The Alchemists: Cinta Abadi

Membalaskan Dendam



Membalaskan Dendam

0Setelah acara makan siang itu selesai, London Schneider Permisi untuk mengurusi berbagai hal dan berjanji akan kembali menemui mereka di acara gala dinner nanti. Ia menyalami semua tamunya lalu kemudian pergi diiringi oleh Jan. John dan dan Caroline Wendell saling pandang dan tersenyum ketika melihat pria itu pergi.     

John menepuk-nepuk bahu anak perempuannya dan berkata, "Bagus sekali, Caroline. Ayah sangat senang melihat hubunganmu dengan Tuan Schneider. Dia adalah lelaki yang pantas untukmu."     

"Iya, Ayah. Aku juga berpikir seperti itu," kata Caroline. "Tapi bagaimana dengan Danny, apakah Ayah sudah mengurusnya?"     

John hanya tersenyum tipis mendengar pertanyaan Caroline. Ia menoleh ke arah anaknya dan berkata dengan suara dingin, "Tentu saja. Ia tidak akan mengganggumu lagi."     

Caroline hanya dapat mengira-ngira apa yang direncanakan ayahnya. Tetapi ia tidak berani bertanya. Ayahnya bisa berlaku kejam bahkan kepada anaknya sendiri. Karena itu ia hanya mengangguk dan tidak bertanya lagi.     

***     

Sementara itu di sebuah hotel di tengah kota, Danny Swann sedang berjalan mondar-mandir dengan ekspresi resah. Ia terus-menerus melihat kearah handphonenya dan kemudian menarik nafas panjang. Kabar yang telah dinanti-nantikan belum juga tiba.     

Ia telah menghubungi kelompok pembunuh bayaran yang direkomendasikan John Wendell. Mereka mengatakan akan menghubunginya secara langsung, tetapi hingga berjam-jam ia belum juga mendapatkan kabar. Hatinya mulai merasa ragu.     

KRING     

KRING     

Tiba-tiba terdengar ponselnya berbunyi. Dengan cemas dan terburu-buru Danny segera mengambil ponselnya dan bicara, "Hallo?"     

Terdengar suara dingin di ujung telepon.     

"Kami bisa segera mengambil pekerjaan ini. Kau harus mengirim uangnya segera sesuai petunjuk yang akan aku berikan sebentar lagi. Kau punya waktu setengah jam untuk melakukannya. Kalau tidak, maka tidak akan ada kesepakatan."     

Danny mengangguk dan segera membalas, "Baik, aku mengerti. Pokoknya aku ingin gadis itu mati secepatnya."     

"Tenang saja, kami ini profesional. Kami bisa melakukan itu," tukas lelaki di ujung telepon. Suaranya terdengar tertawa menghina dan segera menutup teleponnya.     

Tidak lama kemudian Danny melihat ada beberapa pesan masuk memberi petunjuk untuk membayar jasa pembunuh bayaran yang direkomendasikan oleh John Wendell. Ia memperhatikan petunjuk itu baik-baik lalu segera bergerak keluar dari kamar hotelnya untuk melakukan pembayaran.     

Semua peristiwa yang terjadi tidak lepas dari pengamatan London Schneider. Ia telah menaruh beberapa orang untuk mengawasi Danny Swann di hotelnya dan juga John Wendell serta Caroline di aula konferensi.     

Ia tidak mau ketinggalan sedikit pun gerak-gerik mereka. Pukul 3 sore, ia mendapat telepon dari Mischa yang mengabarinya bahwa kelompok pembunuh bayaran yang dimaksudnya telah mendapatkan kontrak dari Danny Swann.     

"Laki-laki itu telah membayar uang muka secara tunai seperti yang mereka minta. Sekarang semuanya sudah ada di tangan kita. Kapan kau ingin menangkap mereka?" tanya Mischa.     

"Secepatnya, kalau bisa malam ini semuanya kita bereskan," jawab London. Ia merasa puas karena semua yang direncanakannya berjalan dengan baik.     

"Tentu saja. Oh, ya, sebelumnya... aku sudah menjanjikan kepada kelompok itu pengampunan kalau mereka bekerja sama untuk menyerahkan dalang yang bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan keluarga Nona De Maestri ke depan hukum. Tetapi, sekali lagi ini terserah kepadamu. Aku tidak keberatan jika harus mengotori tanganku dan juga membunuh mereka," kata Mischa Sambil tertawa kecil.     

London termanggu mendengar tawaran pria itu. Ia tahu Mischa sama sekali tidak basa-basi dengan penawarannya. Hal ini membuat London berpikir dalam hati. Ia tidak tahu apakah ia akan sanggup untuk mengotori tangan orang lain demi membalaskan kematian keluarga L, atau ia akan merelakan semuanya ditangani oleh hukum.     

Akhirnya ia hanya bisa mendesah.     

"Aku tidak bisa memutuskannya sendiri." katanya kepada Misha. "Aku akan bertanya kepada istriku. Bagaimanapun keluarganyalah yang dibunuh dan dialah yang menyimpan dendam selama belasan tahun kepada para pembunuh itu."     

Mischa mengerti maksud London. Dengan tenang ia menjawab, "Tentu saja. Kau beri tahu aku apa yang kau inginkan. Kalau bisa secepatnya, supaya aku bisa segera mengambil tindakan yang diperlukan."     

"Terima kasih," kata London. Setelah memutuskan hubungan telepon dengan Mischa, ia kemudian menghubungi istrinya. L baru selesai menyusui dan sedang mengayun bayinya di keranjang ayun sambil bersenandung.     

"Hallo, Sayang. Bagaimana harimu?" tanya L dengan suaranya yang merdu.     

London kemudian menceritakan apa yang terjadi. L hampir histeris saat mengetahui bahwa Danny Swann benar-benar ingin membunuhnya.     

"Ya Tuhan, Danny benar-benar akan membunuhku?? AKu sudah menduganya... Aku bisa merasakan hawa membunuh keluar dari dirinya saat kami bertemu terakhir kali, tetapi aku tidak menduga ia akan setega itu kepadaku..." L harus menekan dadanya sendiri untuk menenangkan diri. Ia sungguh merasa terpukul. Bagaimana bisa orang dapat berlaku demikian jahat kepada orang lain Aku tidak mengerti..."     

"Sayang, aku tahu orang jahat ada dimana-mana dan kita tidak bisa mengerti sudut pandang mereka. Namun, yang jelas kau aman. Orang-orangku akan selalu melindungimu." London segera menenangkan L agar tidak histeris dan membangunkan Lily. Ia juga perlu menanyakan apa pendapat L tentang tawaran Mischa. "Aku aku butuh pendapatmu untuk mengetahui apa yang kau inginkan karena John Wendell menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh keluargamu dua belas tahun yang lalu. Saat ini, kelompok pembunuh bayaran itu bekerjasama dengan Mischa  untuk menjebak John Wendell dan Danny Swanna. Mischa menjanjikan pengampunan kepada mereka asalkan dalang pembunuhan keluargamu dapat dibawa ke meja hukum."     

Ia berhenti sejenak hendak mendengar pendapat L, tetapi gadis itu diam saja, menunggu ia selesai berbicara. Pemuda itu melanjutkan kata-katanya dengan sangat hati-hat. "Kalau kau juga menyimpan dendam kepada mereka orang-orang yang mencabut nyawa orang tuamu, mereka adalah orang yang menembakkan pistol ke tubuh ayah, ibu, dan adik laki-lakimu, maka Mischaa tidak akan segan-segan untuk membunuh mereka.  Keputusan ada di tanganmu, Sayang."     

L tertegun mendengar kata-kata London. Ia kembali teringat pada video yang dilihatnya saat Mischa menyiksa salah seorang anggota kelompok pembunuh bayaran tersebut untuk mendapatkan informasi tentang siapa dalang di balik pembunuhan keluarganya.     

"Aku tidak mau bertambah musuh," kata L akhirnya. "Mereka hanya melakukan itu sebagai pekerjaan. Orang-orang itu tidak punya dendam pribadi terhadap keluargaku."     

"Kalau begitu, kau mau mengampuni mereka?" tanya London.     

"Aku tidak mau membuat orang lain mengotori tangan mereka dengan darah para pembunuh keluargaku," kata L kemudian.     

"Aku mengerti," jawab London dengan nada lembut.     

Saat ia mendengar jawaban dari L, London merasa tenang. Ternyata L memiliki sikap yang sama dengan dirinya. Pria itu sadar bahwa ia memang tidak salah memilih istri. L sebenarnya adalah seorang perempuan yang penyayang dan pemaaf.     

Wanita itu telah dirasuki dendam selama belasan tahun. Namun setelah memiliki Lily dalam hidupnya gadis itu berubah pikiran dan pelan-pelan berusaha untuk mengenyahkan dendam dari dalam hidupnya. Kini fokusnya hanyalah bagaimana agar ia bisa menjadi ibu yang baik bagi anak mereka, dan istri yang baik bagi dirinya.     

London dan L setuju bahwa orang-orang yang paling bertanggung jawab adalah orang yang menjadi dalang peristiwa pembunuhan itu dan mereka tidak bisa dibiarkan lolos.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.