The Alchemists: Cinta Abadi

Apa Katamu?



Apa Katamu?

0Saat London tiba di rumah L di Grunewald untuk menjemput Lily, ia menemukan gadis itu sedang duduk di depan piano sambil memencet beberapa tuts lalu menuliskan nadanya di buku musik.     

"Halo, selamat datang," kata L sambil mengangkat wajahnya dari piano ketika mendengar suara London tiba.     

"Kau sedang apa?" tanya pria itu sambil berjalan mendekati L.     

"Aku sedang menulis lagu baru," kata gadis itu sambil menunjukkan buku musiknya.     

"Kudengar penjualan album pertamamu cukup bagus," kata London.     

L mengangguk sambil mengangkat bahu, "Yah... lumayan untuk ukuran seorang penyanyi yang tidak bisa konser untuk mempromosikan musiknya."     

London mengerti maksud L. Karena kehamilannya, gadis itu harus menunda setiap konser untuk mempromosikan albumnya. Saat itu ia beralasan tengah sakit serta memulihkan diri di Swiss dan ia hanya bisa melakukan berbagai upaya promosi lewat media streaming online.     

Kini sudah terlambat baginya untuk mengadakan tur album pertama. Yang dapat ia lakukan adalah segera membuat album kedua dan mengadakan konser untuk mempromosikan album tersebut sekaligus yang pertama.     

"Aku akan sangat sibuk sebulan ke depan," kata L kepada London. "Target produser adalah mengeluarkan album ini sebelum tahun baru."     

"Oh, begitu ya?"     

"Benar. Jadi aku minta maaf terlebih dulu, karena aku akan merepotkanmu dengan Lily lebih dari biasanya. Aku harus bekerja keras di studio untuk menyelesaikan albumku."     

London hanya mengangguk mendengar permintaan L. "Tidak masalah. Aku bisa bekerja dari rumah agar aku bisa bersama Lily. Kalau ada keperluan di luar aku juga bisa membawanya ke kantor."     

L sangat terkejut mendengarnya.     

"Bukan begitu... Maksudku, aku tahu kau tidak mungkin bisa membawa anak kecil ke kantor. Yang kuminta adalah.. mungkin kau bisa meminta ibumu atau asistenmu untuk mengurusi Lily..."     

London menggeleng mendengarnya.     

"Tentu saja tidak. Buat apa aku minta ibuku atau asisten untuk mengurusi anakku sendiri? Ibuku sedang di Rumania dan dia sibuk. Bukan tanggung jawabnya untuk mengurusi anak-anak orang lain."     

"Bukan begitu maksudku. Kita kan juga punya staf di rumah ini? Kenapa tidak meminta mereka membantumu?"     

"Mereka bukan keluarga," tukas London dengan tegas. "Kau tidak tahu betapa keluargaku sangat berhati-hati dengan orang lain kalau sudah berhubungan dengan anak. Aku dapat bekerja dari rumah menjaga Lily selama kau sibuk di studio. Kau pastikan saja selalu tersedia ASI untuk Lily."     

Akhirnya L mengangguk. Ia tentu lebih menyukai bila Lily diasuh oleh ayahnya sendiri, tetapi kalau London tidak menawarkan diri, tadinya ia tidak akan meminta.     

"Kau sudah makan?" tanyanya kemudian kepada London.     

Pria itu menggeleng. "Belum... belum sempat."     

"Kau mau makan malam di sini?" tanya L dengan wajah penuh harap.     

London mengangkat bahu dan bertanya balik. "Ada makanan apa di rumah?"     

"Uhm... tadi aku belajar memasak sesuatu. Aku tidak yakin dengan rasanya... tapi coba saja."     

"Baiklah."     

London adalah pria sopan yang tidak akan menolak undangan makan dari seorang gadis yang sudah bersusah payah memasak untuknya.     

L mengangguk dan berjalan ke dapur untuk memanaskan masakan yang tadi dibuatnya di microwave, sementara London masuk ke kamar dan mengambil Lili dari pelayan yang sedang bermain dengan bayinya.     

Ia mengucapkan terima kasih dan meminta staf itu untuk kembali ke Paviliun mereka sendiri. Dengan penuh kasih sayang ia lalu menggendong Lily dan membawanya ke dapur untuk menemui L. Gadis itu sedang menata meja makan mereka dengan beberapa hidangan yang terlihat lumayan.     

Dalam hati London memuji upaya L memasak kali ini. Ia lalu menaruh Lili di keranjang di samping kursinya sementara ia duduk sambil menikmati hidangan yang sudah disiapkan L. Mereka lalu makan dengan tenang.     

Suasana hati L hari ini tampaknya sangat baik. Ia mulai mengajak London bicara mengenai hal-hal kecil agar makan malam mereka tidak terasa canggung.     

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Kau sibuk apa?" tanyanya sambil mengiris potongan daging yang ada di piringnya.     

London hanya mengangkat bahu, "Seperti biasa saja... tidak ada yang berubah."     

"Oh, begitu..." kata L sambil mengangguk. Ia masih belum menyerah melihat London hanya menjawab pertanyaannya seadanya. Ia kembali bertanya. "Apakah kau membaca berita gosip akhir-akhir ini?"     

Awalnya London hendak berbohong dan berkata tidak, tetapi akhirnya ia memilih untuk jujur.     

"Ya, aku sempat membaca beberapa artikel....dan video," katanya.     

"Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Kitaro," kata L tiba-tiba. London mengangkat wajahnya keheranan mendengar ucapan L yang nadanya mendesak. "Di video wawancara itu - saat ia mengatakan bahwa ia menyukaiku, aku sebenarnya hendak membuat bantahan... tetapi Pammy dan semua bos di Brilliant Mind Media mengatakan bahwa digosipkan dengan Kitaro itu akan baik untuk karierku. Terbukti indeks popularitas hari ini menunjukkan kepopuleranku naik dan semakin banyak musikku yang terjual...."     

London berusaha menahan diri untuk tidak mendengus. Ia juga tahu hal itu, makanya ia tidak memblokir semua gosip tentang Kitaro dan L. Hal itu saja sudah membuatnya cukup kesal hari ini dan kini ia harus mendengar hal serupa dari gadis itu.     

"Aku tahu...." katanya pendek. Ia tidak mau memperpanjang masalah itu.     

L tampak lega mendengar balasan London.     

"Aku juga sudah berbicara dengan Danny Swann untuk membatalkan pertunangan di antara kami..." L melanjutkan bicaranya. London menatap L dengan penuh tanda tanya. Sepertinya L sengaja menunggunya hari ini untuk makan bersama untuk membicarakan banyak hal. Apa sebenarnya maunya?     

"Lalu?" tanya London berbasa-basi. Ia sudah tahu bahwa tidak mungkin Danny akan memutuskan pertunangan dengan L karena itu berarti ia harus menyerahkan separuh harta warisannya kepada L.     

"Ia bilang tidak mau membatalkannya karena ia sudah berjanji kepada kakeknya sebelum beliau meninggal. Danny tidak mau menjadi cucu yang durhaka. Kedua orang tuanya telah meninggal dan kakeknyalah yang berjasa membesarkannya..." Wajah L diliputi kedukaan. "Ia menawarkan untuk kami menikah kontrak diam-diam selama setahun, hanya untuk memenuhi wasiat kakeknya. Setelah satu tahun kami akan bercerai dan aku dan dia tidak akan ada hubungan apa-apa..."     

Seketika sendok di tangan London terjatuh dari tangannya dan menghantam lantai dengan bunyi yang keras. Wajahnya seketika memerah karena marah.     

Lily yang kaget oleh suara bantingan sendok di lantai yang ribut seketika menangis ketakutan. London buru-buru bangun dari kursinya dan menggendong Lily untuk menenangkannya.     

Kemarahan yang tadi memenuhi dadanya seketika menghilang. Ia tak mau Lily merasakan aura kemarahan dari tubuh ayahnya saat berada dalam gendongan London.     

"Lalu... apakah kau akan menerima permintaannya?" tanya London dengan nada ketus.     

"Aku... aku tidak punya pilihan. Ia bilang kami bahkan tidak perlu tinggal serumah, pokoknya hanya demi formalitas untuk memenuhi janji kepada kakek kami masing-masing. Aku sudah berbulan-bulan ini berusaha memintanya memutuskan hubungan pertunangan tetapi Danny selalu menolak. Ia akhirnya menawarkan pernikahan kontrak ini sebagai jalan keluar..." kata L dengan nada frustrasi. "Kalau aku tidak menerimanya, ia akan membeberkan semuanya kepada media. Bahwa aku adalah tunangannya dan aku melahirkan anak dari lelaki lain..."     

"Nonsens!" tukas London dengan marah. "Kenapa kau sangat mempedulikan laki-laki lain, tetapi tidak pernah mempedulikan aku? Kenapa kau tidak tinggalkan saja Danny itu... tidak usah pedulikan 'janji'nya kepada kakeknya? Persetan dengan janji itu... Ia memaksamu menikah dengannya bukan karena ia ingin menjadi cucu yang berbakti kepada kakeknya, tetapi karena uang!"     

"Uang? Apa maksudmu? Kau tahu aku bukan orang kaya? Keluarga Swann sudah banyak membantu keluargaku... Danny bisa mencari wanita mana saja kalau ia mau, tetapi ia tidak melakukannya. Ia bahkan memutuskan hubungan dengan wanita yang ia cintai demi memenuhi wasiat kakeknya..." L menggeleng-geleng, seolah London terlalu reaktif dan tidak mau mengerti sudut pandang dirinya. "Mungkin bagimu menepati janji kepada orang yang sudah meninggal itu tidak penting karena kalian hidup abadi selamanya... Kau tidak akan pernah mengerti rasanya. Kau tahu kenapa aku tidak pernah berbohong? Karena aku berjanji kepada ayahku.. aku akan menjadi orang yang jujur dan bersih seumur hidupku! Itu hal yang menjadi peganganku setelah ayahku meninggal..."     

"Ini tidak ada hubungannya dengan keluargaku hidup abadi atau tidak..." London kembali menjadi kesal. Ia ingin sekali mengatakan kepada L tentang surat wasiat Kakek Swann yang mewariskan separuh hartanya kepada dirinya jika Danny tidak menikahi L dan motif di balik desakan Danny yang bersikeras ingin menikahi gadis itu agar tidak kehilangan separuh warisannya.     

Tetapi ia takut kalau ia membahasnya kepada L, gadis itu akan mendatangi Danny dan menanyakan kebenarannya, dan kemungkinan hal ini akan sampai ke telinga John Wendell. London tidak dapat mengambil risiko upayanya untuk menghukum keluarga Swann dan Wendell menjadi terbongkar sebelum waktunya kalau ia memberi tahu L sekarang.     

Karena itu, ia terpaksa menggigit bibirnya dan menyimpan sendiri kekesalannya.     

"Aku tidak mengizinkanmu menikah pura-pura dengan Danny Swann brengsek itu! Kau bahkan tidak mau menikah denganku, setelah semua yang kulakukan untukmu. Tetapi hanya karena perjanjian konyol keluarga kalian... kau dengan mudah mau menikah dengannya setahun. Kau pikir aku ini tidak punya hati?" tanya London sambil berusaha menahan agar nada suaranya tidak terlalu ketus. Ia tak mau Lily menangis.     

"Bukan begitu.. pernikahanku dengan Danny hanya formalitas dan diam-diam. Setelah setahun kami akan mengakhirinya, dan setelah itu.. kalau kau masih ingin menikah denganku... kita bisa menikah betulan." L menatap London dengan pandangan dalam-dalam seolah hendak mengatakan banyak hal, tetapi ia tidak sanggup memilih kata yang tepat. "Itu.. kalau kau masih mau."     

"Apa katamu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.