The Alchemists: Cinta Abadi

Selamat Ulang Tahun



Selamat Ulang Tahun

0Ketika London mendarat di Berlin, waktu sudah hampir tengah malam dan ia segera bergegas menuju ke penthouse. Jan sudah menunggunya di sana dan menyiapkan semua foto dan video dari CCTV yang berhasil diperolehnya.     

"Kau sudah tahu siapa yang ditemui L di kafe itu?" London buru-buru duduk di sofa dan menerima tablet dari Jan berisi semua hal yang ingin diketahuinya.     

Jan mengangguk dan menunjuk ke layar tablet. Mereka segera melihat adegan L yang masuk ke sebuah kafe dengan menyamar menggunakan rambut palsu dan kaca mata hitam. Seorang laki-laki muda yang tampan tampak berdiri menyambutnya dan mereka segera berpelukan sangat lama. Bahkan, dari gelagatnya L tampak menangis di bahu pria itu.     

Siapa orang ini sebenarnya?     

Hati London terasa sakit melihat pemandangan itu. L dan pemuda itu tampak sangat akrab dan L bahkan menangis beberapa kali di depannya.      

"Aku sudah menyelidikinya dan menemukan bahwa laki-laki itu adalah seorang mahasiswa kedokteran di London. Aku tidak tahu apa hubungannya dengan Nona L, tetapi satu hal yang menarik tentang orang itu..." Jan menarik napas sebelum melanjutkan kata-katanya, "ia adalah pewaris grup konglomerat Swan. Namanya Daniel Swan, ia biasa dipanggil Danny."     

"Apa?" London merasa terkejut. Seorang calon dokter yang juga merupakan keturunan keluarga sangat kaya raya...     

Apakah ini orang yang ingin dinikahi L? Dari semua sisi, laki-laki itu memenuhi semua syarat.     

Ia menatap wajah tampan Daniel Swan di layar tabletnya dengan dada yang terasa sesak. Pemuda itu bisa mendapatkan wanita manapun, tetapi mengapa ia mengejar L? Apakah ia tidak peduli bahwa L sedang mengandung anak lelaki lain?     

"Benar. Aku sudah memeriksa latar belakangnya beberapa kali... Danny bukan orang sembarangan." Jan mendeham. "Apakah Tuan mau mendatanginya?"     

Walaupun keluarga Danny sangat kaya, tetapi kalau dibandingkan dengan keluarga Schneider sendiri, London bisa mengangkat dada, mereka masih jauh lebih kaya dan berkuasa daripada keluarga Swan.     

Sejarah keluarga Schneider sudah terbentang selama berabad-abad dan mereka sangat kuat,  apalagi dengan hubungan baik yang mereka miliki dengan keluarga Lewis dan Baden yang merupakan penguasa Eropa itu sendiri.     

Kalau L memang mencari suami yang kaya dan berkuasa, tidak akan ada pria yang bisa menandingi London Schneider.     

Apakah aku memang harus membuka identitasku kepadanya? London menjadi gundah.     

Ia pernah hampir membuka identitasnya kepada L saat ia mabuk dan tidur dengan L untuk kedua kalinya. Saat itu ia sudah tidak peduli kalaupun L ingin memanfaatkan dirinya dan kekayaaan keluarganya. Untunglah hal itu tidak jadi ia lakukan.     

Kini ia bersyukur tidak jadi melakukannya, karena ternyata L sudah bicara dengan lelaki lain, dan siapa tahu sudah sejauh apa hubungan mereka?     

Perasaan patah hati memenuhi dadanya dan ia hanya terduduk di kursinya sambil merenung.     

"Apa yang Tuan inginkan?" tanya Jan. "Tuan akan melupakan Nona L?"     

London menggeleng. "Aku tidak tahu."     

Setelah mereka saling terdiam cukup lama, Jan akhirnya minta diri. Ia harus pulang dan beristirahat karena besok ada sangat banyak hal yang harus ia urusi. Mengingat kondisi bosnya yang seperti ini, ia menduga harinya besok akan menjadi sangat sibuk.     

London mencoba mengusir kesedihannya dengan minum wiski tetapi entah kenapa ia justru semakin teringat kepada L. Benaknya dipenuhi wajah L sesaat sebelum ia memutuskan hubungan Virconnect tadi siang. Wajah gadis itu tampak sedih dan terluka.     

Apakah ia dan ibunya tadi sudah keterlaluan mengerjai L? Mereka tidak bermaksud jahat, dan tidak juga melakukan hal yang berlebihan. Finland hanya memanggilnya sayang dan bersikap mesra kepadanya. Mesra di dalam pandangan orang luar tentunya, karena bagi keluarga mereka sikap sang ibu kepada anak laki-lakinya itu sama sekali normal.     

Finland memang selalu bersikap hangat dan mesra kepada anak-anaknya. Ia mencintai mereka dengan sangat besar sejak hari mereka dilahirkan. Baginya, memeluk dan mencium anak-anaknya sendiri adalah hal biasa.     

Tetapi mungkin pemandangan itu cukup menyakitkan bagi L sehingga ia tidak tahan melihatnya dan memutuskan hubungan. Tindakannya itu sama sekali tidak terduga.     

Apakah L benar-benar cemburu? Apakah memang L sudah menyimpan perasaan kepadaku?     

Dada London terasa sesak dipenuhi kerinduan pada L dan pada Lily. Ia merindukan aroma gadis itu, merindukan suaranya, dan keberadaannya.     

Pikiran jernihnya hanya tinggal 60% tetapi London masih ingat bahwa satu-satunya tempat ia bisa merasakan aura atau sisa-sisa keberadaan gadis itu adalah di apartemen mereka.     

Tanpa berpikir panjang lagi ia pun mengambil jaketnya dan turun ke lobi. Mobil tanpa pengemudinya yang mewah sudah siap di basement dan dengan lunglai ia duduk di bangku belakang dan mengatur perjalanan menuju apartemennya yang sudah 10 hari ditinggalkannya.     

Hmmm... walaupun apartemen ini sederhana, rasanya London jauh lebih suka tinggal di sini dibandingkan di penthouse mewahnya, karena ada L tinggal di samping kamarnya.     

Bangun pagi setiap hari dengan mendengar nyanyian merdu L adalah kemewahan yang jauh lebih berharga daripada apa pun, pikirnya sedih.     

Ia tahu ia takkan dapat lagi mendengar suara nyanyian L membangunkannya setiap pagi.     

Begitu tiba di depan pintu, ia membuka pintu passkey dan masuk ke dalam apartemennya.     

PLAK!!! BRUK! BRAKK..!!     

"Pencuri!!! Awas kau!!"     

"Aduh.. aduh, sakit.. ADUHH...!!!"     

Begitu ia melangkah masuk, tiba-tiba saja terdengar jeritan melengking yang menuduhnya sebagai pencuri, diikuti dengan pukulan demi pukulan menggunakan tangkai lampu menghunjami tubuhnya berkali-kali.     

Suasana sangat gelap karena lampu masih belum dinyalakan dan London tidak tahu siapa yang menunggunya di dalam kegelapan dan menghajarnya begitu ia masuk. Ia berusaha menangkis dan melindungi dirinya, lalu menyergap penyerangnya.     

"Eh... kau?" Ia kaget karena tubuh yang ia sergap ternyata mungil dan lembut sekali seperti marshmallow. Aroma tubuhnya juga enak sekali, membuatnya hampir mabuk karena sukacita. "L???"     

Ia melemparkan tangkai lampu yang tadi dipakai L untuk menyerangnya dan ia buru-buru menggendong gadis itu untuk mencegahnya menyerang lebih jauh, lalu ia segera menyalakan lampu.     

Begitu suasana menjadi terang, ia menemukan memang L yang sedang berada dalam gendongannya dan menatapnya dengan pandangan kaget.     

Selama beberapa detik keduanya saling bertatapan.     

"Ka.. kau ada di sini?" tanya London keheranan. Ia tak percaya pada pandangannya sendiri. L juga mengerutkan keningnya keheranan.     

"Kau SELALU mengetuk dua kali sebelum masuk! Tadi kupikir kau itu pencuri yang masuk!" cetus gadis itu marah.     

London tentu tidak mengetuk seperti biasanya, karena ia mengira L tidak ada di apartemen mereka. Lagipula, kenapa ia ada di sini? Bukankah L kabur dengan Danny Swan?     

"Aku tidak tahu kau ada di sini," ia mengaku pelan.      

"Memangnya aku mesti ada di mana? Bukankah aku mesti tinggal di sini sampai anak ini lahir?" L mendengus dan membuang wajahnya.     

"Mmm... maaf, tadi aku pikir kau sangat marah kepadaku, sehingga kau kabur," London berjalan ke sofa masih dengan L dalam gendongannya. Ia lalu meletakkan gadis itu dengan sangat hati-hati dan duduk bersimpuh di depannya. "Tadi kau membuatku sangat takut, hingga aku langsung pulang..."     

L mengamati pakaian London yang mewah dan ingat tadi pemuda itu memang sedang menghadiri pesta. Ia masih mengenakan pakaian yang sama dengan tadi siang.     

Astaga... apakah ia langsung terbang kemari dari pesta di Singapura itu? Hatinya merasa tersentuh.     

"Kau.. kau langsung terbang kemari dari pesta kakakmu?" tanya gadis itu pelan.     

"Benar... Untung masih ada tiket," London berbohong. Ia seketika sadar L sedang memperhatikan pakaiannya yang mewah. "Uhm... sebenarnya itu bukan hanya pesta untuk kakakku, tetapi juga pesta ulang tahunku dan ayahku. Kami berdua lahir di tanggal 7 Juli... Makanya aku berpakaian seperti ini."     

"Oh..." L hanya mengangguk.     

London masih merasa sangat lega, tenyata L tidak kabur. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah L memutuskan hubungan di Virconnect tadi, tetapi yang jelas sekarang L ada di sini, di rumah mereka yang sederhana ini.     

Ia senang tadi memutuskan untuk langsung berangkat ke Jerman. Setidaknya ia bisa membuktikan kesungguhannya kepada gadis itu.     

"L..." London bangkit berdiri dan menghampiri L dengan penuh haru. "Aku senang kau tidak pergi."     

L menatapnya dengan tajam. "Kau sudah berjanji tidak minum."     

Seketika London terkesima. Tadi ia minum-minum karena sedih memikirkan L pergi meninggalkannya begitu saja. Padahal sejak insiden waktu itu ia sudah berjanji tidak akan minum minuman beralkohol selama kehamilan L. Wajahnya seketika dipenuhi rasa bersalah.     

"Maafkan aku.." Ia tidak berusaha mencari dalih dan mengakui kesalahannya.     

L menaruh tangannya di bibir London dan menggeleng. "Karena hari ini ulang tahunmu, aku mengerti. Tidak usah minta maaf. Selamat ulang tahun."     

London terkesima mendengar kata-kata L. Tanpa dapat ditahannya, London menyentuh tangan L di bibirnya dan mencium tangan mungil gadis itu.     

"Terima kasih..."      

Ia lalu mendekatkan wajahnya dan mencium bibir L dengan haru. L sama sekali tidak menghindar.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.