab pertanyaan ketus Alaric tentang apakah anak-anaknya dianggap tidak pantas menjadi pendamping Lily atau tidak. London akhirnya berpura-pura mengangkat panggilan telepon dari Jan untuk menghindari pertanyaan tersebut.     

"Hai, Jan. Iya, aku sekarang sedang di Targu Mures. Jangan lupa kirimkan laporan tentang acara penghargaan itu ke emailku besok pagi. Terima kasih." Ia menutup  teleponnya dan menaruh ponselnya ke saku. Ia kemudian mengangkat wajahnya memandang Aleksis seolah tidak terjadi apa-apa. "Di mana aku bisa mengambil ASI perah untuk Lily? Kurasa dia sudah mulai lapar."     

Aleksis tahu London mencoba mengalihkan pembicaraan dan tersenyum lebar. "Kau bisa mengikuti Cyg ke dapur. Ia akan menunjukkan tempatnya."     

Robot pelayan yang dipanggil Cyg segera muncul di hadapan London dan memberi tanda agar pria itu mengikutinya, London segera menghilang ke dapur untuk menyiapkan ASI bagi Lily.     

Setelah London menghilang dari pandangan, Aleksis buru-buru menegur suaminya.     

"Kau membuatnya takut," komentar Aleksis sambil menahan tawa. "Kau tahu aku hanya bercanda. Bayi-bayi ini masih sangat kecil."     

Alaric hanya mengangkat bahu. Ia tahu Aleksis bercanda, tetapi ia tidak.     

Ia mengamati Lily yang berbaring di keranjang diapit kedua putranya. Sepasang mata Lily yang cerdas mengikuti gerak-geriknya dan menatapnya tanpa lepas. Alaric sangat menyukai bayi perempuan itu. Ia sungguh-sungguh ingin melihat salah satu anaknya suatu hari nanti mendapatkan hati Lily Schneider setelah mereka dewasa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.