The Alchemists: Cinta Abadi

Sudah Lama Tidak Melihat Fee Tersenyum



Sudah Lama Tidak Melihat Fee Tersenyum

0Mischa puas dengan tempat tinggalnya yang baru dan menyuruh Margo keluar meninggalkannya berdua dengan Fee.      

"Sekarang aku masih menginap di salah satu suite di hotel ini. Besok, tolong urus dengan pihak hotel untuk memindahkan barang-barangku ke penthouse ini. Sekalian kau mengatur jadwal kebersihan dan penataan oleh housekeeping. Aku akan memberikan kepadamu jadwalku selama sebulan ke depan. Selebihnya kau bisa berkoordinasi dengan Livia," kata Mischa.     

"Iya, baik. Sebentar, Tuan." Fee buru-buru mengeluarkan buku catatan untuk mencatat semua instruksi dari Mischa. Pria itu menjadi keheranan melihatnya.     

"Perintahku kan tidak banyak, kenapa kau perlu mencatatnya?" tanya Mischa.     

"Uhm.. tidak apa-apa. Aku senang membuat catatan pekerjaan. Aku takut tidak bisa mengingat terlalu banyak detail. Daya ingatku buruk," kata Fee mengaku. Selama ini pekerjaannya tidak banyak melibatkan tugas administrasi dan sangat mudah dikerjakan. Tetapi sekarang, ia harus bersiap mengerahkan otak untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik.     

Mengatur jadwal housekeeping     

Berkoordinasi dengan Livia, sekretaris Mischa di Rumania untuk berbagai jadwal Mischa     

Memindahkan barang-barang Mischa dari hotel ke penthouse     

Baiklah. Fee menutup buku catatannya dan tersenyum lega.     

"Itu saja?" tanyanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Ini sudah bukan jam kerja, kan?     

"Kau ikut denganku makan malam ke restoran di bawah. Ada beberapa hal yang ingin kubereskan," kata Mischa. "Setiap kali kau lembur, akan dihitung sebagai overtime dan mendapatkan tambahan upah per jam."     

Seketika wajah Fee berseri-seri. Ia seketika menjadi bersemangat untuk menemani Mischa makan malam. Selain ia bisa mendapatkan makan gratis, ia juga akan dibayar!     

Toh, ia tak perlu melakukan apa pun di flatnya. Begitu ia sampai di rumah, Fee hanya bisa membaca atau merawat tanaman dan mempersiapkan untuk tugas keesokan harinya.     

"Baiklah kalau begitu," kata Fee.      

"Tunggu aku sebentar, aku akan menelepon," kata Mischa. Ia memberi tanda agar Fee menunggunya di ruang tamu, sementara ia masuk ke ruang kerja dan menelepon Margo.     

"Margo, ini aku, Mischa Rhionen. Tolong kirimkan data sidik jari asistenku barusan ya. Aku akan mengirim alamat emailku. Aku tunggu malam ini juga," Mischa lalu menutup teleponnya.     

Dadanya berdebar-debar membayangkan besok ia akan mengetahui identitas Fee sebenarnya.     

Ia lalu keluar menemui Fee yang menunggunya dengan sabar di ruang tamu.     

"Ayo kita ke restoran."     

Fee mengangguk dan berjalan mengikuti Mischa. Begitu pintu menutup di belakang mereka, Mischa berhenti dan memberi tanda kepada Fee untuk mencoba membuka pintu dengan sidik jarinya.     

"Baik, Bos." Fee memencet panel layar di tepian pintu dan sesaat kemudian terdengar bunyi berdesing halus dan pintu pun membuka. Fee menoleh ke arah Mischa dan tersenyum puas. "Berhasil, Bos."     

"Hmm... bagus." Mischa mengangguk dan berjalan ke lift.     

Kedatangan mereka di restoran yang sedang dipadati tamu itu sangat menarik perhatian. Seorang pria tinggi gagah dengan pakaian serba hitam yang kontras dengan wajahnya yang tampan dan rambutnya yang ikal keemasan segera membuat gadis-gadis di restoran menahan napas.     

Sementara Fee sendiri tampak seperti model pakaian kerja yang sedang melenggang di catwalk. Ia mengenakan pakaian resmi dan sepatu kerja sehingga terlihat sangat profesional.     

Ia selalu berusaha tampil seresmi mungkin saat sedang bekerja karena tidak ingin digosipkan macam-macam oleh rekan sekerjanya ataupun orang asing yang melihatnya berjalan bersama Mischa.     

Dua orang pelayan dengan sigap menyambut mereka dan membukakan kursi untuk keduanya. Mischa dengan cepat memesan makanan yang ia sukai dan Fee memilih untuk memesan makanan yang sama karena ia tidak ingin berlama-lama meneliti menu.     

Ia juga mengeluarkan buku catatannya saat mereka sedang makan dan hal itu membuat Mischa kembali mengerutkan kening.     

"Kau sedang apa?" tanya pria itu.     

"Uhm.. aku mencatat jenis makanan yang Tuan sukai dan bagaimana disajikannya. Juga minuman yang Anda sukai. Aku ingin memastikan lain kali kalau aku harus memesankan makanan untuk Tuan, aku tidak akan salah," jawab Fee sungguh-sungguh.     

Mischa tertegun mendengar jawabannya. Gadis ini sangat serius dengan pekerjaannya, pikir Mischa. Ia tidak akan tega merepotkan Fee dengan berbagai tugas berat kalau memang gadis ini adalah Vega.     

Tetapi Fee tampaknya sangat serius ingin bekerja dan melakukan tugasnya dengan sepenuh hati. Hal ini membuat Mischa menjadi tersentuh.     

Kalau gadis ini memang Vega... sungguh ia sangat banyak berubah. Vega adalah putri tunggal orang terkaya di dunia yang tidak pernah harus bekerja seumur hidupnya. Dari dulu ia selalu dimanjakan dan sangat disayangi semua orang. Tetapi kini, ia bekerja keras dan sangat serius untuk memperoleh gaji yang bahkan tidak terlalu besar.     

Ah.. tapi bagaimana kalau ia bukan Vega? Mischa kembali menegur dirinya. Ia sudah terlalu terobsesi dengan gadis ini sehingga semua pikirannya hanya tertuju pada satu kemungkinan bahwa Fee adalah Vega.     

Kalau sampai ia salah... tentu akan sangat menyesakkan dada.     

"Baiklah, kalau begitu. Aku menyukai asisten yang rajin dan pekerja keras sepertimu," kata Mischa sambil mengangguk-angguk.     

Makanan pesanan mereka datang tidak lama kemudian dan keduanya makan malam dengan tenang.     

Fee tidak menyadari ada sepasang mata yang tampak begitu penuh perhatian menatapnya dari sudut restoran. Sejak awal Fee masuk bersama Mischa dan kemudian makan malam sambil berbincang-bincang, gadis ini sudah memperhatikannya.     

Makanan yang ia pesan bahkan tidak tersentuh karena ia terus-menerus melihat ke arah Fee dengan wajah tersenyum.     

"Amelia, kenapa kau tidak makan? Bukankah itu makanan kesukaanmu?" tanya ibunya yang duduk di seberangnya. Wajah wanita aristrokrat cantik itu tampak keheranan. Suaminya yang sedang menikmati wine pelan-pelan hanya mengangkat bahu.     

"Sebentar, Ma. Ada kenalanku yang baru datang," kata Amelia.     

"Kenalan? Kenapa tidak kau temui atau ajak bergabung kemari?" tanya ibunya.     

"Ssshh... tidak. Aku tidak akan mengganggu mereka." kata Amelia. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan pura-pura membaca sesuatu, tetapi ia mengatur zoom kamera ponselnya untuk menangkap jelas wajah Fee dan Mischa.      

Cekrek!     

Ia mengambil beberapa foto lalu menyimpan ponselnya ke dalam tas. Wajahnya dihiasi senyuman tipis dan suasana hatinya tampak menjadi gembira.     

***     

Ren mengerutkan keningnya saat melihat ada SMS masuk dari Amelia. Ini sudah hampir tengah malam, tetapi sekretarisnya itu malah mengirim SMS ke ponselnya. Sejak insiden dengan Fee tahun lalu, Ren telah melarang Amelia datang ke rumahnya dan menghubunginya di malam hari, demi menjaga perasaan Fee.     

Tetapi akhir-akhir ini, sepertinya Amelia sudah menjadi berani dan kembali menghubungi Ren saat larut malam seperti dulu. Ugh.. Amelia sangat mengenal dirinya dan tahu bahwa tanpa Fee di sisinya, Ren kembali sulit tidur dan masih terjaga di jam seperti ini.     

Ia hendak membanting ponselnya. Pikirannya masih kesal membayangkan Fee mengganti ponsel begitu saja dan membuatnya tidak lagi dapat melacak istrinya.     

Tetapi belum sempat ia membuang ponselnya, masuk lagi SMS kedua, ketiga, dan keempat.     

Ia mulai menjadi penasaran. Amelia tidak akan mengiriminya banyak SMS seperti ini kecuali kalau isinya penting. Bagaimanapun Amelia sangat mengenalnya dan tidak akan dengan sengaja melakukan hal-hal yang ia benci.     

Hmm...     

Ia membuka SMS pertama dan sesaat kemudian mengernyitkan keningnya.     

Di foto itu ada Fee dan Mischa sedang duduk makan malam di sebuah restoran mewah. Mereka tampak makan sambil berbincang-bincang dengan hangat. Ia tertegun melihat betapa cerahnya wajah Fee di foto itu.     

Fee terlihat bebas dan bahagia. Ren tidak ingat kapan terakhir kalinya ia melihat Fee tersenyum begitu lebar seperti ini.     

Apakah Fee benar-benar tidak bahagia saat bersamanya hingga ia bahkan sudah sangat lama tidak membuat istrinya tersenyum?     

Ugh... Lagi-lagi Mischa, pikir Ren sebal.     

Ia membuka SMS kedua dan menemukan foto lagi, masih menunjukkan Mischa dan Fee yang sedang makan malam. Mischa sedang menuangkan wine ke gelas Fee dan gadis itu tampak tersenyum penuh terima kasih.     

Foto berikutnya Fee dan Mischa berjalan meninggalkan restoran. Fee menepuk-nepuk mantel Mischa yang tampak agak kusut. Lalu foto terakhir saat mereka keluar dari restoran dan masuk ke lift bersama.     

Ren tahu bahwa Fee berkali-kali datang ke kantor RMI, dan ia dapat menduga bahwa Fee melamar pekerjaan di sana. Namun, ia sama sekali tidak mengira Mischa akan langsung secara pribadi menemui Fee dan membuat gadis itu bekerja untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.