The Alchemists: Cinta Abadi

Kesedihan L



Kesedihan L

0L berjalan dengan langkah-langkah cepat masuk ke dalam lobi Hotel St. Laurent. Wajahnya tersembunyi di balik syal tebal dan kacamata hitam. Rambutnya disanggul kecil di atas kepala, membuatnya terlihat sangat elegan.     

Ia mendorong stroller bayi berisi Lily yang sedang tidur di bawah selimut tebal. Sekilas pandang, keduanya tidak menarik perhatian. Namun, petugas check in yang tadi malam menerimanya masuk ke hotel masih mengenali L walaupun L berusaha menyembunyikan wajahnya.     

Dengan tergesa-gesa wanita itu berjalan menghampiri L dan membungkuk hormat kepadanya.     

"Selamat siang, Nona. Selamat datang kembali," sapa sang petugas dengan penuh hormat.     

"Selamat siang." L hanya mengangguk. Ia hendak melanjutkan perjalannya menuju lift, tetapi staf hotel ini mengangkat tangan dan memberi tanda agar L mengikutinya. Hal ini membuat L menjadi keheranan. "Uhm... ada apa, ya? Aku buru-buru."     

"Mohon maaf, kemarin kami tidak mengenali Anda," kata petugas itu.     

"Apa maksudmu? Kau tahu siapa aku, aku memberimu kartu identitasku..." tukas L yang mulai tidak sabar. "Tolong jangan membuang waktuku."     

"Bu.. bukan, bukan itu maksud saya. Kami kemarin tidak tahu bahwa Nona menginap bersama Nona kecil keluarga Schneider. Kami diperintahkan atasan untuk meng-upgrade kamar Anda. Mohon jangan menolak. Nanti saya ditegur kalau tidak melakukan tugas saya..."     

Melihat ekspresi wajah petugas itu tampak memohon, akhirnya L menjadi tidak tega. Ia bisa menduga siapa yang bertanggung jawab untuk upgrade kali ini. Pasti Sinterklas menyebalkan itu, pikirnya.     

Bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak bisa terus-menerus menerima pemberiannya?     

TING     

L keheranan mendengar ponselnya berbunyi. Sambil berjalan mengikuti petugas hotel, ia membuka ponselnya dan membaca SMS masuk dari London Schneider.     

[Kenapa tidak bilang kau menginap di St. Laurent? Seharusnya kau dan Lily menginap di penthouse. Kalau kau mau hidup menderita di kamar standard, jangan libatkan Lily. Jangan bawa anakku hidup susah bersamamu.]     

L membaca SMS itu dengan mata disipitkan. Ia hendak membalas SMS itu, tetapi perhatiannya teralih oleh sang petugas hotel yang sudah memberikan kunci baru kepadanya.     

"Barang-barang Anda akan segera kami pindahkan ke Presidential Suite. Anda bisa ikut saya sekarang, saya akan membawa Anda ke tempat yang baru."     

L hanya bisa mengangguk. Ia menyimpan ponselnya dan menerima kunci dari petugas hotel tanpa berkata apa-apa. L lalu berjalan mengikuti sang petugas masuk lift dan naik ke lantai 30. Setelah berjalan menyusuri lorong hingga ke ujung, mereka tiba di depan sebuah pintu besar.     

"Silakan masuk dan beristirahat. Nanti kalau Anda memerlukan sesuatu silakan tekan bel ini saja, kami akan mengirim pelayan pribadi untuk membantu Nona."     

Sang petugas membantu L membuka pintu dan membawanya mengelilingi Presidential Suite seluas 200 meter persegi itu. Di dalamnya ada 3 buah kamar dengan ruang tamu luas, ruang makan mewah, dan bahkan ruang kerja tersendiri.     

Penataannya sangat mewah dan hampir sama eksklusifnya dengan penthouse yang terletak di lantai paling atas. Bedanya adalah penthouse yang sekarang ditempati London berukuran 600 meter persegi dan memiliki pemandangan 360 derajat ke sekelilingnya.     

Untuk sesaat L hanya bisa berdiri terkesima. Ia belum pernah memasuki suite seluas dan semewah ini. Dalam hati ia hanya dapat menduga-duga seperti apa penampilan penthouse yang tadi disebutkan London dalam SMS-nya.     

"Hmm.. terima kasih. Kami akan beristirahat dulu. Tolong barang-barang kami dikirim ke atas ya..." kata L beberapa saat kemudian setelah ia dapat menguasai diri.     

"Tentu saja, Nona. Kami akan segera antarkan."      

Petugas hotel segera undur diri, meninggalkan L yang masih terkagum-kagum pada suite luas yang ditempatinya.     

Di meja makan ada berbagai buah-buahan segar organik, dan di ruang duduk ada minibar dan lemari es yang berisi berbagai minuman paling mahal dan berkelas. L duduk di sofa dan mengamati sekelilingnya dengan kagum.     

Ia tahu bahwa Hotel St. Laurent adalah jaringan hotel terbesar di dunia dan memiliki cabang di puluhan kota besar dunia. Satu suite-nya saja sudah demikian mewah... L tidak dapat membayangkan betapa besarnya kekayaan keluarga yang memiliki puluhan hotel dalam satu jaringan ini saja.     

Schneider Group memiliki satu jaringan hotel serta puluhan hotel dan resort independen di bawah benderanya. Dan perhotelan hanyalah satu dari begitu banyak lini bisnis mereka. Mereka memiliki maskapai penerbangan, perusahaan investasi, grup perusahaan pertambangan dan energi baru dan terbarukan, transportasi, komunikasi, dan masih banyak lagi.     

Selama ini L hanya tahu dari luar, berdasarkan informasi yang dibacanya tentang orang-orang terkaya di dunia, tetapi ia tidak pernah bermimpi akan bertemu seorang laki-laki yang berasal dari keluarga Schneider yang terkenal tertutup itu.     

Sambil memandang sekelilingnya, L tanpa sadar menahan napas. Pikirannya seketika seolah mendapatkan pencerahan, betapa jauhnya jarak antara dirinya dan London Schneider.     

Pria itu sangat amat jauh di atasnya dalam hal kekayaan. Walaupun L bekerja bertahun-tahun dan menjadi seorang superstar yang sangat terkenal, ia tidak akan bisa mendekatkan jarak itu dengan usahanya sendiri.     

Gadis itu menghela napas. Ia kembali teringat pertemuan pertama mereka di pesta yang diadakan Stephan Zimmerman, si brengsek itu. London Schneider mengaku bernama Killian Makela dan penampilannya saat itu terlihat sangat biasa, malahan bajunya terlihat seperti orang miskin yang berusaha tampil rapi di pesta orang kaya.     

Siapa yang mengira, laki-laki berpenampilan sederhana itu memiki kekayaan yang sangat besar? Bahkan setelah pesta berlalu, London masih tetap bersikap seperti orang biasa dan sangat sederhana. Ia bahkan menyamar bekerja sambilan di Majalah Luxe agar dapat sering bertemu L...     

Gadis itu menelan ludah saat membayangkan orang seperti London Schneider pasti sangat sibuk mengurusi bisnis keluarganya yang menggurita, tetapi ia sempat-sempatnya menyamar sebagai fotografer untuk bertemu L. Dan kemudian ia bahkan rela tinggal di apartemen sederhana yang mereka tempati selama berbulan-bulan... agar ia dapat memastikan L tetap sehat dan kandungannya baik-baik saja.     

Mengingat semua itu, pelan-pelan air mata mulai berjatuhan ke pipi L. Karena tidak ada siapa-siapa di sekitarnya, dan Lily masih tidur di stroller, L tidak menahan tangisnya.     

Airmata menetes semakin lama semakin deras, dan pelan-pelan isak tangisnya mulai terdengar. Akhirnya L menangkupkan wajahnya ke kedua telapak tangannya dan menangis semakin pedih.     

Ia mencintai Sinterklas menyebalkan itu. London Schneider adalah laki-laki pertama yang memiliki tempat istimewa di hatinya. Pria itu pula yang memberinya keluarga setelah ia hidup sebatang kara selama sebelas tahun.      

L merasa tersanjung, karena laki-laki yang demikian sempurna jatuh cinta kepadanya dan memperlakukannya dengan penuh cinta.     

Tetapi.. bagaimana jika ia berubah pikiran lagi? Bagaimana jika aku menyerahkan hatiku seutuhnya dan ia kemudian menyadari bahwa wanita lain jauh lebih baik dariku?     

Bagaimana aku bisa hidup kalau hal itu terjadi?     

L tak henti-hentinya menangis hingga air matanya kering.     

Perbuatan London yang membatalkan rencana pernikahan mereka masih meninggalkan bekas luka di hatinya dan membuatnya takut untuk kembali disakiti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.