The Alchemists: Cinta Abadi

Keputusan L (2)



Keputusan L (2)

2Karena London tidak juga memberikan  jawaban, L memaksa mengambil keputusan untuk mereka berdua.     

"Kau bisa pergi sekarang. Nanti kau terlambat untuk kencanmu," tukas L sambil bangkit dari lantai dan menggendong Lily dari keranjangnya.     

"L.. tunggu dulu..." London buru-buru bangkit dan mengejar L yang sudah berjalan ke kamarnya. Sebelum ia berhasil masuk, L telah melempar pakaiannya keluar kamar dan menutup pintu. "L... tolong buka pintunya."     

Ia mengetuk dua kali dan menunggu.      

"Memangnya kau tidak punya tangan dan tidak bisa buka pintu sendiri?" Terdengar suara L mengomel dari dalam kamar.     

"Eh... tidak dikunci?" London keheranan. Ia membuka pegangan pintu dan menemukan memang pintunya tidak  dikunci. "Aku pikir kau mengunci pintu."     

Ia menemukan L sudah menaruh Lily di keranjang bayi dan gadis itu sedang mengambil beberapa pakaian dari lemari. Ia sedang bersiap mandi.     

"Kau mau kemana?" tanya London keheranan. Ia sungguh bingung dengan sikap L. Tadinya ia mengira L masih marah-marah dan mengunci diri di kamar setelah melempar keluar pakaiannya.     

"Aku ada urusan." L mengangkat wajahnya dan menatap London dengan pandangan menusuk. "Mau apa lagi kau di sini? Cepat pulang dan bersiap-siap. Jan sudah mempersiapkan kencan dengan wanita cantik untukmu. Kau tidak boleh membuat wanita menunggu. Itu tidak sopan."     

London merasa benar-benar seperti sedang memakan buah simalakama. Ucapan L terasa sangat menusuk, tetapi ia sadar itu adalah kesalahannya sendiri.     

"Kau benar-benar ingin aku kencan dengan wanita-wanita itu?" Akhirnya ia bertanya, berusaha memastikan sekali lagi bahwa keputusan L memang telah final.     

"Benar. Pokoknya selama sebulan ini kau silakan bertemu sebanyak mungkin wanita yang menurutmu lebih baik dariku. Bulan depan kita bicara lagi." L mengambil dua buah gaun panjang yang cantik. Satu berwarna biru muda dan satu krem lalu mematut diri di depan cermin.     

"Yang krem cocok untuk cuaca hari ini," komentar London. "Tapi bulan depan kita bisa kembali membicarakan pernikahan kita kalau aku sudah bertemu dengan wanita-wanita itu dan meyakinkanmu kalau aku hanya ingin menikah denganmu?"     

"Benar." L menyimpan gaun krem ke lemari dan mengambil yang biru untuk dipakai, terang-terangan menentang saran London barusan. "Selain untuk urusan Lily, kita berdua tidak ada hubungan apa-apa lagi."     

London tahu L kali ini benar-benar marah. Dari dulu gadis itu selalu mendengarkan sarannya dalam memilih pakaian.     

"Uhm.. kau mau kemana?" tanya London, masih belum menyerah.     

"Aku ada urusan," jawab L pendek. Ia lalu mengambil Lily dari keranjang dan membawanya ke dalam kamar mandi. "Ayo, Sayang... kita bersiap-siap sekarang."     

London hendak mengikuti tetapi pintu kamar mandi ditutup di depannya dan dikunci.     

"Kalian mau kemana?" tanyanya lagi.     

"Itu bukan urusanmu," sahut L dari dalam kamar mandi.     

"Ini urusanku karena kau akan membawa Lily," balas London. "Aku ayahnya. Kau tidak bisa membawa anakku tanpa sepengetahuanku..."     

"Bukan hanya kau yang bisa membawa anakmu ke tempat kerja."      

Kata-kata L membuat London tertegun. Ia tidak menyangka L akan benar-benar melakukan hal ini. Ia akan membawa Lily ke tempatnya bekerja??     

Bukankah selama ini L selalu berusaha merahasiakan tentang mereka? Kenapa sekarang ia berubah? Apakah L memang sungguh-sungguh dengan ucapannya?     

Ia hendak bertanya lagi, tetapi bunyi air mengalir deras membuat suaranya tidak dapat terdengar ke dalam. Sia-sia saja ia bicara. Akhirnya London keluar kamar L dan memunguti pakaiannya dan masuk ke kamarnya sendiri. Ia buru-buru mandi dan berganti pakaian agar selesai sebelum ibu dan anak itu keluar kamar.     

Pukul 11.30 ia sudah menunggu L dan Lily keluar dengan penampilan yang rapi. L dan Lily keluar kamar pukul 12 siang.     

Lily tampak imut sekali dengan onesie bemotif beruang kecil dan jaket tebal berwarna biru muda, sementara L mengenakan gaun biru semata kaki dengan sepatu boot kulit cokelat dan jaket kulit modis berwarna senada. Rambutnya ditata menjadi sanggul elegan di atas kepalanya. Matanya yang sembab ditutupi kacamata hitam dan secara keseluruhan ia terlihat keren sekali.     

Untuk sesaat London terkesima melihat penampilan L yang begitu elegan dan keren. Setelah melahirkan Lily tiga bulan yang lalu, bentuk tubuh L telah kembali sempurna seperti sebelumnya dan ukuran dadanya akibat menyusui bertambah satu angka sehingga ia malah terlihat jauh lebih seksi dari sebelum ia melahirkan.     

Pemuda itu hampir saja meneteskan liur melihat pemandangan indah itu. Seketika pikirannya kembali pada peristiwa di malam sebelumnya, ketika tubuh seksi itu berbaring polos di bawahnya dan ia bisa merasakan mulusnya kulit tubuh L yang sehalus sutra saat menyentuh kulitnya. Lalu... dadanya yang penuh dan lunak, serta mahkotanya yang mungil dan segar seperti bunga mawar merah jambu yang siap dipetik...     

"Hei! Awas kalau kau berpikir mesum tentang aku!" sentak L sambil memukul bahu pria itu dengan tas tangannya. Ia bisa membaca pikiran pria itu dari ekspresinya yang terlihat agak bodoh.     

"Eh... kau salah. Aku hanya terkesima karena kau cantik sekali hari ini..." bantah London buru-buru. "Uhm.. kau masih belum bilang kau mau kemana..."     

"Aku mau bertemu pengacaraku dan membahas sesuatu. Aku akan pergi seharian," jawab L. "Kau juga harus pergi kan?"     

Ia menunjuk pada pakaian London yang rapi.     

"Uhm.. ya, aku harus ke kantor," jawab pria itu dengan sungkan.     

"Ke kantor dan... kencan dengan Nona Sarah," sindir L.     

"Aku tidak akan kencan dengan wanita itu," jawab London bersikeras.     

"Kalau kau tidak mau menemui mereka, aku tidak mau menikah denganmu dan tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan." L mengangkat bahu dan berjalan keluar rumah sambil membawa Lily. Ia lalu membuka pintu gerbang rumah mereka dan masuklah sebuah taksi dengan supir android yang dengan sopan membukan pintu untuknya. L lalu masuk dan menaruh Lily di car seat dan memasang seatbeltnya.     

"L... apakah tidak ada cara lain untuk aku membuktikan bahwa kau adalah satu-satunya wanita yang kuinginkan?" tanya London dari jendela taksi.     

"Tidak ada, hanya itu." jawab L tanpa menoleh. Ia menepuk bahu supir taksi dan menyuruhnya pergi. "Kita berangkat sekarang."     

Taksi itu lalu bergerak keluar halaman dan secara otomatis pintu gerbang rumah besar itu pun menutup di belakangnya, meninggalkan London yang berdiri kebingungan di halaman.     

Seandainya ada mesin untuk menerjemahkan isi hati wanita, ia bersedia menyerahkan setengah harta kekayaannya untuk mendapatkannya. Baginya, memahami jalan pikiran L setara nilainya dengan separuh hartanya.     

Ugh... Rasanya sekarang ia tidak punya pilhan selain membuktikan kepada L bahwa walaupun ia bertemu dengan begitu banyak wanita, ia hanya mencintai dan menginginkan L.     

London meraba sakunya hendak menelepon Jan. Setelah meraba ke semua saku di pakaiannya dan tidak menemukan ponselnya, ia baru sadar bahwa tadi ia telah menjatuhkan dan menginjak-injak benda itu untuk menghentikan ocehan Jan.     

Sial.. berarti ia harus menelepon Jan untuk membelikannya ponsel baru.     

Ah, tapi ia tidak bisa menelepon Jan untuk memberikannya ponsel baru karena ponselnya rusak. Ia harus ke rumahnya dulu dan mengirim email kepada asistennya itu. Sambil menggerutu, London masuk ke mobilnya dan pulang ke mansion keluarga Schneider.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.