The Alchemists: Cinta Abadi

Hari Yang Sangat Menyenangkan



Hari Yang Sangat Menyenangkan

0Setelah Nicolae pergi, barulah Alaric memanggil Vega yang berlinangan air mata dan Altair yang tampak sedih.     

"Ayah dan Mama kalian sudah membicarakan ini," katanya dengan wajah dipenuhi senyuman. Akhir-akhir ini Alaric memang semakin banyak tersenyum dan membuat wajahnya yang tampan terlihat semakin menawan. "Kami memutuskan untuk pindah ke New York."     

"Eh? Apa kata Ayah?" Altair dan Vega saling pandang keheranan. Mereka tidak menyangka akan mendengar ini dari ayah mereka.     

Pindah ke New York?     

Itu artinya, mereka akan tinggal dekat dengan Nicolae, bukan?     

Apakah orang tua mereka memang serius?     

"Kami ingin kalian bisa sering-sering bertemu Papa Nicolae," kata Aleksis menambahkan. "Kalau kita tinggal di dekatnya, kalian bisa bersama Nic setiap akhir pekan, dan di sepanjang minggu kalian bisa tinggal bersama kami. Bagaimana pendapat kalian?"     

Aleksis tidak perlu menunggu jawaban verbal keluar dari bibir kedua anaknya, karena mereka telah menyerbunya dan Alaric dengan sukacita. Baik Altair maupun Vega tampak sangat bahagia.     

"Terima kasih, Mama!! Aku senang sekali..." cetus Vega dengan gembira. Ia memeluk erat-erat leher ibunya. Sesaat kemudian ia berpindah dan memeluk leher ayahnya. "Aku akan segera memberi tahu Papa..."     

"Sshh.. jangan. Sebaiknya kita jadikan ini kejutan. Nanti saja kita beri tahu Nic  kalau kita sudah tiba di New York. Dia pasti akan sangat terkejut," kata Alaric. "Untuk sementara, kalian tolong rahasiakan dulu semua ini dari Nic."     

"Dan... dari Paman Terry. Kalau sampai Paman Terry tahu, bisa jadi nanti ia akan membocorkannya kepada Nic. Kalian kan tahu sendiri paman kalian itu tidak dapat dipercaya..." kata Aleksis menambahkan.     

Kedua anaknya mengangguk gembira. Tentu saja dengan senang hati mereka akan merahasiakannya. Mereka pun ingin memberi kejutan untuk Nic dan melihat ekspresinya yang terkejut dan bahagia saat melihat mereka tiba-tiba muncul di depannya.     

Caspar dan Finland yang melihat keluarga kecil itu tampak sangat bahagia hanya bisa bertukar pandang dan tersenyum. Mereka sangat senang melihat Aleksis dan keluarganya benar-benar rukun dan harmonis. Bahkan setelah berpisah sepuluh tahun, hubungan di antara Alaric dan Aleksis benar-benar tetap mesra dan seolah mereka tidak pernah berpisah sekejap pun.     

***     

Awal bulan Juni di New York, cuaca sudah sangat cerah karena musim semi hampir berlalu dan musim panas segera tiba. Hari ini Nicolae hanya memiliki satu kelas di pagi hari dan kemudian ia akan memiliki waktu luang seharian. Setelah menutup kelasnya dan menyuruh para mahasiswanya keluar, ia memutuskan hendak ke perpustakaan dan bersantai.     

Di dalam kelasnya masih banyak mahasiswi yang tidak juga keluar aula walaupun kuliah sudah berakhir, karena Nicolae masih ada di sana. Mereka tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihat dosen mereka yang tampan selagi ada kesempatan. Karenanya mereka sengaja berlama-lama membereskan buku mereka dan menunggu hingga Nicolae keluar aula, baru mereka juga akan keluar.     

Nicolae tahu apa yang mereka pikirkan, tetapi ia tak berdaya mengusir mereka. Ia sudah tahu bahwa ini adalah salah satu risiko yang harus ia hadapi dengan mengambil identitas baru sebagai dosen yang tentunya banyak disukai mahasiswa perempuan.     

Dulu, setiap hari ia pasti menyempatkan diri untuk melacak dan menghapus fotonya di internet. Ada saja mahasiswa yang memfotonya diam-diam dan mengunggah foto wajahnya ke Splitz untuk memamerkan dosen mereka yang tampan kepada mahasiswa di fakultas ataupun universitas lainnya.     

Setelah Alaric mendengar kesulitannya ini, ia meminta Pavel untuk memasukkan algoritma di Splitz untuk selalu menghapus otomatis foto Nicolae yang dipasang di platform itu untuk menghemat waktu Nicolae.     

Para mahasiswa Nicolae sudah tahu bahwa dosen mereka tidak suka difoto dan mereka bisa menduga bahwa ialah yang selalu melacak dan menghapus fotonya dari internet sebagai seorang pakar IT. Kini, semakin lama semakin jarang ada mahasiswa yang memfotonya diam-diam dan mengunggahnya, karena mereka tahu bahwa perbuatan mereka itu sia-sia saja.     

RING     

RING     

Belum sempat Nicolae membereskan tasnya yang berisi buku-buku dan pergi keluar aula, ponselnya berbunyi. Ia mengerutkan kening ketika melihat nama penelepon adalah Alaric.     

"Hei.. ada apa?" tanya sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas lalu menggendong ranselnya di punggung. Sebelum ia keluar dari pintu, Nicolae berhenti sejenak dan memberi tanda kepada para mahasiswanya yang masih berada di aula untuk keluar, karena dosen berikutnya akan menggunakan aula itu untuk mengajar.     

"Kami kebetulan sedang menuju ke Hotel St. Laurent untuk makan siang bersama Terry. Apakah kau mau bergabung?" tanya Alaric.     

"Oh.. benarkah? Dalam rangka apa kalian ke New York? Eh.. ini kau datang sendirian atau membawa Aleksis?" tanya Nicolae sambil berjalan melintasi koridor kampus. Sepintas lalu ia terlihat seperti salah satu mahasiswa yang beredar di kampusnya, tetapi karena Nicolae mengenakan dasi, orang-orang bisa melihat bahwa ia adalah seorang dosen.     

 "Kami ada urusan ke New York. Anak-anak juga datang. Kau mau bertemu mereka atau tidak?" tanya Alaric lagi. "Kalau kau sibuk, ya tidak apa-apa."     

"Eh.. aku tidak sibuk," kata Nicolae terburu-buru. "Aku akan segera ke sana."     

Wajahnya tersenyum lebar ketika ia menutup teleponnya dan menyimpan ponselnya ke saku. Ahh.. sungguh hari yang sangat menyenangkan. Ia tidak sabar ingin segera bertemu kedua keponakannya yang dianggapnya seperti anaknya sendiri itu.     

Wajahnya yang tampan dihiasi senyum, membuat semakin banyak gadis yang terpesona saat pemuda itu berjalan melewati mereka. Selama satu semester terakhir ini Nicolae sangat jarang tersenyum, sehingga melihat kali ini wajahnya tampak begitu cerah dan dihiasi senyuman manis, membuat geger Jurusan Manajemen Informasi tempat ia bekerja.     

Orang-orang hanya bisa menduga-duga mengapa Nicolae hari ini tampak begitu senang.     

***     

Ketika Alaric mengatakan bahwa ia ada janji makan siang dengan Terry, ternyata maksudnya bukanlah makan siang bersama di salah satu restoran hotel, melainkan di penthouse tempat Terry tinggal selama ini. Ia meminta chef didatangkan untuk memasak baginya dan tamu-tamunya.     

Nicolae yang datang tepat pada pukul 12 segera memeluk Altair dan Vega yang sudah berdiri menantinya di balik pintu, ketika ia mengetuk pintu penthouse.     

"Ahhh.... Papa senang sekali kalian datang.. Papa sudah sangat rindu." cetusnya. Ia lalu memeluk Alaric dan Aleksis dan bertanya alasan kunjungan mereka ke New York kali ini. Ia mengetahui bahwa Alaric tidak begitu menyukai kota ini karena tingkat polusinya.      

"Hmm.. Aleksis dan aku sudah membicarakan ini," kata Alaric. "Kami perlu suasana baru, dan kami rasa New York adalah tempat yang tepat."     

"Eh.. apa maksud kalian? New York? Tidak salah?" tanya Nicolae keheranan. "Kalian berniat pindah kemari?"     

Alaric mengangguk. "Benar. Kami sekarang tinggal di mansion keluarga Schneider di Manhattan, tidak jauh dari sini."     

"Astaga..." Nicolae menatap Alaric dan Aleksis bergantian dengan wajah tidak percaya. "Aku tidak tahu harus berkata apa..."     

"Katakan saja kau tidak keberatan mengurusi Altair dan Vega selama akhir pekan," kata Alaric sambil tersenyum. Altair dan Vega mengembangkan senyum lebar mereka saat mendengar perkataan ayah mereka.     

"Astaga.. kau mengizinkan si kembar tinggal bersamaku setiap akhir pekan?" Nicolae tampak sangat gembira. "Tentu saja, aku akan mengurus mereka dengan baik!"     

Ia mencium pipi Altair dan Vega bergantian dengan penuh sukacita.     

"Hari ini benar-benar sangat menyenangkan," gumamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.