The Alchemists: Cinta Abadi

Bertukar Pikiran



Bertukar Pikiran

1Mendengar ekspresi lelah L dan suaranya yang serak karena pasti ia tadi banyak menangis saat mengira London sengaja tidak mau mengangkat panggilan teleponnya, London menjadi tidak tega.     

Entah kenapa pertahanannya selalu runtuh melihat L menangis. Mengapa ia lemah sekali menghadapi gadis ini? Baru tadi pagi ia bertekad untuk memberi L pelajaran dan mengikuti saran Jan untuk berkencan dengan wanita-wanita lain... sekarang, ia hanya ingin memeluk L dan menenangkannya di dadanya.     

Aku ini payah sekali... pikir London hampir putus asa.     

Ia akhirnya duduk di samping L dan memegang tangannya. "Aku juga lelah dengan semua miskomunikasi kita. Aku tidak mengira kau masih begitu rendah menilaiku bahwa aku akan bersikap demikian picik dengan mengambil Lily dan memisahkannya darimu tanpa permisi."     

L menatapnya dengan mata berlinangan air mata. "Aku bisa apa kalau kau mau melakukannya? Kita ini tidak setara. Kau bisa melakukan apa pun kepadaku dan aku tidak akan bisa membalasmu. Kalau kau mau mengambil Lily dariku dan memutuskan hubungan, lebih baik aku mati saja."     

"L.. jangan berkata  begitu!" seru London dengan nada suara kaget. Ia tidak mengira L bisa bertindak nekat. "Aku berjanji kepadamu, aku tidak akan pernah memisahkanmu dari Lily, apa pun yang terjadi di antara kita. Percayalah kepadaku..."     

L menatap London dengan bibir berkerut menahan tangis.     

"Bagaimana aku bisa percaya kepadamu? Akhir-akhir ini kau berubah. Kau bahkan bisa mengucapkan kata-kata jahat kepadaku tadi malam..."     

Ugh... London mengerti bahwa berubah yang dimaksud L adalah sikapnya yang kini tidak lagi mengejar-ngejar gadis itu dan malah dua minggu lalu membatalkan rencana pernikahan mereka. Ia sadar bahwa selama ini hubungannya dan L hanya berjalan searah dan ia harus keras kepada dirinya sendiri untuk menjauhi L agar mereka tidak terjebak dalam pernikahan yang tidak setara.     

"L... maafkan kata-kataku yang kuucapkan kemarin karena aku marah. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu. Saat itu aku sangat kesal karena kau malah mau menikah dengan Danny Swann.. untuk apa? Untuk memenuhi janji di antara kakek kalian? Atau untuk menutup mulut Danny agar tidak membongkar rahasiamu?"     

"Keduanya..." jawab L dengan suara serak.     

"Nah, aku beri tahu ya... Danny Swann memaksa ingin menikah denganmu bukan untuk memenuhi wasiat kakeknya, melainkan karena ia ingin mengambil harta bagianmu." Akhirnya London memutuskan untuk memberi  tahu L apa yang terjadi sebenarnya, agar L mengerti bahwa Danny Swann adalah seorang laki-laki brengsek. Ia masih akan menutupi peran keluarga Wendell dalam kematian keluarganya, karena ia tidak ingin L merasa shock.     

"A.. apa maksudmu? Aku tidak punya harta..." L menggeleng keheranan. "Kau pasti salah."     

"Dengar, ya... aku London Schneider, tidak pernah salah," tukas London tidak sabar. "Aku berhasil menemukan surat wasiat George Swann yang asli dan di sana tertulis bahwa cucunya harus menikah denganmu untuk membalas budinya kepada kakekmu dulu. Kalau Marianne De Maestri tidak mau menikah dengan cucu keluarga Swann, maka ia akan menerima setengah harta warisan yang ditinggalkan kakek Swann."     

L menatap London dengan sepasang mata membulat dan bibirnya terbuka dengan ekspresi shock.     

Ia... mewarisi setengah harta kekayaan keluarga Swann?     

Bagaimana mungkin?     

"Kau tidak bohong?" tanyanya keheranan.     

London menggeleng. "Buat apa aku bohong? Danny Swann tidak mau kehilangan setengah harta warisannya, makanya ia terus memaksamu menikah dengannya walaupun hanya pernikahan pura-pura asalkan sah di mata hukum."     

"Apakah aku bisa menanyakan ini kepada Danny?" tanya L.     

London menggeleng. "Tidak boleh, dia akan membantah dan menipumu. Aku bisa memperlihatkan semua informasi tentang surat wasiat itu kepadamu asalkan kau berjanji tidak akan membahasnya dengan Danny Swann dan membuatnya curiga."     

"Uhm.. kalau kau bisa menunjukkan surat wasiatnya, aku akan berterima kasih..." L menggigit bibirnya dan menunduk. Ia sama sekali tidak menduga hal ini. Astaga... ia sudah membaca sedikit tentang kekayaan keluarga Swann. Mereka adalah salah satu dari sepuluh keluarga terkaya di Inggris.     

Kalau L memang mewarisi setengah kekayaaan ini.. maka ia akan menjadi seorang wanita yang bergelimang harta. Ia dapat hidup sendiri dan tidak perlu bergantung kepada kariernya maupun laki-laki mana pun.     

Pikiran ini membuat hatinya pelan-pelan dihinggapi rasa gembira.      

Wajahnya yang tadi kusut dan dipenuhi kesedihan kini menjadi sedikit cerah dan air matanya sudah berhenti mengalir. L memeluk Lily dengan erat di dadanya.     

"Aku tidak akan menikah dengan Danny Swann..." kata L dengan suara lirih.     

"Bagus kalau begitu," balas London. Ia berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar terlalu bersemangat. Kalaupun ia dan L berpisah, L tidak boleh menikah dengan Danny Swann busuk itu. "Tapi kumohon kau jangan berbuat apa-apa dulu selama sebulan ke depan. Jangan membahas tentang warisan kepada Danny, aku tidak mau ia curiga."     

"Kenapa?" tanya L.     

"Aku sedang melakukan sesuatu untuk menangkap orang yang bertanggung jawab atas kematian keluargamu..."      

London baru sadar ia kelepasan bicara ketika kata-kata itu sudah keluar dari bibirnya.     

"Siapa yang bertanggung jawab atas kematian keluargaku? Kau tahu?? SIAPA?"      

Benar saja. L seketika menjadi emosional dan dadanya dipenuhi kemarahan. London buru-buru mengambil Lily dari gendongan ibunya agar bayi mereka tidak terpengaruh emosi L.     

"Sssh... kau membuat Lily kuatir," ia menegur L. "Aku akan memberitahumu semua pada waktunya. Sekarang biarkan aku yang mengurus ini sendiri. Kalau kau tahu, kau hanya akan menjadi emosi, persis seperti ini."     

"Maaf..." L menunduk sambil meremas-remas jarinya. Ia memang sangat emosional setiap kali memikirkan tentang keluarganya yang dibantai. Ia telah hidup dengan menyimpan dendam kesumat selama sebelas tahun, dan baru beberapa bulan yang lalu memaksa dirinya untuk melepaskan dendamnya agar bisa memfokuskan hidupnya kepada Lily.     

Kini, mendengar bahwa London mengetahui siapa orang yang membunuh keluarganya, api dendam gadis itu kembali membara.     

"Aku ingin kau percaya kepadaku." London menaruh Lily di keranjangnya lalu kembali duduk di samping L. "Aku tidak mengerti kenapa sulit sekali bagimu mempercayaiku? Kenapa sulit sekali bagimu untuk menyerahkan semuanya kepadaku dan berterima kasih kalau aku melakukan sesuatu untukmu? Kenapa egomu tinggi sekali? Untuk orang miskin, egomu terlalu tinggi."     

L tidak membantah. Semua kata-kata London memang benar. Ia sangat sulit untuk mempercayai pria itu dan menyerahkan segala sesuatunya kepadanya. Setiap kali London melakukan sesuatu demi dirinya, L justru menjadi defensif.     

Ia sulit sekali menerima kenyataan bahwa kariernya, semua kontrak yang diperolehnya, dan bahkan popularitasnya selama ini bukanlah murni hasil dari kerja kerasnya melainkan pemberian dari pemilik Schneider Group ini.     

Ia tahu seharusnya ia berterima kasih, tetapi hatinya justru merasa terpukul dan ia merasa dirinya tidak berarti. Semua yang dimilikinya adalah pemberian, bukan hasil upayanya sendiri, dan ia tidak menyukai situasi ini.     

Tetapi rasanya sulit sekali menyampaikan itu semua kepada London. L tidak pandai berkata-kata dan sering kali saat ia hendak mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, kata-katanya yang judes malah keluar dan mengacaukan semuanya.     

Ia sungguh tidak tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.