The Alchemists: Cinta Abadi

Kedatangan Ren



Kedatangan Ren

0Alaric tampak berdiri diam memandangi laut lepas dengan tatapan sedih. Kembali ke pulau ini selalu berhasil membuatnya merasa lebih baik, tetapi luka yang ada di dalam hatinya, sampai kapan pun tidak akan sembuh, walaupun ia pergi hingga ke ujung dunia.     

Ia ingat selama hampir dua tahun ia dan keluarganya memutuskan untuk tinggal di pulau ini dan menyepi. Alamnya yang masih asri, dikelilingi lautan yang menyejukkan mata, dan udara yang segar, sangat berpengaruh untuk mengembalikan kesehatan dan semangat hidup mereka setelah Vega hilang.     

Ia ingat, sebelumnya mencari Vega kemana-mana dan dengan segala upaya... tetapi tidak juga membuahkan hasil. Ada begitu banyak orang yang mengaku-ngaku dan memberi petunjuk palsu, membuang waktu mereka.     

Akhirnya, karena ia dan istrinya mengalami kelelahan lahir batin, keluarga memaksa mereka untuk menenangkan diri di Pulau F. Baru tahun lalu ia dan Aleksis memutuskan untuk kembali ke kastil mereka di Rumania dan tinggal di sana.     

Altair berjalan menghampiri ayahnya dan menepuk bahunya pelan. Anak muda itu sekarang berusia 21 tahun lebih dan sudah tampak sama dewasanya dengan sang ayah. Wajah mereka berdua begitu mirip. Hanya warna matanya saja yang berbeda.      

Alaric mewarisi warna mata ibunya yaitu ungu, sementara Altair dan Vega mewarisi warna mata kakek mereka, Caspar Schneider, yang berwarna biru cemerlang. Altair tampak sangat keren dengan tubuh tinggi tegap seperti ayahnya dan rambut pendek berwarna platinum yang mencolok. Keduanya tampak seperti kakak beradik yang sama tampannya.     

"Ayah sedang melihat apa?" tanya Altair. Ia ikut melayangkan pandangan ke laut lepas, berusaha melihat apa yang menarik perhatian ayahnya.     

Alaric menggeleng. "Ini sudah Natal kelima tanpa Vega... Aku tidak tahu berapa lama lagi mereka akan menahannya."     

Altair merasakan udara seolah diambil dari sekitarnya dan ia tidak dapat bernapas. Mengingat Vega selalu membuat hatinya sangat sedih. Ia sangat merindukan adiknya.     

Mereka telah bersama sejak masih di dalam kandungan dan selalu menjalani suka dan duka berdua. Sejak mereka kecil dan hidup tanpa ayah, kemudian Nicolae masuk ke dalam kehidupan mereka dan menjadi sosok ayah yang mereka dambakan.     

Dan pada akhirnya, mereka bertemu dengan ayah kandung mereka, Alaric Medici. Mereka juga sangat kompak dan selalu saling mendukung. Masa-masa ketika ia dan Vega bersekolah di SMA biasa seperti anak-anak lainnya, adalah salah satu pengalaman paling indah yang ada dalam kenangannya.     

"Aku berjanji, akan melakukan apa pun untuk menemukan Vega," kata Altair. "Aku tidak akan berhenti... sampai kapan pun."     

Alaric menatap wajah anak laki-lakinya dengan pandangan pilu dan mengangguk. Ia menarik bahu Altair mendekat dan merangkul anaknya.     

"Ayah tahu..." katanya dengan suara serak.     

***     

TOK     

TOK     

Fee membuka sebelah matanya dan menegakkan telinga saat ia mendengar bunyi suara ketukan di pintu depan.     

Siapa yang berani datang dan mengetuk? Ia tidak sedang menunggu tamu... pikirnya keheranan.     

Sepengetahuannya, hotel bintang 5 sekelas Hotel St. Laurent ini memiliki tingkat privasi yang sangat tinggi. Petugasnya tidak akan mengganggu penghuni kamar, suite, apalagi penthouse dengan cara seperti ini.     

Apakah ada tamu yang datang? Mungkinkah ini tamunya Tuan Rhionen yang datang berkunjung dan ia tidak tahu bahwa Mischa sudah berangkat ke Singapura?     

Fee akhirnya bangun dari tempat tidur dan beranjak ke arah pintu. Penampilannya terlihat kusut dan wajahnya pucat. Ia melihat di layar interkom ada seorang petugas berseragam yang berdiri dengan sangat sopan, tetapi wajahnya tampak cemas.     

Ada apakah gerangan?     

Akhirnya ia membuka pintu.     

"Ada perlu apa?" tanyanya. Wajah Fee seketika tampak terhenyak ketika melihat di samping petugas itu ada Ren yang berdiri tegak dan memandangnya dengan tajam. Fee mengerutkan keningnya dan bertanya kepada suaminya. "Dari mana kau tahu aku di sini?"     

"Aku selalu tahu kau ada di mana," kata Ren, berbohong.     

Ia sudah tidak dapat melacak dan menyadap Fee setiap saat, tetapi kalau gadis itu bicara dengannya di telepon selama lebih dari 30 detik, ia akan dapat melacak lokasinya dengan mudah.     

Tadi ia tidak berhasil menelepon Fee untuk mencari tahu keberadaan gadis itu, tetapi berdasarkan laporan yang diterimanya, Mischa Rhionen pindah ke Almstad dan kini tinggal di gedung St. Laurent. Ia hanya menebak bahwa pria itu ada hubungannya dengan kepindahan Fee dari flatnya yang lama.     

Ternyata gertakannya berhasil membuat Fee berkecil hati. Gadis itu tidak menduga, Ren masih saja berhasil mengetahui keberadaannya. Mengapa sulit sekali baginya untuk menghindar?     

"Bukankah ini tempat tinggal pribadi? Mengapa kau mengizinkan sembarangan orang naik ke lantai ini dan datang ke penthouse?" tanya Fee, kini diajukan pada staf hotel.     

Wanita itu tampak mengkerut ketakutan. Ia tahu tindakannya melanggar privasi penghuni, tetapi ia tidak berani menolak permintaan orang ini.     

"Maafkan saya, Nona... Tetapi.. tetapi, saya tidak mungkin menolak Pangeran Renald," katanya dengan suara sangat menyesal.     

Ahh...     

Fee baru menyadari bahwa Ren sama sekali tidak menyembunyikan identitasnya seperti biasa, saat ia menemuinya di Kafe Magnolia, Dulu ia akan mengenakan pakaian kasual ala mahasiswa dan topi sports, tetapi kini ia tampil begitu elegan dengan pakaian mewahnya yang berwarna serba gelap.     

Tentu saja semua orang di hotel ini mengenalinya sebagai Pangeran Renald Hanenberg of Moravia!     

Fee mengerti posisi sulit yang dialami sang staf dan terpaksa mengangguk. "Baiklah. Aku akan menerima tamu ini."     

Ia membukakan pintu lebih lebar dan mempersilakan Ren masuk, sementara staf itu minta diri.     

"Kenapa kau datang kemari?" tanya Fee sambil menutup pintu di belakangnya.     

Ren tidak segera menjawab. Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan mengangguk-angguk. "Tempat ini lumayan juga. Pantas saja kau tidak mau menerima tempat tinggal yang kutawarkan kepadamu."     

Fee tidak tahu Ren berniat menyuruhnya tinggal di penthouse-nya yang tidak kalah mewah dengan ini. Gadis itu bahkan tidak mau mendengarkan penawarannya.     

Fee mengigit bibirnya. "Aku hanya menunggui tempat ini selama bosku keluar negeri."     

"Bosmu? Mischa Rhionen?" tanya Ren sambil tersenyum. "Apakah pantas seorang wanita yang sudah bersuami tinggal bersama laki-laki lain?"     

"Aku sudah bilang kalau aku ingin berpisah," kata Fee. "Aku mungkin tidak akan sanggup mengurus cerai di Monaco seperti keinginanmu, tetapi aku bisa mengurusnya di Bucharest."     

"Kenapa Bucharest?" Ren menatap Fee dengan pandangan tajam.     

Fee membuang muka. Ia tidak dapat menahan pandangan menusuk dari suaminya barusan. Mengapa Ren bersikap seperti ini?     

"Bercerai di Rumania lebih mudah dan murah. Aku tidak sanggup membiayai perceraian di Monaco."     

Ren berjalan mendekati Fee dan kini berada tepat di depannya. Tubuh mereka hampir bersentuhan.     

"Kenapa kau sangat ingin bercerai dariku, Sayang?" tanya Ren. Suaranya tidak lagi terdengar dingin, melainkan sedih. "Bukankah masalah kita sudah berlalu? Kau marah kepadaku karena aku ingin kita menunda untuk punya anak. Kau kan tidak hamil... maka sekarang tidak ada masalah lagi."     

Fee merasakan jantungnya kembali berdetak sangat kencang. Ia dapat merasakan aroma khas Ren dari jarak yang demikian dekat.     

Sial, mengapa ia lemah sekali pada pesona suaminya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.