The Alchemists: Cinta Abadi

L Akan Melahirkan!



L Akan Melahirkan!

0Lauriel tiba tiga jam kemudian dengan sebuah kotak berisi dua buah botol kecil berisi cairan berwarna kehijauan dan bening. Ia telah meminjam laboratorium di rumah sakit dan bekerja di sana dengan bantuan Rune setelah memperoleh semua bahan-bahan yang ia butuhkan.     

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan dokter masih melakukan observasi keadaan L dan kandungannya. Ketika mereka menemukan London dan L tertidur di kamar, dengan tahu diri membiarkan keduanya beristirahat dan berusaha melakukan pemeriksaan dengan sepelan mungkin.     

Setelah mendapatkan analisis terkini, Dokter Muller lalu keluar menghampiri Jan untuk membicarakan langkah selanjutnya karena menurut perkiraan mereka beberapa jam lagi bayi dalam kandungan L harus dikeluarkan secara paksa.     

"Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi ini." Ia tampak sangat kuyu dan sedih. Situasi L sekarang adalah kondisi yang paling tidak diharapkan oleh dokter mana pun di dunia ini, memilih ibu atau anak untuk diselamatkan. "Kondisi Nyonya sudah sedikit membaik, tetapi kami tidak yakin akan persentase keberhasilannya untuk melahirkan normal. Jantungnya tidak cukup kuat... Sementara kalau caesar, kami tidak berani."     

Pasien yang alergi pada anestesi dapat mengalami serangan syok anafilaktik yang bisa berakibat kematian jika dokter memaksa memberinya suntikan anestesi sebelum operasi.     

Jan menoleh kepada Lauriel yang baru tiba dan mencoba meminta pendapatnya.     

"Bagaimana pendapat Tuan Lauriel?" tanyanya.     

"Kita bisa mengobatinya dulu," kata Lauriel singkat. "Aku sudah membuatkan obat yang harus diminumnya sekarang. Kau bisa memberikan ini kepadanya?"     

Ia menyerahkan botol berisi cairan berwarna hijau kepada Dokter Muller. Pria separuh baya itu menerimanya dengan wajah bingung.     

"Ini... obat apa, ya?" tanyanya heran. "Apakah ada sertifikasi dari Depkes... atau?"     

Lauriel hanya tertawa dan menggeleng. "Semakin lama kau menunda, semakin berbahaya kondisi pasiennya. Sebaiknya tidak usah banyak tanya. Berikan seluruh isi botol ini kepadanya."     

Dokter Muller entah kenapa tidak bisa merasa tersinggung diperlakukan seperti itu oleh seorang laki-laki yang tampaknya masih demikian muda, walaupun ia sendiri sudah hampir 60 tahun. Saat Lauriel menatapnya, Dokter Muller merasa seolah ia sedang berhadapan dengan orang yang sangat berwibawa dan seketika ia merasa seperti kecil.     

Ia tidak bertanya lagi dan mengangguk hormat kepada Lauriel lalu pergi ke ruang perawatan pasien.      

***     

London membuka matanya ketika merasakan tubuh L bergerak. Ia mendengar suara keluhan dan buru-buru bangun dan duduk di tempat tidur.     

"Kau kenapa?" tanyanya dengan suara sangat kuatir.     

L tampak gemetaran dan memegangi perutnya. Wajahnya diliputi ekspresi sangat kesakitan, tetapi ia berusaha sekuat tenaga agar tidak menjerit.     

"Perutku... sakit sekali..." Air matanya membanjir tanpa dapat ditahan.     

London buru-buru turun dari tempat tidur dan memakai sepatunya lalu berlari keluar kamar. Ia hampir bertubrukan dengan Dokter Muller yang baru akan memasuki kamar  pasien dengan dua orang perawat.     

"Dokter.... L mengeluh kalau perutnya sakit..." tukasnya cemas sambil mengguncang bahu dokter itu.     

"Baik... baik, Tuan." Dokter Muller dengan setengah berlari menghampiri L dan memberi tanda kepada perawat agar memegang botol obat di tangannya. Ia lalu memeriksa kondisi L dan setelah lima menit ia menatap London dengan wajah penuh penyesalan.     

"Nyonya barusan mengalami kontraksi dan kondisi bayinya saya periksa sudah mulai lemah. Beliau harus segera diinduksi."     

"Sebentar, apakah Pamanku sudah memberikan obat untuk L?" tanya London cepat. Ia tadi sempat melihat obat di tangan dokter Muller. "Ayo obati L dulu. Cepat...!!"     

Dokter Muller hendak mengatakan sesuatu, tetapi melihat ekspresi London yang sangat tegas ia lalu memberi tanda kepada perawat untuk memberikan obat tersebut kepada sang pasien.     

"Ayo, minum dulu... obat ini bisa menguatkan jantungmu..." bisik London saat duduk di tepi tempat tidur dan memegang tangan L. "Lily harus segera dikeluarkan... Dokter akan memberimu induksi..."     

L hanya menangis sambil meminum obat yang diberikan kepadanya. Ia tahu ia akan terpaksa melahirkan bayinya jauh lebih awal dan hal itu membuatnya sangat ketakutan. Ia takut mati, tetapi ia lebih takut lagi bila anaknya yang mati...     

Keadaan damai yang tadi dirasakannya setelah sarapan hanya berlangsung sebentar. Kengerian yang sebenarnya sudah akan dimulai.     

"Uhmm... obatnya pahit sekali..." Ia hampir memuntahkan obat yang barusan diminumnya, tetapi perawat telah memberinya air untuk meredakan mualnya.     

"Bertahanlah... kau akan baik-baik saja..." London meremas tangan L dan, untuk menyembunyikan rasa kuatirnya, ia berusaha tersenyum menenangkan.     

Karena mereka sudah tidak bisa menunggu lagi, akhirnya dokter memberikan induksi kepada L lewat infusnya. Mereka harapkan dalam waktu lima belas menit sang calon ibu akan mengalami kontraksi cukup hebat untuk memancing kelahiran.     

"Tuan mau ikut menunggu di ruang bersalin atau melihat dari luar?" tanya Dokter Muller kemudian.     

"Aku..."     

Belum sempat London menjawab L telah menarik tangannya dan mengomelinya.     

"Awas kau kalau berani meninggalkanku sendirian di ruang bersalin...!!" tukas gadis itu sambil mengerutkan bibirnya. "Aku tidak akan memaafkanmu. Kalau aku mati, aku akan menghantuimu seumur hidup...."     

"Sshh..  bicara apa kau? Tentu saja aku akan menemanimu di dalam..." London geleng-geleng. Ia membungkuk dan mencium bibir L dengan lembut sambil mengusap rambutnya. "Aku akan selalu di sampingmu..."     

Untuk sesaat L tertegun. Ia tidak menghindar ketika London menciumnya, dan malah ia memejamkan matanya dan mengalungkan kedua tangannya ke leher pemuda itu. Untuk sesaat mereka saling memejamkan mata dan menempelkan hidung masing-masing.     

"Aku takut...." Akhirnya L mengaku sambil kembali menangis. "Aku takut mati..."     

"Percayalah kepadaku, kau akan baik-baik saja..." London membuka matanya dan menatap tepat ke mata gadis itu yang basah.     

Ia tahu L sangat benci dibohongi, tetapi selama beberapa hari terakhir ini ia telah menjadi semakin pintar membohongi gadis itu. Ia juga takut setengah mati jika L tidak selamat... Ia tidak tahu apakah obat dari Lauriel cukup manjur dan diberikan tepat waktu, atau tidak...     

Tetapi London tidak sanggup mengatakan yang sejujurnya kepada L. Ia takut L akan menjadi semakin stress...     

Ia hanya bisa berharap, L akan selamat dan semuanya berjalan dengan baik...     

Kalau L bisa bertahan hidup, dan anak mereka juga selamat, ia rela menerima semua kemarahan L karena dibohongi.. Ia akan menerima hukuman apa pun atas kebohongan-kebohongannya... tetapi biarkan itu menjadi masalah besok saja. Saat ini, yang penting adalah keselamatan L dan Lily...     

"Kau akan baik-baik, saja. Kita punya dokter-dokter terbaik di dunia, dan kau barusan meminum obat penguat jantung buatan ahli pengobatan nomor satu... Aku juga akan menemanimu di sana. Kita hadapi ini bersama..."     

Tetes demi tetes air mata L mengalir semakin deras. Ia akhirnya mengangguk dan balas mencium London, sebelum melepaskan tangannya.     

"Baiklah... kalau Anda mau ikut masuk, silakan berganti pakaian steril dan ikut ke ruang bersalin. Kami akan menyiapkan Nyonya untuk proses melahirkan."     

Para dokter dan perawat segera membawa L keluar kamar dengan tempat tidur dorong. Mereka akan segera membantu proses kelahiran di ruang bersalin. Sebelum mengikuti mereka, London  buru-buru menemui keluarganya di Lounge.     

"L akan melahirkan sekarang.... Mereka sudah memberinya induksi... Aku akan ke ruang bersalin..." serunya dengan suara terengah-engah.     

Ia sangat panik dan takut. Kata-katanya terdengar tidak jelas. Tanpa menunggu tanggapan keluarganya, ia buru-buru kembali ke dalam dan berlari mengikuti rombongan perawat dan dokter yang membawa L ke ruang bersalin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.