The Alchemists: Cinta Abadi

Mereka Kan Baru Pertama Kali Ke Eropa?



Mereka Kan Baru Pertama Kali Ke Eropa?

1Dengan penuh semangat Altair menelpon Jean-Marie. Ia selalu senang mengobrol dengan gadis itu. Sayangnya karena mereka tinggal di benua yang berbeda, dengan perbedaan waktu hingga 6 jam, keduanya tidak bisa berkomunikasi dengan intens. Apalagi sejak tahun lalu Jean-Marie mulai menekuni modelling dan tahun ini sudah menjadi sangat sibuk.     

"Kami menginap di hotel kecil di pusat kota. Namanya Hotel Amarylis," kata Altair. "Malam ini kami hanya perlu ikut makan malam bersama dan membahas jadwal kegiatan besok. Setelah itu waktu bebas. Kau ada di mana?"     

"Heii.. Altair. Setiap di Paris aku menginap di Hotel Nobel milik Paman Caspar. Ayah telah menjual apartemennya di Paris karena kami sudah jarang tinggal di sana. Tapi kalau karierku di sini menanjak, ayah memutuskan untuk membeli rumah lagi. Kita lihat nanti," jawab Jean-Marie dengan suara gembira. "Vega di mana?"     

"Sedang tidur," jawab Altair."Dia mengaku badannya pegal-pegal karena kami harus terbang dengan pesawat kelas ekonomi."     

Altair tertawa dan menceritakan kepada Jean-Marie bagaimana perasaannya untuk pertama kalinya dalam hidup terbang seperti orang biasa. Ia belum pernah merasakan harus check in dan mengikuti pemeriksaan keamanan di bandara, lalu mengantri cukup panjang, terbang dengan kursi kelas ekonomi yang sempit dan mendapatkan layanan standar, kemudian mengantri bagasi.     

Selama ini, kalau ia terbang dengan keluarganya, Altair dan Vega tidak pernah mengalami itu semua. Mobil mereka biasanya langsung mengantar mereka ke runway, di mana mereka bisa langsung naik ke pesawat pribadi. Di dalam pesawat yang sangat luas, mereka dapat tidur di kamar atau duduk di sofa maha nyaman, menonton film, menikmati makanan terbaik, dan masih banyak lagi fasilitas lainnya.     

Jean-Marie mendengarkan cerita Altair dengan penuh minat dan sesekali menimpali dengan ceritanya sendiri. Gadis itu juga, walaupun orang tuanya tidak sekaya orang tua Altair dan Vega tetap saja hidup dengan dikelilingi kemewahan seumur hidupnya.     

Jean Pierre Wang, ayahnya adalah seorang mantan supermodel yang sangat sukses dan kemudian menjadi aktor Hollywood terkenal. Ia pensiun 16 tahun lalu, sebelum Jean-Marie lahir dan menikah dengan Marion.      

Marion sendiri adalah seorang pencuri karya seni paling sukses di dunia. Koleksi karya seni di rumah mereka nilainya tak dapat dihitung lagi dengan uang. Dan itu hanyalah profesi sambilan Marion.     

Wanita itu juga menerima tugas-tugas freelance lainnya dari berbagai klien yang bersedia membayar jasanya sangat mahal untuk menginfiltrasi suatu tempat atau organisasi untuk mengambil bukti yang dapat digunakan untuk menjatuhkan seseorang atau perusahaan.     

Bisa dibilang, jika Wolf maupun Goose mendapatkan penghasilan mereka dari meretas sistem dan jaringan untuk melakukan tugas bagi klien mereka, maka Marion akan terjun secara  fisik untuk mencari bukti, menipu, menjebak, dan menjatuhkan musuh karena ia memiliki kemampuan menyamar yang tidak ada bandingannya.     

Jean-Marie dibesarkan di antara dua orang yang sangat sukses di bidangnya dan ia belajar sangat banyak dari kedua orang tuanya. Hal itu membuatnya tumbuh menjadi gadis yang sangat percaya diri dan cerdas. Begitu ia masuk ke dunia modelling di Paris akhir tahun lalu, dengan cepat ia telah memesona semua orang.     

Itu yang membuatnya kini menjadi sangat sibuk. Baru sebulan yang lalu wajahnya menghiasi majalah dan kini ia sudah sibuk untuk kampanye sebuah rumah mode baru untuk menjadi brand ambassador mereka.     

Ia dan Altair mengobrol selama setengah jam hingga akhirnya gadis itu harus menutup panggilan telepon karena ia harus kembali bersiap-siap untuk pemotretan berikutnya.     

"Senang sekali mengobrol denganmu. Nanti malam, kalau kalian jadi ke sini, jangan lupa kabari aku. Aku bebas setelah jam 8 malam."     

"Tentu saja. Dah, JM," Altair juga lalu menutup teleponnya. Wajahnya tampak sangat berseri-seri. Ahh.. ia masih punya waktu satu jam kalau ia ingin tidur seperti Vega, sebelum tiba jam makan malam.     

Dengan pemikiran seperti itu, ia lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidur kecil di samping tempat tidur Vega. Sebelumnya ia memasang alarm agar bangun jam 7 malam.     

***     

"Baiklah... kita semua sudah memastikan jadwal besok ya. Setelah sarapan, semuanya berkumpul di lobi jam 10 pagi. Kita akan pergi ke pinggiran kota Paris, tepatnya ke Versailles. Di sana kita akan belajar tentang masa-masa Paris diperintah oleh raja dan bangsawan. Ini akan menjadi sangat menarik," kata Pak Pierre dengan semangat. "Sekarang kalian boleh istirahat atau berjalan-jalan. Ini waktunya acara bebas."     

"Yeay!!" murid-murid tampak sangat senang mendengarnya. Mereka segera bubar dan kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat dan mengabari keluarga. Ada juga yang langsung bersiap untuk jalan-jalan keluar.     

Tatiana menghampiri Vega dan hendak mengajaknya ikut menjelajahi daerah sekitar hotel mereka untuk membuat video tentang makanan khas Prancis untuk dibagikan kepada follower-nya.     

"Vega.. Sharon, Jeff, Stu dan aku memutuskan untuk jalan-jalan ke distrik sekitar hotel kita ini untuk mencicipi makanan jalanan khas Prancis. Sekalian aku membuat konten untuk video juga. Kau dan Altair mau ikut?"     

Vega sebenarnya senang berjalan-jalan dengan mereka, tetapi ia terpaksa menolak sekali ini.     

"Wahh... Tatia, maaf ya, besok aku bisa ikut. Tetapi sekarang aku sudah terlanjur ada janji dengan temanku. Kami sangat jarang bertemu," kata Vega. Ia mengerling ke arah kakak kembarnya. "Kau lihat, kakakku sudah tidak sabar ingin segera pergi."     

Tatiana menggigit bibir saat menyadari Altair juga tidak akan ikut dengan rombongannya yang akan menjelajah area sekitar hotel. Ia sudah menyukai Altair sejak mereka kelas satu SMA, tetapi ia tidak pernah memberi tahu Vega tentang hal ini, karena ia tidak mau membuat hubungan di antara mereka menjadi canggung.     

Saat mereka ada acara kerja kelompok atau belajar bersama, Tatiana bisa ikut ke rumah Vega dan bertemu Altair maupun Nicolae. Tentu ia tidak akan mengambil risiko untuk kehilangan kesempatan seperti itu kalau hubungannya dengan Vega menjadi buruk.     

"Kalian mau ke mana? Siapa tahu aku dan teman-teman bisa menemukan tempat menarik untuk dijelajahi," kata Tatiana akhirnya, tidak mau menyerah.     

"Uhm... sebentar, aku akan menanyakan kepada saudaraku," Vega lalu berseru memanggil Altair, "Jean-Marie ingin kita menemuinya di mana?"     

Altair yang sedang berdiri menunggu Vega dengan kedua tangan di saku hanya mengangkat bahu. "Di Hotel Nobel."     

Vega lalu menoleh ke arah Tatiana. "Di Hotel Nobel."     

Tatiana cepat memeriksa peta di internet ponselnya dan wajahnya seketika menjadi cerah. "Ah... itu tidak jauh dari sini. Kita bisa pergi bersama."     

Vega hanya tertawa dan mengangkat bahu. "Baiklah. Terserah kalian. Tapi aku dan Altair tidak bisa ikut berkeliling ya. Kami akan menemui seseorang di sana."     

"Tentu saja. Tidak apa-apa," kata Tatiana dengan wajah cerah.     

Dalam hati ia berusaha mengingat-ingat nama 'Jean-Marie' yang tadi disebutkan oleh Vega. Siapa Jean-Marie itu? Apakah hubungannya Altair? Mengapa kelihatannya Altair begitu bersemangat ingin bertemu dengannya?     

Duhh... ia merasa salah karena tiba-tiba diliputi cemburu seperti ini. Selama ini di sekolah Altair memang banyak memiliki penggemar, bahkan beberapa gadis di Klub Bahasa Prancis mereka juga ikut ke Paris karena ada Altair, tetapi pemuda itu tidak pernah menunjukkan bahwa ia menyukai siapa pun.     

Apakah itu karena ia menyukai Jean-Marie ini?     

Ahh... Tatiana ingin sekali mencari tahu.     

"Altair, teman-teman mau menjelajah ke daerah sekitar Hotel Nobel juga. Tatiana mengajak kita pergi bersama," kata Vega sambil menghampiri saudaranya. "Bagaimana menurutmu?"     

Altair menggeleng. "Kita naik taksi, biar cepat. Kalau rame-rame tidak bisa. Tetap saja kita harus naik taksi berbeda."     

"Haha.. benar juga." Vega lalu menggeleng ke arah Tatiana, "Kami naik taksi. Mobilnya tidak cukup. Kalian pergi sendiri ya? Sampai jumpa besok pagi di tempat sarapan."     

Tatiana, Sharon, Jeff, dan Stu saling pandang keheranan melihat Altair dan Vega berjalan keluar sambil melambai kepada mereka.     

"Mereka santai sekali, seolah berada di New York. Apa mereka tidak tahu transportasi umum di Paris itu sangat rumit?" tanya Sharon. Ia membuka ponselnya dan menunjukkan berbagai jalur metro yang membingungkan.     

"Katanya mereka naik taksi," jawab Tatiana.     

"Tetap saja... mereka santai sekali. Padahal ini kan pertama kalinya mereka ke Eropa."     

Tatiana mengerutkan kening. Sebenarnya kata-kata Sharon ini masuk akal juga. Ia lalu memberi tanda kepada teman-temannya untuk ikut.     

"Ayo kita naik taksi juga dan kita ikuti mereka."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.