The Alchemists: Cinta Abadi

Menerobos Markas Musuh



Menerobos Markas Musuh

0Kedatangan JM lima menit setelah Altair tiba di penthouse membuat pemuda itu menjadi agak tenang.     

"Astaga... Altair..!!" seru gadis itu dengan suara panik. Ia segera memeluk Altair erat sekali. Ibunya menyuruh JM naik ke penthouse beberapa menit yang lalu dan gadis itu segera melakukannya, tanpa mempedulikan penampilannya. Kini ia datang masih dengan piyama dan rol rambut tergulung di kepalanya.     

"Vega... aku tidak bisa menghubunginya..." kata Altair terbata-bata.     

JM mengeratkan pelukannya. Ia sudah melihat berita tentang serangan teror di Menara Eiffel beberapa jam lalu. Ia sama sekali tidak mengira Vega ada di sana.     

Ia bahkan tidak tahu ibunya telah meninggalkan suite mereka dan pergi ke sana setelah ditelepon Nicolae yang panik. JM baru menyadari bahwa ibunya ada di lokasi ketika ia menerima telepon dari ibunya untuk menemani Altair di penthouse.     

Kini perasaannya campur aduk, antara sedih, takut, dan cemas atas keselamatan Vega. Mereka saling menguatkan selama beberapa menit dan kemudian akhirnya melepaskan diri.     

"Aku akan membuat teh panas," kata JM menawarkan diri. Altair hanya mengangguk. Ia terduduk di sofa dengan wajah kalut. Marion menatap remaja itu dengan pandangan dipenuhi rasa kasihan.     

Keadaan saat ini benar-benar tak menentu. Tidak ada yang tahu bagaimana nasib Vega. Ia belum tahu apakah Vega satu-satunya korban yang menghilang atau ada yang lain. Marion juga tidak dapat menghubungi Mischa dan hal itu membuatnya semakin cemas.     

JM datang dengan nampan berisi sepoci teh panas dan tiga buah cangkir untuk mereka.     

"Minum teh dulu, biar kalian tenang," katanya halus.     

Ia menuangkan bagi mereka masing-masing secangkir teh dan menaruhnya di meja. Altair hanya menatap cangkirnya dengan bergeming. Ia tak dapat memasukkan apa pun ke mulutnya saat ini. Ia merasa seperti hendak muntah.     

"Hmm... sebaiknya kalian memaksa diri tidur," kata Marion akhirnya. "Kita tidak dapat berbuat apa pun di saat seperti ini. Aku akan menunggu orang tua Altair tiba. Kalian harus beristirahat agar besok tidak pingsan.     

Ia mengambil dua butir obat dari dompetnya dan menyerahkan masing-masing satu kepada JM dan Altair.      

"Aku mau menunggu orang tuaku..." kata Altair setengah protes.     

"Tidak bisa. Mereka tidak akan tiba hingga beberapa jam lagi. Percuma kau memaksa diri bergadang menunggu mereka," kata Marion. Ia lalu menepuk bahu anak perempuannya dan menyuruhnya membujuk Altair. "Kau temani Altair tidur dan pastikan dia tidak bergadang. Aku mengandalkanmu."     

JM menatap ibunya dengan mata membulat. Wajahnya bersemu merah, tetapi saat melihat raut wajah ibunya yang sangat serius, JM segera menyadari bahwa Marion memang benar-benar menyuruhnya untuk menemani Altair tidur.     

Gadis itu hendak protes dan mengatakan bahwa ia bukan pengasuh pemuda itu, tetapi saat ia menoleh dan melihat betapa Altair tampak sangat hancur hati... ia pun luluh. JM mengerti bahwa di saat seperti ini, Altair hanya akan mau mendengarkannya. Akhirnya, dengan patuh JM pun menelan obat tidur dari ibunya dan kemudian menghampiri Altair dan mengusap bahunya.     

"Altair... ayo minum obatnya. Aku akan menemanimu. Kita harus beristirahat..."     

Mendengar kata-kata lembut dari gadis cantik yang sangat disukainya itu, Altair pun akhirnya menyerah. Ia mengambil obat tidur dari Marion dan meminumnya bersama teh yang tadi disajikan JM. Kepalanya terasa sakit dan ia tidak tahu apakah ia akan dapat tidur dalam kondisi seperti ini.     

"Aku akan membangunkan kalian kalau orang tuamu tiba," kata Marion lembut.     

Altair mengangguk lesu. Ia berjalan masuk ke salah satu kamar yang ada di penthouse itu dan membaringkan dirinya di tempat tidur, bahkan tanpa sempat melepas sepatunya. JM naik ke tempat tidur dan memeluknya.     

"Ayo kita tidur," bisik gadis itu.     

Altair menoleh ke samping dan menatap JM. Wajahnya masih diliputi duka mendalam, tetapi sorot matanya penuh rasa terima kasih. Ia lalu memejamkan matanya. Perlahan-lahan rasa sakit yang tadi menghunjam kepalanya menghilang dan tidur pun akhirnya menghampirinya.     

***     

Marion sama sekali tidak tidur malam itu. Ia meminum beberapa ramuan buatannya sendiri yang membuatnya selalu terjaga. Dalam situasi seperti ini, tidak ada satu pun orang dewasa di keluarga besar Schneider Medici yang bisa memejamkan mata.      

Setelah memastikan JM dan Altair tidur, ia lalu berjalan keluar penthouse dan berusaha mencari kabar Mischa. Dengan tegang ia menghubungi Petra yang tinggal di Paris dan meminta mantan rekannya di Wolf Pack itu untuk menemuinya di Menara Eiffel. Ia hendak mengumpulkan bukti dan informasi sendiri.     

Lima belas menit kemudian laki-laki berpakaian serba hitam-hitam itu sudah tiba di Trocadero. Suasana sudah menjadi sepi karena polisi berhasil menghalau semua orang yang tidak berkepentingan dari sekitar Menara Eiffel. Marion yang melihat Petra berjalan dari arah timur segera melompat turun dari pohon tempat persembunyiannya dan menghampiri pria itu.     

"Hei.. Petra. Situasinya sangat gawat. Sudah tiga jam berlalu dan aku masih belum mendapatkan keterangan yang kubutuhkan," kata gadis itu dengan suara serak. "Terima kasih sudah datang. Aku membutuhkan bantuanmu untuk menyatroni tempat persembunyian mafia lokal. Aku ingin mereka mencari Mischa dan Vega."     

Marion menceritakan sedikit tentang Larkin dan bagaimana ia bisa terlibat dengan kelompok mafia di Prancis itu.      

"Hmm.. baiklah, ayo kita ke sana,"kata Petra kemudian. Ia memasukkan tangannya ke saku dan berjalan ke arah mobilnya. "Kau tunjukkan jalannya."     

"Hm.." kata Marion.     

Mereka masuk ke dalam mobil dan Petra menyetir ke alamat yang disebutkan Marion. Sambil menunggu kedatangan Alaric, Nicolae, Lauriel dan semua orang, gadis itu merasa lebih baik ia mendatangi gerombolan Larkin dan memaksanya untuk membantu Marion mencari jejak Mischa karena Larkin memiliki banyak anak buah yang tersebar di seluruh Prancis.     

Ia merasa senang karena sempat memikirkan untuk melacak lokasi markas kelompok Larkin saat memberinya obat anti impoten kemarin. Marion sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan membutuhkannya secepat ini.     

Ugh... sungguh, ada begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu demikian singkat.     

Mereka masuk ke daerah perumahan mewah di bagian timur kota Paris dan sepuluh menit kemudian Petra telah memarkir mobilnya di bawah pohon rindang yang cukup tersembunyi. Ia keluar dari mobil bersama Marion dan berjalan dengan langkah-langkah ringan menuju sebuah mansion besar di ujung kompleks.     

Keduanya mengenakan pakaian serba hitam yang sama sekali tidak menarik perhatian dalam suasana malam yang gelap dan sepi itu. Setelah tiba di depan gerbang, keduanya lalu memanjat dengan sangat cepat dan lincah bagaikan kucing hitam dan beberapa detik kemudian sudah tiba di balik pagar. Langkah-langkah keduanya sangat halus dan ringan.     

Marion memberi tanda dengan jarinya dan disambut oleh Petra. Dalam hitungan tiga, mereka lalu memanjat tembok mansion secara bersamaan dan naik ke atap dengan tanpa suara. Kedua pencuri berpengalaman ini bagaikan sepasang kucing hitam yang lincah, siap menerobos markas musuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.