The Alchemists: Cinta Abadi

Kalah...



Kalah...

1Untuk sesaat London seperti kehilangan akal mendengar pernyataan L bahwa ia sudah memiliki tunangan. Tidak mungkin! Mereka hanya berpisah 10 hari... Kapan L bisa tahu-tahu menemukan tunangan? Apakah itu Daniel Swan? Bagaimana mungkin? Mereka baru bertemu beberapa hari yang lalu.     

"Kau berbohong..." kata London akhirnya. "Kau hanya mengatakan itu supaya aku berhenti mengejarmu. Kalau kau benar-benar begitu tidak menyukaiku, mengapa kau harus berbohong seperti ini?"     

Wajahnya tampak sangat kecewa. Ia tidak mengira L akan tega berbohong kepadanya seperti ini.     

L menatap London dengan sepasang mata yang kembali basah.     

"Aku tidak berbohong. Kau tahu aku paling benci kebohongan..." katanya tegas.     

Keduanya bertatapan dalam-dalam. London berusaha mencari jejak kebohongan di mata gadis itu tetapi ia tidak menemukannya. Apakah L memang berkata sebenarnya?     

Tetapi bagaimana bisa ia percaya kalau L tiba-tiba saja sudah punya tunangan? Ini terlalu tiba-tiba.     

"Aku hanya akan percaya kepadamu kalau kau mengatakannya setelah kau minum obat kejujuran ini...." kata London akhirnya. "Sudah saatnya kita berdua saling terbuka terhadap satu sama lain. Kalau kau jujur kepadaku, aku pun akan jujur kepadamu."     

Ia mengeluarkan botol kecil dari dalam sakunya dan mengunjukkannya ke depan L.     

"Obat kejujuran?" L mengerutkan keningnya.     

"Adikku adalah ilmuwan dan ia membuat obat kejujuran ini, aman untuk wanita hamil. Kebetulan aku membawanya..." London mencari alasan. "Sepertinya selama ini kita berdua banyak menyembunyikan kebenaran dari masing-masing."     

L menatap botol veritaserum dan London bergantian. "Kau tidak percaya kepadaku?"     

London menggeleng. "Seperti yang kubilang, kau banyak menyembunyikan kebenaran dariku selama ini. Aku bahkan tidak tahu apa-apa tentangmu."     

L menggigit bibirnya. "Kalau... kalau aku minum obat ini, kau akan percaya kepadaku? Kau akan berhenti mengejarku?"     

London mengangguk. "Aku akan percaya apa pun yang kau katakan."     

L menghela napas panjang dan mengambil botol itu dari tangan London dan buru-buru meneguknya setengah. Ia mengusap bibirnya dan kemudian kembali menatap London. Kali ini wajahnya terlihat sangat serius. "Tanyalah aku apa saja."     

London terkesima melihat L tanpa ragu-ragu meminum ramuan kebenarannya. Di dalam kepalanya ia hanya bisa memikirkan pertanyaan apakah L memang benar-benar sudah bertunangan atau belum.     

"Apakah kau menyukaiku?" tanya London penuh harap.     

L menatapnya agak lama, kemudian mengangguk pelan. "Itu benar."     

Hanya dua kata itu yang diucapkan L, tetapi mampu membuat hati London berdebar-debar keras sekali. Ia tersenyum gembira.     

"Apakah kau benar-benar sudah memiliki tunangan?" tanyanya lagi, berharap L akan menjawab jujur, bahwa itu hanya alasan saja.     

L mengangguk. "Benar. Aku sudah bertunangan dan akan menikah dengan orang lain."     

DEG!     

Saat itu langit musim panas di Jerman sangat cerah, tetapi hati London yang tadi diliputi kebahagiaan seketika menjadi mendung. Ia tak dapat mempercayai kata-kata L, tetapi ia tahu veritaserum tak mungkin berbohong. Kepalanya seketika menjadi sakit.     

"A... apakah itu Daniel Swan???" tanyanya dengan suara getir. Ia tidak mengira dalam waktu begitu cepat, begitu L menemukan penggemar yang sangat kaya dan tertarik kepadanya, ia langsung menerima cinta lelaki itu dan mau bertunangan dengannya.     

Sungguh London merasa sangat kecewa. Rupanya uang sangat penting bagi gadis itu. L tidak juga berubah.     

Wajah L yang tadi dipenuhi kesungguhan seketika tampak sangat terkejut. Tanpa sadar ia memundurkan tubuhnya menjauhi London. Sepasang matanya terbelalak mendengar kata-kata London.     

"Da... dari mana kau tahu tentang Danny?" desisnya. Wajahya dipenuhi ekspresi kebingungan yang sesaat kemudian berganti kemarahan. "Kau memata-matai aku...?!?"     

Barulah London menyadari kesalahannya.     

L sama sekali tidak tahu London selalu mengawasi gerak-geriknya dengan bantuan para pengawal, lewat Jan, dan bahkan kamera di apartemen mereka.     

"Aku... bukan itu maksudku... " Tangannya menggapai, berusaha menjangkau L, tetapi gadis itu menepis tangannya dengan marah. Ia buru-buru bangkit dan berjalan cepat dengan susah payah, karena perutnya yang buncit dan berat, berusaha meninggalkan London secepatnya. Pemuda itu segera bangkit dan berlari mengejarnya. "Elle!! Tunggu aku, aku bisa menjelaskannya...!"     

Di satu sisi, London merasa bersalah karena memata-matai L, di sisi lain ia juga marah, kecewa, dan cemburu. Bagaimana bisa L bertunangan dengan orang yang baru ditemuinya? Sedangkan ia sudah mengejar gadis itu selama berbulan-bulan. Bahkan L sudah mengandung anaknya....     

L sama sekali tidak menoleh. Ia benar-benar marah dan tidak percaya bahwa London yang dikiranya adalah pemuda baik-baik ternyata mengawasi setiap tindak-tanduknya. Ini adalah pelanggaran kepercayaan yang sangat besar! Ia tahu pasti betapa ia sangat berhati-hati saat keluar menyamar beberapa hari yang lalu untuk bertemu Danny.     

Kalau sampai London tahu, berarti pemuda itu dengan sengaja mengikutinya, atau mengirim orang untuk mengawasi L. Kini L malah menjadi curiga, jangan-jangan London sebenarnya malah tidak pergi ke Singapura seperti pengakuannya.     

Lagipula bagaimana mungkin pemuda itu bisa muncul 12  jam setelah mereka berbicara di Virconnect? Singapura dan Jerman berjarak minimal 10 jam penerbangan dan bahkan jika ia bisa langsung membeli tiket on the spot yang luar biasa mahal, masih perlu tambahan minimal 4 jam untuk check in, melalui pemeriksaan keamanan bandara, dan boarding, belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk bepergian ke dan dari bandara.     

L tidak tahu London memiliki pesawat pribadi yang membuatnya dapat bepergian kemana-mana dengan sangat cepat tanpa harus mengalami kerepotan check in dan pemeriksaan keamanan bandara seperti orang normal.     

"Elle.. tunggu aku..." London berusaha memegang tangan L, tetapi gadis itu tiba-tiba berbalik dan menunjuk tepat di dadanya.     

"Aku memang bertunangan dengan Daniel Swan. Tolong jangan kejar aku lagi. Aku sudah bilang, aku paling tidak suka dibohongi. Aku pikir kau lelaki baik yang bisa dipercaya, tetapi nyatanya, di belakangku kau memata-mataiku..." Ia melengos dan kembali meneruskan langkahnya. Suaranya terdengar sangat dingin ketika ia mengangkat tangannya, tanpa menoleh, dan memperingatkan London agar tidak mengikutinya. "Jangan ikuti aku lagi."     

Mendengar itu London hanya bisa terpaku di tempatnya.     

Ia masih sempat mendengar L mengangkat ponselnya dan menghubungi seseorang.     

"Danny.. ini aku, tolong jemput aku di apartemen." Isi panggilannya singkat saja, tetapi mampu membuat hati London tertusuk. Ia sangat kecewa karena sekarang L terang-terangan meminta Danny menjemputnya.     

L lalu bergegas keluar taman dan menyetop taksi yang lewat dan segera pergi dari situ.     

Setelah akal sehatnya kembali, London buru-buru ke tempat parkir dan mengemudikan mobilnya ke apartemen. Ia berusaha mencapai apartemen sebelum L tiba agar ia dapat mencegah kepergian gadis itu, tetapi sayangnya terjadi kecelakaan di tengah jalan yang menghambat lalu lintas, sehingga ia baru tiba setengah jam setelah L sampai di apartemen mereka.     

"Elle... maafkan aku..." London buru-buru membuka pintu apartemen mereka dan mencoba menjelaskan kepada L apa yang menjadi alasannya memata-matai gadis itu. Semuanya karena ia ingin menjaga dan memastikan keselamatannya! Itu saja.     

Ia seketika terpaku saat tiba di ruang tamu dan melihat L berkacak pinggang sambil memegang sesuatu di tangannya.     

Itu adalah kamera yang ia pasang di ruang tamu untuk bisa mengawasi keadaan L di rumah saat ia sedang bekerja. Ia ingin selalu memastikan L makan dengan baik, beristirahat dengan baik, dan menikmati hidup. Kadang-kadang ia akan memperhatikan L yang sedang bersantai atau menyanyi di ruang tamu mereka kalau ia sedang merindukan gadis itu di kantor.     

"Kau... tidak bisa dipercaya," desis L dengan suara sangat marah. "Kau juga memasang ini di kamarku? Di kamar mandi? Kau ini orang mesum ya???"     

"L... aku... bukan.. itu... maksudku memasang kamera ini adalah... " London terbata-bata menjawab. Ia tidak menyangka semuanya menjadi demikian kacau hanya dalam satu hari saja. Padahal baru tadi malam L bersikap baik kepadanya dan bahkan bersedia diciumnya. "Aku tidak memasang kamera di ruang pribadimu.. aku hanya..."     

Saat itulah ia tahu ia sudah kalah. Saat ini ia tertangkap basah dengan bukti kamera di tangan L, dan akan sangat sulit baginya membuat gadis itu percaya kepadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.