The Alchemists: Cinta Abadi

Semua Berkumpul



Semua Berkumpul

1London akhirnya merasakan bagaimana derita seorang ayah baru. Malam itu Lily terbangun 5 kali karena lapar dan sekali karena buang air. Ia tidak mengira tubuh bayi yang demikian mungil bisa menghasilkan kotoran sangat banyak. Untungnya ia sudah berlatih untuk mengganti popok dengan baik sehingga ia tidak terlalu kesulitan.     

Yang membuat tugasnya berat adalah kenyataan bahwa tidurnya menjadi sangat berantakan. Baru saja ia terlelap satu jam, suara tangisan lemah dari sampingnya akan membuatnya tersentak bangun.     

Ponselnya yang terhubung dengan mesin penerjemah tangisan bayi menandakan Lily sedang lapar, maka ia buru-buru menggendong Lily agar bayinya berhenti menangis dan kemudian berjingkat-jingkat ke dapur untuk menghangatkan sebotol susu.     

Lily mula-mula menolak mentah-mentah minum ASI dari botol, tetapi karena kegigihan ayahnya, akhirnya bayi itu luluh dan mau menghisap susu dari botol. Selama minum, pandangan matanya tidak pernah lepas dari wajah ayahnya, dan tangannya yang lincah mengusap-usap pipi ayahnya yang menatapnya balik dengan pandangan penuh kekaguman.     

Setelah sepuluh menit minum susu, Lily akan tergolek pulas dan melepaskan bibirnya secara otomatis dari botol susunya. Ayahnya yang terkantuk-kantuk akan segera bangun dan membawanya kembali ke kamar lalu membaringkannya dengan sangat hati-hati di tempat tidur bayi.     

London akan kembali tidur dan dua jam kemudian, saat tidurnya baru hendak menjadi pulas, Lily akan kembali menangis lapar. Setelah proses yang ketiga kali, London sudah bergerak otomatis hampir seperti robot saat ia menggendong Lily ke dapur dan menyiapkan susunya. Lily akan mengulangi rutinitasnya ini hampir setiap dua jam sekali.     

Dalam hati London bersyukur L hanya melahirkan satu orang anak. Ia tidak dapat membayangkan kerepotan yang dialami Alaric karena mengurusi dua bayi kembar sekaligus. Pasti sangat melelahkan, pikirnya. Pantas saja kakak iparnya itu sekarang sama sekali tidak mau mengurusi bisnis dan menyerahkan semuanya kepada keempat anak angkatnya.     

***     

"Kau tidak tidur ya semalam?" tanya L saat ia  bangun di pagi hari. Ia memperhatikan lingkaran hitam di bawah kedua mata London. "Apakah Lily sangat menyusahkan?"     

London membuka sebelah matanya dan menggeleng. "Sama sekali tidak. Lily adalah bayi paling manis di dunia."     

Ia lalu kembali tidur.     

L hanya tertawa melihatnya. Ia lalu mengambil Lily dari tempat tidurnya dan membawanya keluar untuk berjemur. Sambil duduk memangku Lily di tengah taman bunga rumah mereka, L menyanyikan beberapa lagu dengan suaranya yang indah. Lily tampak sangat menikmati suara ibunya. Pandangannya tak pernah lepas dari wajah L.     

London yang mendengar suara nyanyian L dari luar merasa seolah dininabobokkan. Tidurnya menjadi semakin pulas.     

Ia baru berangkat ke kantor saat hari sudah sangat siang. Ibunya dan Rune telah datang untuk membantu di rumahnya. Mereka sudah memesan peralatan asisten rumah tangga digital. Selain itu ia juga perlu bantuan untuk memasak makanan segar dan sehat untuk L agar asupan ASI untuk Lily tetap terjaga. Karena itulah ia sangat bersyukur rumah keluarganya terletak sangat dekat dari rumah mereka.     

***     

Di ruangannya yang besar, London sedang meneliti laporan Jan tentang bisnis keluarga Swann dan kumpulan informasi tentang Caroline Wendell dan keluarganya.     

"John Wendell ini adalah teman dekat ayah Danny saat masih kuliah. Keluarganya sebenarnya masih memiliki darah bangsawan, tetapi mereka miskin, sehingga tidak dipandang oleh orang-orang. Ayahnya menghabiskan semua kekayaan keluarganya di meja judi. John banyak dihina kerabat jauhnya karena keluarganya jatuh miskin. Mungkin itu sebabnya ia ingin mengincar harta keluarga Swann dengan menjodohkan anak-anak mereka agar ia dapat mengembalikan kehormatan keluarga Wendell sendiri," komentar Jan.     

"Hm... bisa jadi." London mengangguk. "Orang-orang seperti dia biasanya akan senang mendekati orang-orang kaya dan berkuasa untuk dimanfaatkan. Apa pekerjaan John Wendell ini?"     

"Saat ini ia adalah salah seorang direktur di rumah sakit yang dimiliki keluarga Swann. Tuan punya rencana apa?" tanya Jan dengan penuh perhatian. Ia tahu dari ekspresi bosnya bahwa London sedang memikirkan sebuah rencana untuk membalas orang-orang yang sudah menjahati L.     

"Kalau begitu kau cari cara untuk bekerja sama dengan rumah sakit mereka agar kita bisa menjalin hubungan. Kita bisa mendirikan rumah sakit di Berlin dan mengajak rumah sakit mereka bermitra, atau apalah. Kau lebih tahu. Orang seperti John Wendell pasti akan senang bisa mendapatkan akses kepada keluarga Schneider. Kita jangan buru-buru mendekati mereka. Jangan sampai mereka curiga kita memiliki niat tertentu terhadap mereka. Pelan-pelan kau bisa mendekati kedua keluarga itu. Nanti aku akan mengadakan pesta besar-besaran dan kau bisa mengundang mereka. Kita akan buat John Wendell mengira aku tertarik kepada anaknya."     

Sepasang mata Jan seketika tampak berbinar. Ini sungguh rencana yang bagus. Kalau John sampai mengira London Schneider tertarik kepada Caroline, tentu ia akan menganggap keluarga Schneider sebagai keluarga yang lebih berharga untuk dikejar daripada keluarga Swann. Ia pasti akan membuang keluarga Swann begitu saja.     

Seiring dengan proses penyelidikan mereka, London dan Jan akan dapat mengetahui apakah Danny dan keluarganya turut andil dalam pembunuhan keluarga L, ataukah itu murni rencana dan perbuatan John Wendell saja.     

Kalau memang Danny dan keluarga Swann ikut andil, maka akan sangat gampang menghukum mereka. London akan membuat mereka semua bangkrut dan masuk penjara dengan mudah. Tetapi kalau keluarga Swann benar-benar tidak terlibat, maka mereka juga sebenarnya adalah korban dan London akan berdosa jika ikut menghukum mereka.     

Ia merasa tidak perlu terburu-buru, toh sebentar lagi ia akan menikahi L dan mereka sudah memulai hidup mereka bersama dengan tenang. Ia tidak mau tergesa-gesa membalas dendam untuk L. Pembalasan dendam yang dilakukan dengan cermat dan terencana dengan baik akan jauh lebih memuaskan daripada sekadar menghukum pelakunya begitu saja.     

"Kau urus kerja sama yang kumaksud tadi. Berikan laporan kepadaku setiap hari, sudah sampai mana kemajuannya."     

"Baik, Tuan."     

Setelah mengurusi banyak pekerjaannya yang sempat terbengkalai beberapa minggu terakhir, London kembali ke penthouse-nya. Ia meminta Leon dan Dean, dua pengawalnya untuk membantu membawakan barang-barang pribadinya dari penthouse.     

Ia sudah berencana untuk menjadikan rumahnya bersama L di Grunewald sebagai tempat tinggal utama mereka. Nanti setelah ia dan L menikah, ia akan pindah ke kamar L dan menggunakan kamarnya sekarang sebagai walk-in closet untuk pakaian dan barang-barang pribadi mereka.     

***     

Ketika ia tiba kembali di rumah pada sore hari, London terkejut melihat ada tamu yang tidak terduga olehnya ternyata menyempatkan diri mampir ke Grunewald.     

"Hei.. kapan datang?" tanya London sambil tersenyum lebar dan berjalan memeluk kakaknya, Aleksis yang sedang duduk bersantai di teras bersama Finland dan L sambil minum teh. "Di mana anak-anak?"     

Ia melihat ke sekeliling dan segera menyadari ayahnya sedang mengayun-ayun Lily di dalam gendongannya sambil memasang wajah aneh-aneh untuk membuat bayi mungil itu tertawa. Sayangnya usahanya sia-sia, karena Lily belum bisa tertawa dan hanya memandanginya dengan kening berkerut.     

Sementara itu, tampak di ujung taman ada Alaric sedang duduk di kursi malas di dalam gazebo sambil memangku Scotland di dadanya. Tangannya mengelus-elus kepala bayinya yang sedang tertidur pulas, sementara Rune duduk di sebelahnya sambil membacakan buku untuk Ireland. Bayi laki-laki itu tampak berkali-kali menguap sangat lebar.     

"Wahh.. semuanya berkumpul di sini. Aku senang sekali..." gumam London dengan suara yang tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.