The Alchemists: Cinta Abadi

Maafkan Aku



Maafkan Aku

1Nicolae menghela napas mendengar kata-kata gadis itu yang diucapkan dengan nada cemburu yang kentara.     

"Aku minta maaf," katanya dengan tulus. "Aku yang salah. Seharusnya aku tidak pergi."     

Marie mengangguk. Ia tidak mendesak lagi. Ia pun menyadari bahwa nada suaranya barusan terdengar seperti seorang gadis yang sedang cemburu. Padahal.. ia kan tidak punya hak untuk cemburu.     

Ia dan Nicolae saat itu memang tidak punya hubungan apa pun. Sekarang juga mereka hanya memiliki hubungan karena Summer. Ia tidak berhak untuk mencemburui kemana Nicolae pergi dan siapa yang ia temui.     

"Aku hanya ingin mengantar anak-anak angkatku kepada orang tuanya. Aku tidak tahu kau yang menghalangiku untuk terbang. Seandainya aku tahu... aku tentu akan sangat senang berbincang-bincang denganmu tentang profesi kita," kata Nicolae sambil tersenyum.     

Ia kembali melanjutkan memasak karena melihat Marie tidak melanjutkan kata-katanya yang diwarnai rasa cemburu tadi.     

"Aku sangat menyayangi mereka seperti anakku sendiri, karena bisa dibilang aku ikut memelihara mereka sejak mereka kecil. Ayah mereka mengalami musibah dan terpisah dari ibu mereka selama sepuluh tahun. Aleksis, ibu mereka, adalah sahabatku sejak lama, dan aku dulu pernah jatuh cinta kepadanya. Aku membantu mengurusi anak-anak itu dan menjadi sosok ayah bagi mereka sejak mereka seumuran Summer." Nicolae memutuskan lebih baik jika ia menceritakan secara jelas hubungannya dengan Aleksis dan Alaric, agar Marie tidak salah paham. "Aleksis adalah anak angkat ayahku dan beliau sangat menyayanginya. Kami sama sekali tidak mengetahui bahwa suami Aleksis yang menghilang itu adalah adik  kandungku sendiri. Tujuh tahun yang lalu, Alaric, adikku dipertemukan lagi dengan Aleksis dan mereka pun bersatu kembali."     

"Oh..." Marie tertegun mendengar cerita Nicolae yang disampaikannya dengan begitu santai. Nicolae bilang ia pernah mencintai Aleksis? Tentu rasanya sakit sekali ketika gadis yang ia cintai ternyata sudah menikah dengan adiknya sendiri...     

Itukah yang membuat Nicolae dulu patah hati? Ia bertanya-tanya dalam hati.     

"Aleksis mengira suaminya sudah mati dan setelah berkabung selama sepuluh tahun, akhirnya ia memutuskan untuk menikah denganku, demi anak-anaknya yang membutuhkan sosok ayah, dan karena aku adalah sahabatnya yang dapat ia percaya," Nicolae melanjutkan sambil merebus pasta. "Alaric datang kembali sehari sebelum pernikahanku dan Aleksis. Aku belum pernah mengalami patah hati yang demikian parah..."     

"Aku mengerti..." kata Marie kemudian. Pelan-pelan ia dapat memahami apa yang terjadi saat itu, dan kondisi Nicolae saat bertemu dengannnya dulu.     

"Aku sudah terlanjur sangat menyayangi keponakan-keponakanku seperti anakku sendiri dan adikku serta istrinya memahami itu. Setelah mereka bersatu kembali sebagai sebuah keluarga, mereka memberiku waktu setahun untuk tinggal bersama Altair dan Vega, jadi semacam masa transisi, sebelum aku harus mengembalikan mereka kepada orang tuanya..."  Nicolae menghela napas dalam-dalam.     

"Di saat kita bertemu, sudah setahun lamanya mereka bersamaku dan waktu itu aku harus mengembalikan mereka kepada orang tuanya. Itu sebabnya aku bersikeras berangkat. Aku juga sengaja datang dan bertemu Aleksis untuk membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku sudah tidak mencintainya."     

Marie tidak berkata apa-apa. Ia menatap Nicolae dan berusaha menyimak baik-baik setiap kata yang keluar dari bibirnya. Nicolae sudah tidak mencintai Aleksis? Apakah itu benar?     

Pelan-pelan jantungnya berdetak semakin cepat.     

Nicolae menunduk dan tersenyum tipis. "Aku sudah tidak mencintainya. Aku tahu saat aku datang ke Targu Mures untuk menghadiri acara ulang tahun Aleksis dan perayaan pernikahannya dengan Alaric, adikku. Kurasa, saat itu sebenarnya hatiku sudah kutinggalkan di Singapura."      

Pipi Marie yang berbintik-bintik tampak merona merah mendengar kata-kata terakhir Nicolae. Ia meneguk habis wine-nya dan mengambil botolnya untuk mengisi kembali.     

"Kau mau lagi?" tanyanya sambil mengangkat botol wine, untuk mengalihkan pembicaraan.     

Nicolae mengangguk. Ia menghabiskan wine di gelasnya dan menyodorkannya ke arah Marie,     

"Terima kasih."     

Mereka minum dalam diam. Marie masih memroses semua informasi mengejutkan yang diterimanya hari ini, sementara Nicolae menyelesaikan hidangan makan siang mereka dan sepuluh menit kemudian mereka bertiga telah duduk di meja makan kecil yang terletak di taman teras penthouse yang cantik dengan berbagai tanaman bunga.     

"Makan di sini saja ya, pemandangannya lebih indah, dan matahari juga sedang tidak terik," kata Nicolae sambil menata hidangan dan alat makan mereka di meja kecil itu.     

"Terima kasih," kata Marie. Ia duduk di salah satu kursi setelah menaruh Summer di kursi yang lain. Saat Nicolae mengatur hidangan, ia mengatur alat-alat makan mereka di meja dan menuangkan air minum.     

"Selamat makan," kata Nicolae setelah semuanya siap dan mereka menghadapi makan siang masing.     

Ada begitu banyak hal yang ingin ditanyakan Marie, tetapi ia menahan diri untuk menunda hingga mereka hanya berdua saja, agar tidak membuat Summer bingung.     

Ia dan Nicolae lalu makan dalam diam dan hanya bertukar pandang sesekali. Namun, walaupun mereka tidak saling bicara, kedekatan batin antara keduanya sangat kentara. Nicolae seolah membaca pikiran Marie yang ingin bicara hanya berdua dengannya, tanpa anak mereka.     

Setelah makan siang selesai, Nicolae membujuk Summer untuk membaca buku bergambar di kamarnya dan kemudian tidur siang. Ia pun ingin bicara banyak dengan Marie, hanya berdua saja. Keduanya sadar, ada hal-hal yang tidak cocok untuk didengar oleh anak berumur lima tahun dalam pembicaraan mereka.     

"Summer, ayo membaca buku dan bermain di kamar, ya.." kata Nicolae sambil mencium pipi Summer dan menggendongnya. "Papa dan Mama perlu bicara berdua."     

Seolah mengerti bahwa orang tuanya membutuhkan privasi, anak perempuan itu mengangguk gembira. Setibanya di kamar, ia segera menyibukkan diri dengan beberapa buah buku besar penuh gambar dan boneka-boneka dari  lemari.     

"Sungguh anak yang luar biasa," komentar Nicolae sambil menoleh ke arah Marie yang menunggunya di pintu. "Kau ibu yang baik. Aku sangat berterima kasih kepadamu..."     

Marie mengangguk dan tersenyum kecil. Wajahnya kembali merona atas pujian dari Nicolae. "Terima kasih... Aku sangat menyayangi Summer. Setelah ia lahir, aku menjadi mengerti perasaan ibuku, kenapa beliau bersusah payah melahirkanku dan membesarkanku dengan sekuat tenaga, walaupun harus mengorbankan kesehatannya..."     

Nicolae segera teringat kepada Nyonya Lu, ibu Marie yang sakit-sakitan setelah melahirkan Marie. Ia seketika menjadi kuatir. Apakah Marie juga mengalami masalah kesehatan setelah melahirkan Summer?     

"Bagaimana dengan kesehatanmu sendiri?" tanyanya dengan nada kuatir. "Kau bisa memberitahuku. Aku ini dokter."     

Kening Marie berkerut saat mendengar kata-kata Nicolae. Ia lalu menggeleng dan tertawa kecil. "Kau bukan dokter. Aku sudah menyelidikimu. Aku tidak tahu kau Wolf, tetapi rasanya aku tahu bahwa kau bukan dokter."     

"Aku benar-benar dokter. Memang aku sudah lama tidak  praktik, tetapi kalau hanya sekadar mengurusi kesehatan istri dan anakku.. aku masih bisa," jawab Nicolae dengan bersungguh-sungguh.     

Marie seketika batuk-batuk saat mendengar perkataan pria itu. Istri dan anak, katanya?     

"Uhuk.. ahem.. maaf, aku tidak sengaja batuk..." Marie mengangkat tangannya memberi tanda ia tidak apa-apa. "Aku hanya kaget mendengar kau seorang dokter. Dan.. uhm.. aku sudah membatalkan pernikahan kita, seperti yang kau minta. Jadi, sekarang aku ini bukan istrimu."     

"Aku tahu." Wajah Nicolae menjadi murung. "Aku mengetahuinya saat aku ke Singapura. Kau membatalkannya beberapa hari sebelum aku datang. Kau tidak tahu betapa menyesal dan sedihnya aku saat itu..."     

"Kapan tepatnya kau ke Singapura?" tanya Marie lagi. Ia ingat dirinya berangkat ke Paris menjelang tahun baru. Apakah Nicolae datang segera sesudah ia pergi? Kalau begitu... mereka hanya berselisih jalan.     

"Aku datang tepat setelah tahun baru," kata Nicolae. "Kau membatalkannya tiga hari sebelum kedatanganku..."     

"Oh..." Marie mengangguk paham. Wajahnya kemudian ikut berubah murung. "Sayang sekali, kita tidak bertemu saat kau kembali ke Singapura. Mungkin situasinya akan lain kalau kau datang lebih awal..."     

"Benar," kata Nicolae. "Aku selalu menyesali itu hingga bertahun-tahun lamanya... Aku sering mimpi buruk karena hal itu. Aku benar-benar mengira kau dan Summer sudah tidak ada."     

Marie mengangguk. "Aku tidak punya pilihan. Aku sedang hamil dan keselamatan bayiku lebih penting dari apa pun, maka aku melenyapkan diri. Aku juga mengira kau sudah meninggal."     

"Itu semua kesalahanku..." Nicolae mendekati Marie dan menutupkan pintu kamar Summer di belakangnya. "Maafkan aku..."     

Tubuh mereka sudah dekat sekali.. dan kini saling bersentuhan. Wajah Marie tampak semakin memerah dan dadanya menjadi sesak. Suara Nicolae terdengar begitu dekat di telinganya dan membuat bulu halus di punggung Marie meremang.     

Perasaan apa ini? pikir Marie keheranan.     

"Nic..." Marie tidak melanjutkan kata-katanya karena Nicolae sudah memeluknya erat sekali.     

Sesaat kemudian pria itu menyentuh dagu Marie dan mendekatkan bibirnya ke bibir gadis itu.     

"Kau tidak tahu.. selama ini.. betapa aku sangat merindukanmu..." bisik Nicolae dengan suara serak, sebelum mencium lembut bibir merah alami yang berukuran penuh itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.