The Alchemists: Cinta Abadi

Lily Menangis



Lily Menangis

0Acara minum teh itu terasa sangat berkesan. London sangat senang melihat betapa ibunya dan L memiliki sangat banyak persamaan dan mereka segera menjadi akrab. Ia juga bisa melihat betapa ayah dan adiknya menyukai L, terlihat dari cara mereka mengajaknya bicara dan terus saja menambahkan kue dan teh teh ke cangkirnya.     

Ahh... alangkah indahnya kalau L sudah mengetahui bahwa ini semua adalah keluargaku sendiri, pikir London dengan wajah muram.     

Ugh... dia benar-benar harus menghubungi Bibi Billie, mengundangnya untuk menyanyi di pernikahannya dan L, dan saat itulah ia akan dapat memperkenalkan seisi keluarganya.     

Ya, itu rencana yang baik.     

Acara minum teh yang menyenangkan itu akhirnya berakhir juga dan dengan berat hati London dan L minta diri sambil membawa anjing mereka yang nakal pulang.     

"Bagaimana pendapatmu tentang keluarga Schneider?" tanya London saat mereka tiba di gerbang rumah mereka. Ia memencet remote pembuka gerbang dan masuk bersama L ke dalam.     

L tampak sangat terkesan. "Aku tidak menyangka mereka ramah sekali! Untuk ukuran orang sekaya mereka, sikap mereka sungguh sangat rendah hati dan menyenangkan. Aku sering bertemu orang yang kayanya biasa saja tetapi sikapnya sok bukan main."     

"Oh ya?" London mengangguk-angguk senang. Menurutnya satu masalah sudah selesai jika L dan keluarganya saling menyukai. Nanti, begitu ia membuka identitasnya kepada L, ia tidak usah takut L tidak akan menyukai keluarganya.     

Lagipula, keinginan ibunya untuk menjenguk Lily bisa terkabul dengan segera, karena tadi L sudah mengundang keluarga Schneider untuk kapan-kapan datang berkunjung ke rumah mereka.     

***     

"Aku mulai bekerja hari ini. Kau ada kesibukan apa minggu ini?" tanya London saat mereka berdua sarapan di meja makan pagi itu.      

"Aku latihan menyanyi saja di rumah," jawab L. "Minggu depan aku ada jadwal tampil di TV, acaranya disiarkan live, jadi aku mesti gladi resik akhir pekan ini."     

"Baiklah.. kalau kau merindukanku jangan segan-segan menelepon," kata London sambil tersenyum lebar. L hanya memutar matanya.     

Akhir-akhir ini suasana hati L semakin membaik. Kesibukannya membuat ia dapat melupakan berbagai masalah yang melingkupi hidupnya, dan hal ini membuat London senang. Ia masih harus mengurus keluarga Swann dan pembunuh keluarga L secara diam-diam. Ia tidak ingin L dipusingkan oleh hal-hal itu, karenanya ia sama sekali tidak menyinggung kedua hal itu sama sekali.     

Ia sengaja meminta Brilliant Mind Media segera mencarikan kesempatan tampil di acara untuk memberi L kesibukan dan itulah yang sekarang mereka lakukan. Selain menyanyi di sebuah acara TV minggu depan, L juga akan dilibatkan dalam kampanye Virconnect yang baru bersama band Rainfall yang sangat terkenal.     

Ia juga mulai kembali bekerja seperti biasa. L yang melihatnya berangkat ke kantor setiap hari mengira London mendapatkan pekerjaan sebagai asisten manajer HRD di salah satu anak perusahaan Schneider Group.      

London masih mampir ke penthouse setiap hari untuk berganti pakaian agar sesuai dengan statusnya, dan kadang-kadang ia akan memilih bekerja dari penthouse saja kalau ia sedang ingin mendapatkan privasi lebih.     

Siang ini, setelah London mengikuti berbagai rapat yang membutuhkan perhatiannya, ia makan siang di ruangannya ditemani Jan sambil mendengarkan perkembangan terkini tentang kasus keluarga L. Sayangnya kasus pembunuhan itu sama sekali tidak memberikan banyak petunjuk karena kasusnya sudah sangat lama dan berbagai bukti banyak yang hilang.     

"Kau sudah tahu mengapa L tidak ditolong oleh keluarga Swann saat terjadi pembunuhan itu?" tanya London sambil melihat berbagai foto lama yang berhasil dikumpulkan Jan mengenai keluarga L. Ia terenyuh melihat keluarga sang hakim dan istri serta kedua anaknya di salah satu foto.     

L terlihat masih berusia sekitar enam tahun dan adiknya masih seorang bayi dalam gendongan ibunya. Peristiwa pembunuhan itu terjadi sekitar dua tahun setelah foto ini diambil, pikirnya. Wajah-wajah bahagia dalam foto itu sama sekali tidak menunjukkan firasat bahwa kematian akan datang menjemput dengan cepat.     

"Keluarga Swann sangat terpukul saat mengetahui peristiwa pembunuhan itu dan mereka sekeluarga langsung terbang ke Paris dari London untuk mencari tahu apa yang terjadi. Mereka tidak dapat menemukan Nona L, atau namanya saat itu adalah Marianne De Maestri. Mereka menduga ia diculik dan keluarga Swann sempat menawarkan hadiah besar bagi siapa pun yang menemukannya. Setelah lima tahun tidak ada kabar berita, akhirnya mereka menyerah."     

"Hmm... mungkin saja sayembara untuk menemukan L tidak sampai ke Jerman sini. Sepertinya L entah diculik atau dilarikan seseorang ke Jerman untuk menghindari kejaran para pembunuh itu.. yang jelas L sendiri atau orang itu tidak dapat menghubungi keluarga Swann. Mungkin mereka tidak tahu hubungan antara kedua keluarga ini..." London menebak-nebak.     

Ia ingin sekali menanyakan kepada L apa yang terjadi selengkapnya, tetapi ia tidak mau membuat L menjadi sedih. Ia bertekad akan menyelesaikan semua urusan ini tanpa melibatkan L sama sekali. Ia harus dapat mengerahkan semua sumberdaya yang dimilikinya untuk menolong L.     

"Kalau Tuan ini mencari tahu siapa-siapa orang yang mengenal dunia hitam di Eropa belasan tahun lalu, yang mungkin bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan ini, Tuan mungkin bisa bertanya kepada..." Sebelum kalimatnya selesai Jan telah menghentikan kata-katanya.     

Ia bermaksud menyebut Alaric Rhionen, tetapi ia masih sulit menyebutkan nama itu tanpa merasakan sedikit amarah di dadanya. 11 tahun lalu Alaric Rhionen dan Rhionen Assassins bertanggung jawab atas kematian ayahnya,     

Walaupun peristiwa itu terjadi akibat kesalahpahaman dan keluarga Schneider memperlakukannya dengan sangat baik, ditambah dengan beberapa bulan lalu Alaric sendiri telah meminta maaf secara pribadi, ternyata masih sulit bagi Jan untuk memaafkannya.     

London seketika mengerti maksud asistennya dan mengangguk. Ia tidak ingin Jan menjadi geram dan suasana hatinya memburuk. "Aku tahu maksudmu. Aku akan tanyakan kepadanya."     

Jan mengangguk, lalu seperti tidak ada apa-apa ia melanjutkan pembahasannya. "Keluarga Swann baru mengetahui bahwa Nona L masih hidup saat melihatnya di media Virconnect, setelah Nona L menjadi salah satu ambassadornya. Kemungkinan setelah itu Danny mencoba menghubungi Nona L dan akhirnya memberi tahu tentang keluarganya dan hubungan pertunangan di antara mereka..."     

"Ugh.. berarti baru 1,5 bulan lalu," tukas London sebal. "Aku mengenal L lebih dulu. Si Angssa itu tidak boleh seenaknya merebut L dariku hanya karena perjanjian konyol di antara kakek mereka. Coba kau cari tahu apa alasannya Danny bersikeras tidak mau memutuskan pertunangan dengan L. Aku penasaran. Tidak mungkin dia mau menerima seorang wanita yang sedang hamil anak orang lain dengan begitu saja tanpa ada embel-embel... Melihat tampangnya, dia itu sama sekali bukan malaikat."     

Jan mengangguk setuju, "Dugaanku sementara adalah warisan kakeknya. Yang mengejutkan adalah dalam surat wasiat yang baru-baru ini dibuat kakeknya, di situ dituliskan bahwa jika Danny menikah dengan Nona L, semua harta warisan kakeknya akan jatuh ke tangannya. Ttetapi kalau ia menolak, maka harta itu akan dibagi dua dengan Nona L. Kemungkinan kakeknya sengaja mengatur demikian supaya Danny mau menikah dengan Nona L, kalau ia ingin mendapatkan warisannya secara utuh. Kalau ia tidak bersedia menikahi Nona L, maka Tuan Besar Swann hendak memastikan hidup Nona L tetap terjamin."     

Dalam hati London merasa bersimpati pada kakek Swann yang demikian memperhatikan L, tetapi ia tidak ingin L menerima harta dari orang lain sedikit pun. Segala miliknya akan segera menjadi milik L, dan ia pikir gadis itu tidak membutuhkan tambahan recehan yang hanya akan membuatnya pusing.     

"Baiklah, Jan. Kerjamu bagus. Aku mau kau cari tahu semua kelemahan Danny Swann dan segala skandal yang dapat kumanfaatkan untuk memerasnya agar menjauhi L. Tolong kau juga beli rumah keluarga De Maestri yang ada di Paris dan rapikan. Aku ingin mengembalikan rumah orang tuanya kepada L sebagai hadiah ulang tahun untuknya nanti."     

"Baik, Tuan."     

Setelah Jan pergi, London hendak menghubungi Alaric yang masih berada di Singapura untuk berkonsultasi tentang kasus pembunuhan keluarga L, tetapi tiba-tiba panggilan telepon dari L membatalkan niatnya.     

"Heii... ada apa, Sayang? Kau merindukanku?" tanya London dengan suara senang. Akhir-akhir ini L mulai sering meneleponnya untuk membicarakan hal-hal remeh. Mungkin gadis itu memang kesepian sendiri di rumah.     

"Tidak," jawab L sebal. Tetapi kemudian suaranya berubah menjadi gembira. "Kau tidak akan percaya ini! Tetapi hari ini perawat membuka penutup mata Lily, katanya ia sudah tidak terlalu sensitif cahaya."     

"Wahh... aku senang mendengarnya? Apakah dia baik-baik saja?" tanya London ikut senang.     

"Dia baik. Aku senang sekali... Lily hari ini menangis!" Suara L terdengar sangat antusias. "Akhirnya aku mendengar suara anakku menangis... Ya Tuhan, aku bahagia sekali..."     

London ikut terharu mendengarnya. Lily sudah hampir sebulan dirawat di rumah dan ada begitu banyak kemajuan yang mereka lihat dalam pertumbuhannya. Setiap perubahan kecil maupun segala kemajuan paling tidak kentara sekalipun menjadi hal besar di antara mereka berdua yang selalu mereka bicarakan dengan penuh sukacita.     

Sungguh, kehadiran Lily membuat ikatan batin di antara London dan L menjadi sangat kuat. Orang luar mungkin menganggap remeh tangisan bayi, tetapi bagi keduanya, itu adalah suatu anugerah karena mereka tahu tangisan itu menandakan bayi mereka sehat dan mulai tumbuh seperti bayi normal.     

"KIta sudah bisa menggunakan mesin penerjemah tangisan bayi," seru L dengan antusias. "Kau harus minta adikmu mengirimkannya."     

"Tentu saja, aku akan melakukannya," London mengangguk, walaupun ia sadar L tidak akan melihat anggukannya. "Ada lagi yang kau inginkan?"     

"Uhm... tidak ada. Aku hanya ingin mengabarimu kalau hari ini Lily menangis..."     

"Terima kasih. Aku senang mendengarnya," London terdiam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku mencintaimu, L."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.