The Alchemists: Cinta Abadi

Hari Ini Nona Lily Sangat Populer



Hari Ini Nona Lily Sangat Populer

0Jan membuat profil yang cukup menarik. London lagi-lagi menggunakan nama Killian Makela dengan pekerjaan sebagai fotografer untuk suatu majalah lifestyle dan memiliki seorang anak.      

"Profil duren atau duda keren sangat menarik banyak wanita. Insting keibuan mereka akan tergerak melihat ada seorang laki-laki tampan yang memiliki satu orang anak membutuhkan seorang wanita dalam hidup mereka," komentar Jan memberikan alasan untuk semua detail yang ia taruh di profil London. "Satu anak adalah angka ajaib. Kalau misalnya Tuan Alaric dengan anaknya yang empat itu hendak mencari pasangan lewat kencan online, aku jamin dia tidak akan terlalu berhasil. Bagi seorang wanita, mengurusi empat anak dari wanita lain itu sudah keterlaluan.. Yah, kecuali Tuan Alaric menuliskan lengkap bahwa dirinya sangat kaya dan berkuasa, ceritanya lain lagi. Tapi ini kan kita bicara tentang profil orang kebanyakan."     

"Hush.. apa maksudmu Alaric akan mencari pasangan lewat kencan online? Kau sudah gila, ya?"  tanya London ketus. Ia tahu Jan tidak menyukai Alaric, makanya nada suara Jan saat membicarakan kakak iparnya itu selalu terdengar negatif.     

Jan hanya mengangkat bahu. Sampai kapan pun akan sulit baginya bersikap baik kepada Alaric, karena pria itu adalah penyebab ayahnya bunuh diri.     

London tidak memperpanjang isu tersebut dan melanjutkan membaca detail profilnya.     

"Aku gemar membaca dan traveling. Ini bagus... profilku terkesan intelek," pujinya kemudian. "Foto-fotonya juga bagus. Kau bisa melanjutkan profilnya, semuanya sudah oke. Lalu nanti bagaimana?"     

"Aku akan mengontrol profil ini dan menyortir calon wanita yang memenuhi syarat untuk bertemu Tuan. Pokoknya Tuan tahu beres," jawab Jan.     

"Aduhhh..." London mengaduh kesakitan ketika tiba-tiba Lily menggigit jarinya. Walaupun belum memiliki gigi, sepertinya bayi mungil itu mengerahkan sekuat tenaga untuk menggigit jari ayahnya. London menoleh ke arah Lily dengan wajah bingung."Kau ini kenapa, Lily sayang?"     

Ia lalu bertukar pandang dengan Jan.     

"Uhm... sepertinya Nona Lily tidak suka Tuan berkencan dengan wanita lain," jawab Jan asal-asalan. "Kita tidak akan pernah tahu, Nona masih terlalu kecil dan belum bisa bicara."     

Keduanya mendekatkan wajah mereka dan mengamati Lily dari jarak dekat. Lily masih tidak  mau melepaskan jari telunjuk ayahnya.     

"Ini sangat mengherankan. Menurutmu dia benar-benar mengerti pembicaraan kita?" tanya London keheranan. Ia sudah tidak merasakan sakit pada jarinya. Segenap perhatiannya sekarang terarah kepada Lily. "Kalau benar begitu, berarti anakku ini genius!"     

Mendengar pujian ayahnya yang memanggilnya genius, Lily melepaskan jari London dan tersenyum dengan imut sekali.     

Jan tidak yakin dugaan bosnya benar. Semua orang tua adalah makhluk paling bias terhadap anak-anak mereka. Bagi semua orang tua, anak mereka adalah anak paling cantik, paling pintar, dan paling menggemaskan di dunia. Namun, ia tidak kurang kerjaan untuk membantah perkataan bosnya. Ia hanya mengangguk-angguk saja.     

"Baiklah, Tuan. Nanti begitu ada calon yang cocok, aku akan memberi tahu Tuan. Aku pergi dulu, rapat divisi investasi akan berlangsung sejam lagi." Jan hendak minta diri ketika London menghentikan langkahnya.     

"Uhm... tolong sterilkan botol susu dulu ya, Jan. Aku tidak bisa bergerak..." kata London sambil menunjuk kulkas.     

Memang benar. Lily masih berbaring dengan nyaman di pangkuan ayahnya dan London merasa tidak tega untuk mengganggu kenyamanan putri kesayangannya dengan bangkit berdiri dan menyiapkan susu untuknya, saat ada Jan yang bisa melakukan itu untuknya.     

Jan hanya bisa menggerutu dalam hati, tetapi ia melakukan apa yang diperintahkan London tanpa membantah. Sepuluh menit kemudian ia sudah menyerahkan botol steril berisi ASI hangat ke tangan bosnya.     

"Aku permisi dulu," katanya kemudian.     

"Terima kasih banyak, Jan." London mengangkat tangan Lily dalam gerakan melambai dan berpura-pura meniru suara bayi, "Telima kaci, Paman Yan..."     

Jan hanya bisa menepuk keningnya sambil berjalan keluar ruangan bosnya. Sebenarnya jabatannya di gedung ini adalah Direktur HRD, tetapi di depan London Schneider ia adalah seorang asisten serba bisa yang diharapkan membantu bosnya dari urusan asmara hingga mensterilkan botol ASI.     

***     

Pukul 3 sore, setelah makan siang, London membawa Lily ke ruang rapat besar di ujung koridor satu lagi. Ia merasa sangat senang karena ternyata membawa bayinya ke kantor sama sekali semerepotkan yang diduganya.     

Ia hanya mengganti popok tiga kali sejauh ini dan memberi ASI setiap dua jam. Lily tidak rewel karena suhu ruangannya cukup sejuk dan ia selalu memiliki mainan yang membuatnya sibuk. Sebagian besar waktunya kalau tidak bermain juga dihabiskan untuk tidur.     

Ketika ia lewat koridor berisi ratusan karyawan yang sedang bekerja di kubikel masing-masing, ia kembali menarik perhatian banyak staf. Ia bahkan tidak sadar mereka mengambil fotonya diam-diam. Hari itu Nona Lily Schneider menjadi bahan pembicaraan trending di lingkungan internal Schneider Group.     

"Selamat sore, kita bisa memulai  rapatnya," kata London begitu masuk ke ruang rapat dan menutup pintu di belakangnya. Ia menaruh keranjang Lily di kursi besar di sampingnya dan memulai acara rapat mereka hari itu.     

Sebagian besar direkturnya yang berusia separuh baya tampak keheranan melihat ada bayi di ruangan rapat mereka, tetapi tidak ada satu pun yang berkomentar. Mereka menjalankan acara rapat dengan serius selama dua jam.     

Mulanya Lily tampak memperhatikan dengan serius pembahasan para direktur di ruangan besar itu, tetapi lima belas menit kemudian ia tampak bosan dan menguap beberapa kali, lalu tidur.     

Beberapa kali tingkahnya saat tidur membuat para hadirin menyembunyikan tawa mereka. Lily tampak bermimpi dan mengoceh tidak jelas beberapa kali dengan mulut setengah terbuka dan air liur yang membasahi dagunya.     

London sangat gembira melihat betapa semua orang yang melihat Lily tampak terpesona oleh bayinya itu. Ia sungguh tidak sabar melihat Lily tumbuh besar dan bisa berjalan serta berbicara.. pasti anaknya akan jauh lebih menggemaskan.     

"Baiklah... rapat selesai. Kita akan bertemu kembali dengan rencana tahun depan di akhir bulan November," kata London sambil menutup rapat. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore.      

Semua direktur permisi keluar dan hanya tinggal Jan dan London di dalam ruangan rapat.     

"Hari ini Nona Lily sangat populer," komentar Jan. "Aku tidak ingat Tuan Caspar pernah membawa anak-anaknya ke kantor."     

London menggeleng. "Hmm.. memang tidak pernah. Ayahku terlalu overprotektif. Kami tidak pernah dibawa ke publik."     

Ia sedikit menyesali cara Caspar membesarkan anak-anaknya. Caspar terlalu mengkuatirkan keselamatan anak-anaknya hingga memilih untuk menyembunyikan mereka di rumah. Akibatnya kini London menjadi dewasa tanpa banyak memiliki teman.     

Kalau dipikir-pikir, ia tidak ingin hal yang sama terjadi kepada Lily. Ia ingin anaknya tumbuh seperti anak normal lainnya dan memiliki banyak teman.     

Ia mengangkat keranjang Lily dengan sangat hati-hati agar tidak membuat bayinya terbangun dan mengambil ponselnya dari meja samping yang tadi disenyapkannya.     

Seketika kening London mengerut saat melihat ada 100 missed call dari L.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.