The Alchemists: Cinta Abadi

Pertama Kali Memasak



Pertama Kali Memasak

0Fee terbangun saat hidungnya mencium bau makanan di udara. Ia membuka sebelah matanya dan menoleh ke samping, lalu membuka mata satu lagi.     

Ia mengerjap-kerjapkan matanya dan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.     

Sekejap kemudian ia melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamarnya. Ia menarik napas lega saat menyadari dirinya masih di penthouse Mischa dan ia tadi berbaring di tempat tidurnya sendiri.     

Hmm.. bukankah tadi ada Ren di sini?     

Kemana dia sekarang?     

Ia mencium bau masakan di udara dan segera mengerutkan keningnya. Siapa yang memasak? Apakah Mischa meminta juru masak datang untuk memasak bagi Fee?     

Dengan keheranan, gadis itu berjalan menuju ke dapur untuk mencari tahu siapa gerangan orang yang memasak itu. Langkahnya terhenti di ambang pintu ketika ia melihat Ren sedang meneliti sesuatu di ponselnya sambil tangannya mengaduk sup yang sedang dimasak di atas panci.     

Fee mengusap-usap matanya untuk memastikan ia tidak salah lihat.     

Ren bisa memasak?      

Ia sama sekali tidak mengetahui ini.     

Ren mengangkat wajahnya saat mendengar suara langkah kaki Fee. Ia segera meletakkan ponselnya di konter dan berjalan menghampiri Fee.     

"Hei.. kau sudah bangun? Aku sudah memanggil dokter Henry. Ia sedang dalam perjalanan kemari," katanya sambil meraba kening Fee. "Hmm.. keningmu masih demam. Sebaiknya kau duduk dan beristirahat, tunggu dokter datang. Aku akan menyiapkan makan malam."     

"Eh.. tidak usah. Aku baik-baik saja. Sebaiknya kau pergi dari sini. Aku tidak enak menerima tamu. Ini bukan rumahku. Aku di sini hanya menunggui rumah bosku," tukas Fee.     

"Kalau begitu kau harus tinggal di tempatmu sendiri agar kau lebih memiliki kebebasan dan privasi. Aku sudah menawarkan kepadamu untuk tinggal di penthouseku. Aku bisa membantumu pindahan sekarang juga," kata Ren.     

Fee melirik jam di dinding dan menyadari ini sudah jam 7 malam. Ternyata ia sudah pingsan selama satu jam. Ia menarik napas lega, karena dokter Henry terlambat datang. Ia tak mau dokter itu memeriksa kesehatannya dan menyadari bahwa ia sedang hamil, lalu memberi tahu Ren.     

"Sudah berapa lama aku pingsan? Kau tidak berbuat macam-macam, kan?" tanya Fee untuk mengalihkan pembicaraan.     

Ren menyipitkan matanya mendengar kata-kata Fee. "Satu jam. Dokter Henry sedang di luar kota bersama keluarganya. Aku memaksanya untuk datang kemari memeriksamu, karena aku tidak percaya dokter lain. Lagipula... kalau aku berbuat macam-macam, apa yang akan kau lakukan?"     

Telak.     

Fee menatap Ren dengan wajah cemberut. Ia tidak merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, dan ia tahu Ren tidak akan memaksanya melakukan sesuatu. Tetapi tadi ia sengaja mengucapkan kata-kata tersebut untuk membuat Ren tersinggung dan pergi dari sini.     

Ternyata tidak mempan. Ren malah menantangnya, apa yang akan ia lakukan kalau memang Ren berbuat macam-macam selama ia pingsan.     

Fee mengigit bibirnya dan melengos. "Aku tidak tahu kau bisa masak."     

"Aku tidak bisa masak," jawab Ren. "Ini baru pertama kalinya. Aku mendengar perutmu berbunyi dan sadar kau pingsan karena lapar, sementara di kulkas tidak ada masakan yang dapat dimakan. Aku hendak memanggil chef dari hotel ini, tetapi di sini sedang ada acara jamuan besar dan semua chef mereka sangat sibuk. Aku masih punya hati dan tidak memaksa mereka membatalkan jamuan tersebut demi agar chefnya bisa datang ke sini dan memasak untukmu."     

Sepasang mata indah Fee membulat. "Kau baru pertama kali memasak?"     

Ren menarik tubuh Fee dan tahu-tahu menggendongnya dengan kedua lengannya dan mendudukkannya di kursi di dekat konter dapur. "Duduklah di sini. Kau bisa pingsan lagi kalau berdiri terus dengan perut lapar."     

Fee terkesiap dan tidak sempat menolak. Tahu-tahu ia telah duduk di kursi. Ren kembali mengaduk sup dengan centong dan kemudian mencium wangi masakannya. Wajahnya tampak puas.     

"Kau wanita pertama yang merasakan makanan buatanku. Aku belum pernah melakukan ini untuk siapa pun selain kau," kata Ren.     

Fee memutar matanya mendengar ucapan suaminya. Ia tidak tahu apakah Ren jujur saat mengatakan ia belum pernah memasak sebelumnya.     

Dari mana Fee bisa tahu? Bisa saja Ren membuat alasan seperti ini untuk membuat Fee bersimpati kepadanya dan merasa bahwa Ren memperlakukannya dengan istimewa. Di titik ini, Fee lebih memilih untuk berpikiran negatif terhadap Ren dan menganggap suaminya berbohong untuk menarik simpatinya...     

Karena...     

Karena, kalau tidak demikian, akan semakin sulit bagi Fee untuk meninggalkannya.     

"Kau tidak percaya kepadaku?" Ren menunjukkan ponsel yang sedang dipegangnya. Fee melihat bahwa ternyata sedari tadi Ren sedang melihat-lihat resep makanan.     

CARA MEMBUAT HIDANGAN SEDERHANA UNTUK PRIA YANG TIDAK PERNAH MEMASAK     

Astaga...     

Fee mendorong ponsel itu kembali pada pemiliknya. Ia berusaha menguatkan hati agar tidak terpengaruh.     

"Baiklah, aku percaya. Aku akan memakan masakan buatanmu. Karena ini baru pertama kali, jangan salahkan aku kalau aku tidak bisa menghabiskannya," kata gadis itu. "Aku tidak akan berpura-pura bahwa masakanmu enak."     

Ren menatap Fee cukup lama. Ia merasa Fee selalu berusaha membuatnya kesal dan ia tidak mengerti sebabnya.     

Namun demikian ia menahan diri dan sama sekali tidak marah.     

"Baiklah. Supnya sudah hampir matang. Kau mau makan sekarang? Aku akan mengambil roti dan wine."     

Ren benar-benar memperlakukan penthouse Mischa seperti miliknya sendiri. Hal itu sungguh membuat Fee menjadi cemas.     

Ia kuatir Mischa menaruh kamera di dalam penthouse ini dan mengetahui bahwa Fee bukan saja telah membiarkan orang asing masuk, tetapi juga membiarkan orang ini menggunakan dapur seperti di rumah sendiri dan kemudian mengambil wine-nya yang mahal.     

"Aku tidak minum wine," kata Fee cepat. "Aku sudah minum terlalu banyak kemarin sehingga aku muntah. Aku sedang trauma minum minuman beralkohol."     

Ia segera menyiapkan alasan mengapa ia tidak dapat ikut minum wine bersama Ren. Ia tidak dapat mengambil risiko terhadap kandungannya dengan mengonsumsi wine. Ren tampak sebal mendengar kata-kata Fee tetapi ia masih tidak marah.     

"Kenapa kau sampai minum banyak? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya tenang.     

Fee mengerucutkan bibirnya. "Tentu saja karena aku stress memikirkanmu. Karena kau terus mengggangguku dan tidak mau membiarkan aku sendiri."     

Ren pura-pura tidak mendengarkan Fee. Ia membuka sebotol wine mahal dan menuangkan ke gelas untuk dirinya sendiri. Ia lalu menuangkan jus untuk Fee dan mendorong gelasnya ke depan gadis itu.     

"Itu untukmu."     

Ia lalu mengeluarkan dua buah mangkuk dan menuangkan sup ke masing-masing mangkuk tersebut. Setelah menaruh sendok dan roti di sebelahnya ia lalu mempersilakan Fee untuk makan.     

"Maaf, aku cuma bisa membuat sup untuk makan malam kali ini."     

Fee mengerutkan bibirnya, berusaha menahan emosinya agar tidak tumpah. Ia tahu Ren berusaha keras melakukan berbagai hal untuk meluluhkan hati Fee agar ia mau kembali kepada suaminya.     

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya pernikahan mereka baik-baik saja... masalahnya memang hanya anak.     

Apakah, sebaiknya Fee terbuka saja dan memberi tahu Ren bahwa ia sedang mengandung anak mereka?     

Bagaimana sikap Ren saat mendengarnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.