The Alchemists: Cinta Abadi

Yves Yang Nakal



Yves Yang Nakal

0London merasa lega karena akhirnya pelan-pelan ia bisa mengetahui masa lalu L. Ternyata apa yang dialami gadis itu lebih mengerikan dari apa yang diduganya. L menyaksikan keluarganya dibantai dan ia harus hidup sengsara sendirian... hingga akhirnya ia bisa menjadi artis dan menghasilkan uang.     

Namun demikian, tetap saja... walaupun kini L sudah hidup nyaman, London tahu trauma dan penderitaan masa lalunya pasti masih menghantui gadis itu.     

Ia menutup teleponnya setelah mendengarkan laporan dari Jan dengan lebih lengkap. Ia bertekad akan mengurus semuanya dan mengawasi sendiri agar L dapat menemukan pembunuh keluarganya dan melepaskan dendamnya dengan benar.     

Ia juga akan mengurus Danny Swann dan keluarganya untuk melepaskan L dengan sukarela... kalau tidak, mereka akan mendapatkan akibatnya.     

Ia lalu berjalan keluar kamarnya dan mencari L ke ruang NICU, tetapi ia tidak menemukan L di sana. Mungkin L sudah tidur, pikirnya.     

Ia kemudian berjalan ke kamar L. Saat proses renovasi rumah ini berlangsung minggu lalu, ia memastikan agar L memiliki kamar yang paling indah dan nyaman dengan semua perabotan berkualitas terbaik.     

Saat pintu kamar dibuka pelan-pelan, ia bisa melihat L berbaring di tempat tidurnya yang indah, tampak berusaha memejamkan mata, tetapi jelas terlihat ia tidak dapat tidur dengan tenang.     

Tubuhnya berkali-balik berbalik ke kiri dan ke kanan. Ia sangat gelisah.     

London mengetuk dua kali dan masuk. L membuka matanya dan melihat London masuk ke dalam kamarnya tetapi ia tidak protes.     

"Kau tidak bisa tidur?" tanya pemuda itu dengan suara lembut.     

Dadanya terasa sangat berat membayangkan gadis mungil di depannya ini mengalami begitu banyak hal mengerikan. Tanpa menunggu jawaban ia menghampiri L dan duduk di tepi tempat tidurnya.     

"Kau mau apa?" tanya L dengan suara lemah.     

"Mau memastikan kau tidur dengan tenang. Tidak usah kau pikirkan tentang keluarga Swann, oke? Aku tidak akan menambah beban pikiranmu, aku tidak akan mencarinya," kata London menenangkan.     

Jan yang akan mencari mereka, dan London akan menunggu hasilnya dengan sabar.     

"Terima kasih..." balas L. Ia kembali memejamkan matanya.     

London naik ke tempat tidur L dan memeluknya. Ia tidak meminta izin karena tahu L tidak akan mengizinkan, tetapi ia juga tahu L sebenarnya tidak akan menolaknya. Ia yakin, di saat seperti ini siapa pun pasti akan membutuhkan tempat untuk bersandar. Pelukan dari orang yang dicintai pasti dapat mengurangi perasaan sedih atau kesal.     

Dugaannya benar. L tidak mendorongnya pergi. Gadis itu malah memejamkan matanya dalam pelukan London, dan pelan-pelan suara napasnya menjadi teratur.     

***     

"Aku mendapatkan pekerjaannya!" kata London dengan gembira setelah ia pura-pura menerima telepon dari kantor Schneider Group. "Aku bisa mulai masuk kerja besok."     

L yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu mereka sambil menulis lagu baru di buku catatannya tampak sangat senang mendengar berita itu. Ia bangkit dari kursi dan memeluk London dengan gembira.     

"Selamat!" Ia melepaskan pelukannya dan menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Berapa gajinya?"     

London segera batuk-batuk. Ia tidak ingat berapa standar rata-rata gaji seorang karyawan level menengah di sebuah perusahaan multinasional. Ia lupa menanyakannya kepada Jan.     

"Uhmm... lumayan. Ini kejutan. Pokoknya nanti akhir bulan kalau aku sudah menerima gaji, kau boleh melihat jumlahnya..." katanya buru-buru.     

"Hmm... baiklah. Tapi aku mau hadiah karena kau akhirnya mendapatkan pekerjaan," kata L lagi. Sepasang matanya terlihat dipenuhi kebahagiaan. "Aku mau kita memelihara anjing."     

London juga menyayangi binatang dan sewaktu kecil ia malah memelihara segerombolan biri-biri bersama adiknya Rune.     

Ia membaca bahwa akan baik jika anak tumbuh bersama hewan peliharaan karena membuat mereka lebih bahagia. Tetapi sudah lama sekali ia tidak memelihara hewan karena kesibukannya.     

"Kenapa tiba-tiba kau menginginkan anjing?" tanyanya kepada L.     

"Aku kesepian kalau kau pergi bekerja setiap hari. Aku belum bisa kembali bekerja karena bentuk tubuhku belum kembali seperti semula.. Nanti para jurnalis akan menggosipkanku macam-macam. Sementara ini aku masih harus menghindari publik..." Mata L tampak berkaca-kaca," Aku akhir-akhir ini ingat bahwa aku punya anjing sewaktu masih kecil, dan aku merindukannya.."     

"Oh..." London buru-buru memeluk gadis itu sebelum air matanya tumpah.     

Ia tidak tahu apakah ini hormon karena baru melahirkan, atau L memang sudah berubah. Sudah lama sekali sejak ia bersikap menyebalkan.     

Kini ia sangat lembut dan gampang menangis. Ataukah jangan-jangan perubahan ini terjadi karena ia sudah mulai meruntuhkan tembok dalam hatinya sejak ia berterus terang kepada London tentang masa lalunya? London tidak tahu.     

Dengan sepasang mata berkaca-kaca begitu, pria itu tidak mungkin tega menolak permintaan L.     

"Baiklah... kita bisa ke shelter sore ini kalau kau mau," katanya kemudian. "Tapi kita harus selalu memastikan anjing itu tidak masuk ke ruang NICU."     

Ada begitu banyak alat medis penting untuk merawat bayi micro-premature mereka, mereka harus berjaga-jaga jangan sampai anjing yang terlalu lincah mengacaukannya.     

"Tentu saja, aku akan mengawasinya baik-baik. Terima kasih..." L tersenyum dan mencium pipi London dengan bahagia.     

Pemuda itu hanya menggeleng-geleng dengan hati dipenuhi kehangatan. Betapa mudahnya membuat L senang, pikirnya. Hujan, anjing.. apa lagi ya? Ia sangat senang karena L bukan gadis yang banyak menuntut dan menyusahkan.     

Padahal, kalaupun L meminta gunung kepadanya, dengan mudah London dapat mengabulkannya.     

Apalagi ini... hanya seekor anjing.     

***     

"Aku sangat senaaaang!!"     

London tertegun mendengar seruan L saat baru keluar dari mobil. Ia menggendong anjing beagle yang baru mereka adopsi dari shelter dan wajahnya terlihat berseri-seri. Ia belum pernah melihat L berseru dan tertawa selepas itu.     

"Aku senang kalau kau juga senang," balas pemuda itu. Ia mengambil beagle itu dari tangan L dan memasangkan tali lehernya. "Kau akan beri nama siapa?"     

L bersimpuh di sampingnya dan mengelus-elus beagle mereka. "Hmm... aku akan menamainya 'Yves'. Karena aku penggemar berat Billie Yves."     

London cegukan mendengar jawaban L. Ia tidak yakin Bibi Billie akan senang namanya diambil untuk dijadikan nama anjing. Tetapi ia tidak dapat berkata apa-apa. Ia hanya bisa berharap Bibi Billie akan memaafkan L ketika mereka nanti bertemu...     

"Nama yang... bagus," katanya sambil menahan cegukannya. Ia telah beres memasang tali leher 'Yves' dan menyerahkannya kepada L. "Kau mau mengajaknya jalan-jalan di taman? Biar Yves mengenal rumah kita."     

L mengangguk. Ia mengambil tali Yves dari tangan London, tetapi sebelum ia sempat menyentuhnya, Yves telah melihat seekor tupai di depan gerbang rumah mereka yang belum sempat ditutup.     

Dengan sekuat tenaga anjing periang dan sehat itu telah melompat dan berlari mengejar tupai buruannya.     

"Heiii.. Yves!! Berhenti!! Kau mau kemana??" L yang kaget terlompat mundur dan harus berpegangan kepada London agar tidak jatuh. Setelah kagetnya hilang, dengan lincah ia buru-buru mengejar anjingnya.     

London terpana selama dua detik sebelum menyadari apa yang terjadi. Ia segera berlari mengejar L yang berlari mengejar Yves yang berlari mengejar tupai. Pemandangan itu terlihat sangat menarik perhatian karena seekor anjing cantik dikejar oleh seorang gadis mungil berparas cantik diikuti oleh seorang pemuda tampan.      

Untungnya sore itu daerah pemukiman mereka sepi sehingga tidak ada orang yang mengenali L dan menyadari ia tinggal di daerah tersebut. Kalau tidak, besok wajahnya akan memenuhi berita gosip dan mungkin mereka akan terpaksa pindah mencari rumah baru agar dapat menjaga privasi mereka.     

Tupai itu berlari sekuat tenaga ke pohon terdekat di depan gerbang sebuah mansion besar dan segera memanjat dahan yang paling tinggi yang dapat dicapainya. Yves berdiri di bawah pohon menyalak berkali-kali.     

L yang tiba kemudian membungkukkan tubuhnya, bertumpu pada lutut, dengan napas  terengah-engah. London yang tiba setelah L segera berusaha menangkap Yves, tetapi anjing itu lebih lincah telah kabur ke arah pintu gerbang mansion.     

SREEEETTT...     

"Eh..?"     

London tercengang ketika ia tiba di depan gerbang untuk menangkap Yves, tiba-tiba saja pintu gerbang itu terbuka sendiri.     

Sial sial sial...     

Ia lupa Mansion keluarga Schneider sudah dilengkapi sistem otomatis. Gerbangnya akan terbuka dengan sendirinya jika ada salah satu anggota keluarga yang datang. Saat ia mendekat untuk menangkap anjing beagle-nya yang nakal... gerbang itu mengenali kehadirannya dan secara otomatis terbuka sendiri.     

L yang berjalan menghampirinya ke depan gerbang tampak sama terkejutnya dengan London.     

"Gerbangnya terbuka sendiri..." cetus gadis itu keheranan. London segera menggenggam tangan L dan berusaha menariknya pergi, tetapi L telah terlanjur melihat isi halaman mansion mewah itu dan penghuninya.     

Dari pintu gerbang yang terbuka lebar, mereka dapat melihat Rune sedang berdiri memegang sebuah mesin kecil menatap ke arah mereka dengan pandangan keheranan.     

"Siapa yang datang?"     

Rune menoleh ke belakangnya dan menemukan Caspar yang sedang berjalan sambil melipat celemeknya. Ia habis memasak sesuatu dan mereka bisa mencium wangi masakan di udara. London dan L juga menoleh ke arah yang sama.     

London hanya bisa membeku di tempat saat menyadari adiknya ada di depannya dan L, dan ayahnya sedang berjalan menghampiri mereka.     

Keringat dingin mengaliri punggungnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.