The Alchemists: Cinta Abadi

Lily Yang Terbaik!



Lily Yang Terbaik!

3"Kau sudah siap?" tanya London sambil meremas tangan L yang terlihat sedikit gemetar. Ia tahu gadis itu sangat tidak sabar ingin segera memeluk Lily. L mengangguk pelan. Mereka berdua memperhatikan Dokter Alice melakukan pemeriksaan terakhir dan membaca hasil analisis kondisi Lily dengan wajah cerah.     

"Semuanya baik. Lihat saja matanya sudah terbuka dan Lily sudah bisa tersenyum. Kalian harus mendekat agar ia bisa melihat kalian. Jarak pandang bayi seusianya masih sangat pendek, tidak sampai satu meter," kata dokter Alice.     

Ia memberi tanda agar pasangan itu mendekat. Dengan penuh semangat London dan L mendekat ke arah inkubator dan melihat bayi mereka baik-baik. Benar saja, sepasang mata abu-abu Lily tampak berkedip-kedip dan memusatkan perhatian kepada mereka. Tanpa sadar L menahan napas dan menekap bibirnya.     

"Ya Tuhan... Lily menatap ke arahku," bisiknya sambil memegang tangan London kuat sekali.     

Dokter Alice tersenyum melihat respons kedua orang tua muda ini dan ia kemudian melepas alat-alat penunjang kehidupan pada tubuh Lily lalu menggendong bayi mungil itu keluar dari inkubator.     

"Nyonya mau menggendongnya sekarang?" tanyanya kepada L. Dengan tanpa suara L mengangguk mengiyakan. Dokter Alice lalu menyerahkan Lily pelan-pelan ke gendongan ibunya. "Silakan... setelah ini kita akan melatih Lily untuk menyusu langsung dari ibunya ya. Selama ini ia terbiasa mendapatkan asupan ASI dari selang sehingga refleks mengisapnya belum terlatih. Ini perlu waktu."     

"Terima kasih, Dokter," bisik L dengan suara pelan sekali.     

Air matanya membanjir saat Lily telah ada dalam gendongannya. Tubuh L agak gemetar. Ia tak pernah mengira pengalaman menggendong anaknya untuk pertama kali akan terasa begitu mengharukan. London hanya dapat menyaksikan L dan Lily dengan pandangan takjub.     

Ia merasa tidak ada satu pun hal yang diingininya di bumi ini selain kedua manusia di hadapannya sekarang. L dan Lily membuat hidupnya lengkap. Ia tak menginginkan apa-apa lagi.     

"Kau mau menggendong Lily?" tanya L sambil menoleh kepada London. Pria itu mengangguk dengan penuh semangat. Ia menerima Lily dari gendongan L dan, sama seperti halnya gadis itu, keharuan pun segera  melingkupi dirinya. Tubuh Lily masih sangat mungil, tetapi sudah tidak serapuh dan sekecil saat pertama kali ia dilahirkan, yang memiliki berat tidak sampai 700 gram.     

Bayi mungil nan jelita ini tampak sangat bersih dan ekspresif. Sepasang matanya menatap ayahnya lekat-lekat seolah mematrikan wajah ayahnya ke dalam hatinya.     

"Ahhh.. kau cantik sekali. Cantik sekali!" Berkali-kali London memuji anak perempuannya ini. Mengingat betapa beratnya proses kelahiran Lily yang lalu, dan betapa cantik anaknya ini, London merasa ia tidak menginginkan L untuk melahirkan anak lagi. Menurut London, ia tak akan dapat membagi kasih sayangnya kepada anak lain. Lily yang terbaik!     

"Lihat saja... kau akan menjadi anak perempuan paling disayang di seluruh dunia," bisiknya. "Ayah akan memberikan apa pun yang kau inginkan. Mulai sekarang, hidup ayahmu ini hanya untuk mengabdi kepadamu, Putri Kecil."     

Ia kini mengerti bagaimana perasaan Caspar dan Lauriel kepada Aleksis. Ia mengerti mengapa mereka sangat menyayangi kakak perempuannya. Selain karena Aleksis adalah anak pertama bagi keduanya, anak perempuan memang istimewa. Anak perempuan selalu mendapatkan tempat khusus di hati ayahnya.     

"Lily sangat jarang menangis," komentar L kuatir. "Awalnya kukira itu karena dia masih micro-premature dan belum kuat untuk menangis, tetapi nyatanya, sekarang pun ia masih tenang dan sangat jarang menangis. Aku tidak mengerti. Apakah ini semacam kelainan?"     

Dokter Alice hanya mengangkat bahu sambil tertawa kecil. "Itu tidak apa-apa. Sungguh. Berbahagialah Nyonya dan Tuan karena Nona Kecil sangat tidak menyusahkan. Bayi itu hanya menangis kalau mereka lapar, buang kotoran, mengantuk, atau merasa tidak nyaman seperti kepanasan atau kedinginan. Jadi kalau ia hidupnya nyaman dan tidak pernah kekurangan apa pun, tentu ia tidak punya alasan untuk mengeluh... hahaha."     

"Hmm... begitu ya?" L mengangguk-angguk, walaupun wajahnya masih terlihat ragu.     

"Benar. Selalu ada perawat di sini yang mengurusinya, membersihkannya dan mengganti popoknya setiap dibutuhkan, ia bisa tidur dengan nyaman dengan suhu terbaik, makanan untuknya selalu tersedia, dan ia tidak pernah kesepian karena Tuan dan Nyonya selalu ada untuknya. Aku rasa bayi mana pun tidak akan mengeluh jika disayangi sedemikian rupa." Dokter Alice berusaha meyakinkan L agar tidak kuatir.     

L dan London bertukar pandang. Mereka senang mengetahui bahwa menurut Dokter Alice anak mereka adalah anak yang hidupnya bahagia.     

"Sekarang aku bisa membantu Nyonya untuk menyusui sendiri, agar Nona Kecil dilatih untuk minum ASI dari Ibunya."     

London mengangguk dan menyerahkan Lily kembali ke pangkuan L. "Kalau begitu aku pergi dulu."     

"Kau mau kemana?" tanya L keheranan melihat London hendak keluar ruangan.     

London hanya bisa garuk-garuk kepala. "Uhm... kau mau menyusui, kan? Sebaiknya aku tidak di sini. Aku tidak mau kau menjadi canggung."     

L hanya memutar matanya. "Kenapa aku mesti canggung? Aku akan memberi makan seorang manusia. Apa itu hal yang memalukan? Lagipula sebaiknya kau di sini dan mencatat semua instruksi dari Dokter Alice. Nanti kau bisa membantuku kalau aku mengalami kesulitan."     

Dokter Alice mengangguk. "Benar. Suami sebaiknya mengerti proses menyusui yang baik. Nanti kalau sang ibu berhalangan, karena sakit atau mesti pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan, ASI bisa diberikan oleh sang ayah dengan menggunakan botol. Nah, ini juga perlu teknik tersendiri agar bayi mau mengisap ASI dari botol."     

"Ah, baiklah. Aku mengerti." London mengangguk-angguk. Ia lalu duduk di seberang L dan memperhatikan semua petunjuk dari Dokter Alice dan bagaimana L mengeluarkan payudaranya dan mulai menyusui Lily.      

Pria itu benar-benar heran pada dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya dalam hidup ia tidak merasa terangsang saat melihat payudara seorang wanita cantik terbuka di depannya. Ia mengakui payudara L sejak melahirkan dan menyusui memang terlihat SANGAT INDAH, tetapi kali ini ia benar-benar tidak memiliki pikiran mesum di dalam kepalanya. Hanya perasaan kagum.     

Rasanya sulit dipercaya seorang manusia dapat melahirkan manusia kecil dari perutnya dan sekarang ia juga menghasilkan sumber makanan yang akan membuat sang manusia kecil tumbuh sehat dan besar. Sebagai pria, ia tidak akan pernah tahu rasanya. Ia hanya bisa mengagumi.     

Lily tampak menyipitkan matanya dan memperhatikan payudara ibunya dengan ekspresi penuh pertanyaan. Tangannya yang mungil bergerak mempermainkan dada ibunya tetapi mulutnya sama sekali tidak tampak tertarik untuk mengisap ASI dari situ. L harus berkali-kali menaruh puting payudaranya di mulut bayinya sebelum akhirnya Lily mau memasukkannya ke dalam mulut dan mencoba mengisap.     

"Berhasil!" desah L dengan lega setelah sepuluh menit mencoba, akhirnya Lily mau mulai mengisap ASI dari payudaranya.  Ekspresi lega L sama dengan ekspresi lega London yang kini tidak perlu kuatir anaknya akan kelaparan setelah keluar dari inkubator.     

"Kau berhasil!" London mengacungkan sebelah tangannya yang dibalas L dengan penuh semangat. Sebagai orang tua baru, keduanya merasa sangat senang telah berhasil melampaui satu milestone baru bersama-sama.     

Lily akhirnya keluar dari inkubator dan sekarang sudah bisa menyusui langsung dari ibunya. Mulai sekarang bayi mereka akan hidup normal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.