The Alchemists: Cinta Abadi

Tatiana Yang Bingung



Tatiana Yang Bingung

0Sejak ia keluar dari lift, disambut beberapa pria berpakaian resmi dan kacamata hitam, serta dibawa menuju sebuah mobil mewah berkaca gelap, Tatiana sudah merasa seolah ia sedang berada di dalam sebuah film atau novel petualangan. Ini rasanya benar-benar tidak nyata.     

Dalam hati ia terus bertanya-tanya, siapa Vega sebenarnya dan mengapa gadis itu hidup seperti orang biasa selama ini. Ia dan Altair cukup populer di sekolah karena mereka sangat rupawan dan cerdas, tetapi selain itu, rasanya tidak ada yang aneh ataupun terlalu istimewa.     

Tatiana ingat Vega memperkenalkan diri pertama kali sebagai saudara kembar Altair dan tinggal bersama ayah mereka yang merupakan seorang single dad atau ayah tunggal. Tatiana tak pernah berani menanyakan di mana ibu Vega karena ia takut membuat Vega sedih atau tersinggung.     

Astaga.. selama ini ia dengan ceroboh mengira ibu kandung Altair dan Vega telah meninggal.     

Tatiana merasa malu sekali. Ia memeluk erat-erat tasnya sambil menebarkan pandangan lewat jendela mobil. Ia mengenali rute yang diambil karena minggu lalu ia pernah membuntuti Altair dan Vega ke Hotel Nobel.     

Apakah para pria ini akan membawanya ke sana? Ahh.. Tatiana sangat penasaran.     

Benar dugaan Tatiana. Mobil masuk ke pelataran Hotel Nobel dan berhenti di depan lobi. Dengan hormat sang supir keluar dan membukakan pintu untuk gadis itu.     

"Selamat pagi, Nona. Anda sudah ditunggu di penthouse. Teman saya yang akan membawa Anda," kata supir itu dengan hormat.     

Penthouse? Tatiana hanya bisa menelan ludah. Seumur hidupnya ia belum pernah melihat penthouse secara langsung. Seperti apakah mewahnya penthouse di hotel bintang lima semewah Hotel Nobel ini?     

Duh, seandainya mereka tidak sedang mengalami situasi gawat seperti sekarang, tentu dia akan membujuk Altair ataupun Vega untuk membiarkannya mengadakan liputan dari dalam penthouse. Para followernya akan sangat kagum.     

Tatiana menyimpan pikiran-pikiran itu saat pintu lift membuka dan ia dibawa masuk ke dalam oleh dua orang pengawal yang tadi menemaninya di mobil. Salah seorang di antaranya memencet tombol lantai 40 dan lift segera melaju ke atas.     

Gadis itu hanya termangu-mangu ketika mereka keluar dari lift dan salah seorang pengawal mengetuk pintu dari satu-satunya ruangan yang ada di lantai itu.     

Seorang pelayan membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk. Tatiana melangkah pelan-pelan ke dalam dan begitu ia tiba di ruang tamu.. tubuhnya seketika seperti membeku. Ia tak berani masuk lebih jauh. Pandangannya tertumbuk pada seorang pria luar biasa tampan dan sangat berwibawa yang duduk di sofa besar, bagaikan takhta kerajaan, di samping Altair.      

Pria itu memiliki penampilan yang cukup unik. Rambutnya berwarna platinum dengan sedikit nuansa keunguan pada ujung-ujung rambutnya, dan sepasang mata berwarna ungu cemerlang. Tatiana belum pernah bertemu orang dengan warna mata ungu sebelumnya. Untuk sesaat ia tercengang di tempatnya.     

Siapa lelaki ini? pikirnya keheranan. Ia menoleh ke arah Altair yang duduk di samping pria itu dan kemudian kembali menatap pada pria dewasa tadi... terus bergantian.     

Barulah Tatiana sadar bahwa kedua orang itu memiliki penampilan yang sangat mirip. Mereka memiliki warna rambut yang serupa, bahkan wajah mereka pun tampak memiliki garis-garis halus yang sama. Beberapa tahun lagi Altair pasti akan tampak bagaikan pinang dibelah dua dengan pria di sampingnya.     

Astaga... apakah ini...     

Apakah ini Elios Linden yang terkenal itu? Inikah ayah kandung Altair dan Vega sebenarnya?     

Tiba-tiba dada Tatiana menjadi bergemuruh. Rasa shock yang dirasakannya terlalu besar hingga ia menjadi terhuyung. Untunglah dua pengawal yang tadi mengantarnya dengan sigap menahan tubuh gadis itu.     

"Tatia... Kau kenapa?" tanya Altair yang segera bangkit mendekati temannya. "Perkenalkan ini ayahku."     

Di ruangan itu hanya ada Alaric dan Altair. Mereka sengaja meminta anggota keluarga yang lain untuk berkumpul di ruang keluarga agar Tatiana tidak menjadi shock saat bertemu semua anggota keluarga besar Schneider dan Medici yang terlihat sangat muda. Mereka menganggap lebih baik mencari aman daripada membiarkan gadis itu membuat dugaan-dugaan sendiri saat melihat mereka semua.     

"Se.. selamat pagi, Ayahnya Vega dan Altair..." gumam Tatiana dengan suara tidak jelas.     

Alaric menatap Tatiana dengan sorot mata tajam dan menunjuk kursi yang ada di seberangnya. "Silakan duduk. Kau bisa memanggilku Pak Linden."     

"Oh... baiklah. Aku duduk..." Gadis itu duduk dengan canggung di kursi yang ditunjuk Alaric. Sikapnya tampak segan dan diliputi sedikit rasa takut. Bagaimanapun penampilan dan aura dari Alaric sangat membuat jerih.     

Tatiana bertahan tidak menangis hanya karena di situ ada Altair dan karena ia juga sangat menguatirkan Vega. Ia ingin membantu sebisa mungkin agar sahabatnya itu ditemukan.     

"Anakku bilang kau banyak merekam Vega selama di Paris dan di Bordeaux. Apakah kami boleh meminjam semua peralatan videomu?" tanya Alaric tanpa basa-basi. Tatiana sangat gemetar ketakutan mendengar suaranya yang dingin.     

Ia tidak mengerti bagaimana bisa Vega memiliki ayah seperti ini. Sangat menyeramkan. Lagipula.. orang ini terlihat sangat muda... umur berapa ia menikah dan memiliki anak? Pasti saat ia masih remaja.. pikir Tatiana kebingungan.     

Ia jauh lebih menyukai Pak Nicolae Medici yang ramah dan menyenangkan. Ahh.. mungkin Vega dan Altair memang lebih menyukai Nicolae sehingga mereka memilih tinggal bersamanya, dan bukan dengan ayah kandung mereka.     

Melihat Tatiana diam saja, Alaric menjadi tidak sabar. "Kau tidak mengizinkan kami memeriksa semua videomu? Aku akan membayarnya dengan sangat mahal."     

"Eh? Apa? Eh... bu... bukan itu maksudku. Maafkan aku, Tuan Linden. Aku hanya sedang bingung. Aku tidak bermaksud menolak... " Tatiana yang kaget segera meletakkan tas jinjingnya di meja dan buru-buru menumpahkan isinya. Wajahnya tampak pucat sekali. Suaranya terdengar terbata-bata. "Aku membawa semuanya.. si.. silakan dipakai. Tidak usah memberiku apa-apa. Aku ikhlas.. Aku hanya ingin Vega ditemukan..."     

Altair segera pindah ke sofa tempat Tatiana duduk dan menyentuh bahunya. Pemuda itu menggeleng pelan dan menepuk-nepuk bahu gadis itu. "Jangan takut. Kami tidak bermaksud jahat. Ayahku hanya ingin mencari Vega. Sini, biar kubantu mengeluarkan kameramu."     

Tatiana menatap Altair dengan pandangan penuh terima kasih. Ia lalu mengangguk dan menghapus air matanya. Ia memang takut kepada Alaric. Walaupun pria itu sangat tampan dan mengesankan, ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Tatiana  takut.     

Mungkin di hari-hari biasa Alaric dapat bersikap ramah, namun hari ini ia sedang luar biasa murka karena anak perempuannya diculik. Aura membunuh terasa sangat kuat mengalir dari tubuhnya. Walaupun ia tidak bersikap kasar kepada Tatiana, tetap saja gadis itu merasa ngeri dan terintimidasi.     

Altair mengambil barang-barang dari tas Tatiana dan memindahkannya ke sebuah nampan. Ia hendak membawanya ke ruang kerja di  penthouse itu, agar ia dapat segera  memindahkan isi rekamannya ke dalam komputer. Nanti ia akan membantu Nicolae untuk mempelajari isinya dan mencari petunjuk tentang para penjahat yang menculik Vega.     

Belum sempat ia beranjak ke ruang kerja, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Pelayan yang selalu siap sedia menunggu di sudut ruangan segera membukakan pintu. Masuklah Nicolae yang memapah Mischa yang hampir pingsan, diikuti oleh Marion.     

Wajah keduanya tampak keruh dan lelah. Alaric tahu sesuatu yang sangat buruk telah terjadi di Provins. Ia segera bangkit dan mengambil alih tubuh Mischa dari kakaknya.     

"Biar aku yang mengurus Mischa. Kau tolong cari keterangan dari anak ini. Dia sahabat Vega dan banyak mengambil video selama perjalanan mereka," katanya tegas.     

Nicolae mengangguk. Ia menoleh ke arah Tatiana dan segera mengenali gadis itu. Wajahnya yang lelah segera dihiasi senyuman ramah, yang segera membuat hati Tatiana yang tadi ketakutan menjadi lebih tenang.     

"Hallo, Tatia.. terima kasih kau sudah datang kemari," kata Nicolae.     

Tatiana lega melihat kedatangan orang yang dikenalnya di ruangan itu selain Altair. Apalagi selama ini Nicoale selalu ramah kepadanya. Pelan-pelan kecanggungan dan rasa takut yang dari tadi menyesakkan dadanya menghilang dan gadis itu mulai tampak tenang.     

"Selamat pagi, Pak Medici," Tatiana balas menyapa. Ia masih terheran-heran melihat betapa miripnya Nicolae dan Alaric. Mereka hanya berbeda wajah dan warna rambut, tetapi perawakan mereka terlihat mirip sekali seperti saudara.     

Ahh.. sebentar, apakah mereka memang kakak beradik? Tetapi, kalau memang begitu, kenapa mereka memiliki nama belakang berbeda? Ahh.. semua ini sungguh membingungkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.