The Alchemists: Cinta Abadi

Menyelesaikan Urusan Dengan Danny Swann



Menyelesaikan Urusan Dengan Danny Swann

0Selama dua hari berikutnya L berusaha menyibukkan diri dengan membuat lagu, berlatih menyanyi dan berkoordinasi dengan para pengacara dari Firma Pengacara Burnham. Ia berusaha keras mengalihkan pikirannya dari London Schneider yang dilihatnya berkencan dengan seorang wanita di restoran dua hari lalu.     

Setiap kali London mengirim SMS atau meneleponnya, L masih tetap akan bersikap ramah, tetapi pelan-pelan ia berusaha menjaga jarak. Hal ini bukan tidak disadari oleh London. Pria itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala ketika membaca balasan SMS dari L yang menjadi pendek-pendek.     

Nada kalimatnya masih tetap baik, tetapi selalu terkesan hanya secukupnya saja. London bisa menduga suasana hati L sedang buruk. Pada hari ketiga, ia pun mengirim pesan kepada gadis itu, berusaha mengorek keterangan kenapa L seolah menghindarinya.     

[Aku kebetulan sedang berada di London untuk urusan pekerjaan. Apakah kau mau bertemu denganku?]     

L yang sedang menuliskan nada-nada dari lagu yang baru yang diciptakannya, mengambil ponselnya untuk membaca SMS dari London. Sesaat kemudian ia mendesah panjang.     

"Aku tahu kau sedang berada di London. Aku juga tahu kenapa kau datang ke sini," gumam gadis itu pelan. Ia lalu menulis balasan SMS untuk pria itu.     

[Maaf aku sedang tidak enak badan. Bisakah kita bertemu nanti saja di Berlin? Lagipula hari ini aku ada urusan penting.]     

Hari ini Danny Swann sudah pulang ke Inggris dan sudah menyatakan bersedia bertemu dengan L. Gadis itu sengaja mengundang Danny untuk bertemu di Suite-nya karena ia merasa lebih aman seperti itu. Nanti L akan minta ditemani dua orang pengacara dari Firma yang disewanya.     

Ia hanya ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Danny dan kembali pulang ke Jerman.     

Di penthouse, di  puncak gedung hotel St. Laurent, London Schneider menerima SMS balasan dari L dengan kening berkerut. L sakit?     

Ia buru-buru menelepon gadis itu.     

"Hei... kau sakit apa? Kau tunggu di situ, ya. Aku akan memanggilkan dokter untukmu..." katanya dengan penuh perhatian. "Aku punya kenalan dokter di kota ini."     

L yang kembali teringat saat ia melihat London berkencan dengan Caroline yang mengenakan jas dokter, seketika batuk-batuk dan kepalanya menjadi pusing. Ia TIDAK MAU bertemu dokter kenalan London. Ia lebih baik menahan sakit sendirian.     

"Tidak usah. Aku tidak apa-apa. Lagipula aku ada janji sebentar lagi. Nanti sore begitu semua pertemuanku selesai aku akan minum obat dan beristirahat. Besok aku sudah pulang ke rumah," tukas L. Ia tidak ingin London memanggilkannya dokter mana pun.     

"Kalau kau tidak enak badan, jangan dianggap remeh. Bagaimanapun kau masih menyusui. Kalau sampai kau kenapa-kenapa, Lily bisa menderita," kata London lagi, berusaha meyakinkan L untuk menemui dokter.     

"Aku mengerti bahwa bagimu aku ini hanya sumber ASI untuk Lily," sahut L. Nada suaranya mulai sewot. "Jangan kuatir, aku akan memastikan Lily selalu mendapatkan makanannya dengan baik."     

"Hei.. bukan begitu maksudku. Bukan hanya Lily, tentu saja aku juga menguatirkanmu. Jangan memaksakan diri..." London merasa bergidik mendengar suara L yang terdengar sewot.     

Ada apa lagi dengan gadis ini? L sudah lama tidak seperti ini, pikirnya. Ia masih berusaha membujuk L untuk menemui dokter karena ia benar-benar kuatir bahwa L memang sakit. Biasanya orang yang sedang sakit memang gampang kesal. "Bagaimana kalau aku memanggil dokter untuk datang menemuimu ke Suite?"     

"AKU TIDAK MAU MENEMUI DOKTER YANG KAU PANGGIL. Tolong biarkan aku sendiri!!" Tiba-tiba L menjerit dan membanting ponsel barunya. Pammy telah membelikannya ponsel baru untuk mengganti yang retak karena dijatuhkannya di depan restoran waktu itu. Tetapi baru tiga hari, rupanya nasib ponsel baru ini pun tidak berbeda dari yang lama.     

London terhenyak kaget mendengar kemarahan L di ujung telepon. Ia hendak bertanya apakah ada yang mengganggu  pikiran L, tetapi sambungan telepon telah terputus.     

Hmm... mungkin L memang sedang membutuhkan waktu sendirian. London memutuskan untuk tidak mengganggunya lagi.     

Ia lalu memanggil Dave dan mendengarkan analisisnya terhadap situasi L. Berdasarkan informasi yang dihimpun pengawalnya itu, L memang akan bertemu Danny Swann siang ini bersama para pengacaranya di Suite. Rupanya L sudah menyiapkan tuntutan atas harta warisan yang menjadi haknya, seperti dugaan London.     

Pria itu duduk termenung sebentar dan menimbang-nimbang pilihannya. Akhirnya ia memutuskan untuk menyerahkan pengawasan L kepada Dave dan ia akan pulang ke Berlin.     

"Rasanya kalau pertemuan itu diadakan di suite hotel ini, L akan aman dan aku tidak perlu menguatirkan apa pun. Kau pastikan saja semuanya aman dan besok kalau mereka pulang kembali ke Berlin kau sendiri yang membawa mereka ke bandara. Aku akan mengirim pesawat pribadi untuk menjemput mereka."     

"Baik, Tuan."     

London lalu menelepon Pammy dan memberitahunya bahwa ia memutuskan pulang duluan ke Berlin untuk memberi waktu sendirian kepada L.     

"Kalian besok pulang ke Berlin menggunakan pesawatku saja. Aku akan mengirim pesawat untuk menjemput kalian. Dave dan timnya akan mengawal kalian sejak dari hotel St. Laurent hingga tiba kembali di rumah di Grunewald," katanya kepada Pammy.     

Manajer L yang belum pernah naik pesawat pribadi tampak sangat terkejut karena diberi kesempatan demikian langka oleh sang tuan besar.     

Ia tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih.     

"Itu bukan hal besar. Yang jelas, aku minta kau mengawasi dan menjaga L untukku," kata London sebelum mengakhiri hubungan telepon.     

Setelah membereskan koordinasi dengan semuanya, London lalu berangkat ke bandara dan pulang ke Berlin. Ia telah cukup lama berdiam di London dan mengabaikan berbagai rapat yang seharusnya ia datangi karena ia ingin mengawasi L.      

Ternyata dalam waktu tiga hari ini ia tetap tidak bisa bertemu L, sehingga kini i a merasa sia-sia jika terus ada di kota itu tanpa melakukan hal yang produktif.     

***     

Setelah jam makan siang, pintu Suite diketok beberapa kali oleh orang asing. Pammy yang membukakan pintu dan mempersilakan mereka. L menyambut kedatangan dua orang pengacara yang dikirim Firma Hukum Burnham itu. Mereka tiba dengan membawa satu kotak berisi berbagai dokumen.     

"Terima kasih kalian sudah datang kemari," kata L sambil mempersilakan mereka duduk. "Bagaimana hasil penelitian yang kalian lakukan tentang kasus ini?"     

Seorang pengaca pria berusia sekitar 50-an tersenyum lebar sambil mengeluarkan beberapa dokumen dari dalamnya.     

"Kami berhasil menemukan salinan surat wasiat George Swann. Seperti yang Nona katakan, memang Anda akan mendapatkan setengah warisannya kalau Anda tidak bersedia menikah dengan cucu keluarga Swann. Rupanya sang kakek sudah bisa menduga bahwa ada kemungkinan Anda tidak bersedia."     

"Itu bagus sekali. Lalu bagaimana dengan total semua aset yang sekarang dipegang Danny? Apakah kalian menemukan daftarnya?" tanya L lagi.     

Ia tahu Danny Swann adalah seorang yang sangat kaya. Keluarganya termasuk ke dalam sepuluh keluarga terkaya di Inggris. L ingin tahu apa saja harta kekayaan yang dimiliki keluarga Swann, supaya ia dapat menentukan apa saja tuntutannya kepada pria itu.     

"Kami juga berhasil mendapatkan daftar seluruh kekayaannya, mulai dari rumah sakit, mall, perusahaan investasi, dan lain-lain. Semuanya ada di sini."     

"Terima kasih," L mengangguk. "Nanti aku akan mempelajarinya."     

Pammy hanya memperhatikan diskusi antara L dan para pengacara tersebut sambil menggendong Lily. Mereka mendiskusikan sesuatu dengan intense dan sepertinya sudah memiliki rencana yang matang.     

Satu jam kemudian bel pintu kembali berbunyi.     

"Biar aku saja yang membuka pintunya," kata L cepat-cepat. Ia permisi kepada kedua tamunya lalu menyambut tamu yang baru datang ini. Ketika ia membuka pintu, tampaklah seorang pemuda berambut cokelat dan tubuh jangkung berdiri di depannya.     

"Senang bertemu kembali denganmu, Marianne." kata Danny Swann sambil tersenyum lebar.     

L mengangguk. Ialu mempersilakan Danny masuk dan duduk di mana saja.     

"Perkenalkan, ini John dan itu Farah. Mereka berdua adalah pengacara yang membantuku dalam kasus kita sekarang." L memperkenalkan anggota timnya. Hal itu membuat Danny mengerutkan keningnya.     

"Kenapa mesti ada pengacara? Apakah aku melakukan kesalahan?" Tiba-tiba Danny merasa kuatir. Tadinya ia mengira L akan menemuinya sekadar untuk membahas tentang pertunangan mereka, tetapi tak diduga ternyata L punya tujuan lain.     

"Duduklah dulu biar tidak terlalu tegang." L mengambil sebotol wine dan 4 buah gelas dan mengisinya ke masing-masing gelas kosong. "Silakan diminum. Kau akan perlu minuman untuk membahas tentang tujuanku datang kemari."     

Kata-kata L yang diucapkan L dengan nada datar dan terkesan dingin seketika membuat bulu kuduk Danny berdiri. Ia belum pernah melihat L bersikap sedingin ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.