The Alchemists: Cinta Abadi

Keinginan L



Keinginan L

0John Wendell tidak sempat diadili karena ia keburu mati di rumah sakit dan tidak dapat diselamatkan lagi. Caroline menghilang entah kemana sejak kematian ayahnya dan ia tidak pernah dapat ditemukan lagi.     

Danny Swann mencoba bunuh diri di penjara sebelum pengadilan berlangsung tetapi berhasil dicegah oleh sipir dan sejak itu ia ditempatkan dalam pengawasan maksimum. Dua bulan kemudian, pengadilan menjatuhinya vonis penjara seumur hidup karena terbukti melakukan tindakan rencana pembunuhan kepada ibu dan anak, L dan Lily.     

Ia berkali-kali meminta lewat pengacaranya untuk bertemu L tetapi gadis itu menolak. London Schneider juga sama sekali tidak mengizinkan istrinya mengambil risiko bahaya dengan menemui penjahat di penjara.     

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan, London memerintahkan Carl, kepala intelnya untuk menyelidiki keberadaan Caroline. Ia tidak ingin suatu hari nanti tiba-tiba gadis itu muncul dan mengganggu kehidupan keluarganya.     

"Aku berhasil menemukannya, Tuan. Saat ini Caroline melarikan diri ke Amerika. Ia sudah tidak melanjutkan kuliah kedokterannya. Sekarang ia bekerja sebagai pengasuh anak di Los Angeles untuk pasangan artis Hollywood yang kaya. Sepertinya ia berusaha masuk ke kalangan atas di sana untuk mendapatkan calon suami dari kalangan atas." Carl melaporkan sebulan kemudian.     

London yang mendengar informasi dari Carl hanya mengangguk-angguk. Ia yakin, dengan kecantikan dan kecerdasannya Caroline akan dapat menemukan laki-laki kaya untuk dijadikan sandaran. Mungkin bahkan tidak sekaya Danny Swann, tetapi seharusnya sekarang gadis itu sudah memperoleh pelajarannya dan tidak akan mencoba untuk bersikap serakah.     

"Baiklah. Teruskan mengawasi dia, tapi tidak usah ketat. Kalau ada perkembangan baru tentang dirinya, tolong beri tahu aku. Aku tidak mau kecolongan," kata London.     

"Baik, Tuan," kata Carl dengan hormat. Ia lalu minta diri dan kembali melanjutkan pekerjaannya.     

Sebentar lagi tahun baru, pikir London. Ia telah memberikan hadiah ulang tahun istimewa untuk L di bulan sebelumnya, yaitu memberi keadilan bagi orang-orang jahat yang telah membuat L menderita. Kini L telah genap berusia 20 tahun dan ia sudah melupakan semua kepahitan yang menghantui hidupnya di masa lalu.     

Dengan bantuan para pengacaranya, London juga berhasil mengambil harta warisan yang menjadi hak L dan mendonasikannya sesuai keinginan istrinya untuk berbagai panti asuhan yang tersebar di seluruh Eropa.     

Banyak negara Eropa yang mulai kesulitan menangani beban anak-anak yatim piatu yang ada dalam sistem panti asuhan mereka sehingga sebagian anak bahkan sudah mulai dikirim ke luar Eropa untuk diadopsi oleh negara yang memiliki masalah populasi, seperti Jepang dan Singapura yang sebagian besar penduduknya sudah menua sementara angka kelahiran di sana sangat rendah.     

L sangat sedih ketika membaca berita tentang anak-anak yatim piatu yang dikirim ke Asia ini. Selain mereka akan kehilangan kampung halamannya dan kesulitan berbaur di negara yang baru karena penampilan fisik mereka yang berbeda, ternyata anak-anak ini banyak yang dikirim hanya dengan dibekali kantung sederhana berisi sedikit barang pribadi mereka.     

"Kalau aku tidak keluar dari sistem panti asuhan empat tahun lalu dan bekerja untuk menghidupi diriku sendiri, mungkin aku juga akan menjadi bagian dari mereka..." kata L dengan sedih saat membaca berita tentang nasib anak-anak yatim piatu itu.     

London menarik L yang tampak risau ke pangkuannya dan memeluk gadis itu. "Aku mengerti. Apakah kau mau melakukan sesuatu untuk  mereka?"     

"Kita tidak bisa mengadopsi semua anak-anak yatim piatu itu," kata L sambil menatap suaminya.     

"Kita juga sudah menyumbang sangat banyak untuk meningkatkan kualitas hidup mereka," balas London. "Apakah ada lagi hal yang terpikir olehmu?"     

L mengangguk. "Aku ini tidak berpendidikan... Kau tahu itu. Aku ingin mengejar ketertinggalanku dengan belajar home-schooling dan kemudian kuliah. Aku yakin banyak anak-anak itu juga yang ingin bisa melanjutkan pendidikan mereka."     

"Kau ingin memberikan beasiswa kepada mereka?" tanya London. "Kita bisa membuat beasiswa atas nama Lily untuk anak-anak yatim piatu yang ingin melanjutkan sekolah. Schneider Group sudah memiliki beberapa program beasiswa tapi kita bisa menambahkan khusus untuk anak-anak yatim piatu."     

"Aku akan senang sekali..." kata L sambil tersenyum.     

"Baiklah. Kita akan melakukannya." London tampak senang melihat L senang. "Aku juga dulu belajar dengan guru-guru pribadi, tidak di sekolah umum seperti orang lain. Aku rasa dengan popularitasmu sekarang, akan sulit bagimu untuk kuliah di universitas biasa."     

L mengangguk walaupun wajahnya tampak sedih. "Aku mengerti."     

"Kenapa? Kau mau kuliah di universitas biasa?" London menyipitkan mata melihat ekspresi L.     

"Aku sebenarnya ingin berkuliah di universitas biasa supaya aku bisa mendapatkan teman," kata L pelan.     

London baru mengerti apa maksud L. Ia baru ingat bahwa gadis itu memang tidak memiliki seorang teman pun. Ia sudah bekerja sejak umurnya 16 tahun dan hanya memiliki Pammy di sisinya yang telah setia menjadi manajernya.     

Pemuda itu juga merasakan kerugiannya tidak masuk sekolah umum karena keluarganya yang memang tertutup. Ia juga hanya memiliki sangat sedikit teman. Bisa dihitung dengan jari tangannya saja. Tetapi keadaannya masih lumayan dibandingkan L. Ia memiliki Jan, Rune dan Aleksis, juga kakaknya Terry. Ada juga Lyanna dan beberapa teman lain dari klan Alchemist. Sementara L sama sekali tidak memiliki teman.     

Pasti sepi sekali menjadi seorang L, pikirnya. Bukan hanya teman, ia juga tidak memiliki keluarga. Walaupun sekarang gadis itu sudah memiliki keluarga sejak menikah dengan London, tetap saja ia tidak memiliki teman sebaya.     

"Kau mau kuliah di tempat umum?" tanya London dengan lembut. "Aku bisa mengusahakannya. Kita bisa memberimu pelajaran di rumah sampai kau mendapatkan ijazah SMA, dan kemudian di musim panas mendatang kau bisa berkuliah di universitas umum..."     

L menatapnya dengan pandangan tidak percaya.     

"Kau sendiri yang bilang akan sulit dengan popularitasku..." kata L keheranan. "Aku tidak bisa..."     

London hanya tersenyum tipis. Ia batuk-batuk sedikit dan bangkit berdiri dengan L masih dalam pangkuannya sehingga gadis itu otomatis digendongnya.     

"Sebentar," katanya. Ia bergerak masuk ke ruangan yang dulu merupakan kamar tidurnya di Grunewald saat ia dan L masih belum menikah dan mengambil sesuatu dari lemari. "Pakai ini."     

Ia menurunkan tubuh L ke lantai dan dengan seksama memasangkan kacamata kebesaran yang dulu dipakainya ke wajah gadis itu.     

L yang keheranan menyentuh kacamata itu dan mengerutkan keningnya. "Ini apa?"     

"Mulai musim panas tahun depan kau adalah Marianne De Maestri, mahasiswa tahun ajaran baru. Tidak akan ada yang mengenalimu dengan nama aslimu dan sedikit penyamaran..." kata London.     

Ia baru terpikir untuk menyuruh L menyamar sebagai orang biasa untuk masuk kuliah, supaya gadis itu bisa menikmati hidup sebagaimana layaknya seorang gadis muda.     

"Lho...?" L menatap London dengan wajah kaget dan pelan-pelan ekspresinya berubah menjadi cerah. "Kau mengizinkanku kuliah di tempat umum?"     

"Kalau itu membuatmu bahagia, kenapa tidak?" London bertanya balik.     

Pelan-pelan tetes air mata mengalir turun dari sepasang mata L dan gadis itu segera melompat ke pelukan London dan melingkarkan tangannya di leher pria itu.     

"Terima kasihhh!! Aku sangat mencintaimu..."     

"Aku lebih mencintaimu..." balas London sambil tersenyum lebar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.