The Alchemists: Cinta Abadi

Pertengkaran Pertama



Pertengkaran Pertama

3Fee merenung cukup lama setelah Ren pergi. Ia duduk di tempat tidur dan berpikir tentang semua hal yang baru terjadi. Ini adalah pertama kalinya ia dan Ren bertengkar setelah menikah lebih dari setahun. Selama ini mereka selalu baik-baik saja karena Ren yang lebih dewasa selalu bisa mengerti keinginan Fee dan ia selalu memperlakukan gadis itu dengan baik.     

Ketika Fee mengatakan ia ingin sekolah dan bekerja, Ren mendukungnya. Ia malah membeli Kafe Magnolia untuk mempermudah Fee bekerja. Sayangnya Fee tidak mengetahui itu, baru minggu lalu ia mengetahui yang sebenarnya setelah Ren mengaku membeli Kafe Magnolia sebagai hadiah ulang tahun pernikahan untuk Fee.     

Tadi, saat ia dikuasai rasa kesal, Fee menganggap Ren terlalu mengekangnya dengan membeli Kafe Magnolia agar Fee bisa mendapatkan kemudahan. Tetapi kini, setelah ia merenung, Fee sadar bahwa Ren benar.     

Tanpa campur tangan Ren dengan membeli kafe itu sebelum Fee mulai bekerja, akan sangat sulit bagi Fee untuk mendapatkan shift kerja sesuai dengan yang ia inginkan. Ia hanya seorang karyawan baru yang bekerja part time. Ditambah lagi, dengan jadwal kuliahnya, ia hanya dapat bekerja di waktu-waktu tertentu saja.     

Seharusnya ia curiga mengapa begitu mudah bagi mereka untuk menerimanya bekerja dan bahkan memberinya jam kerja yang sangat fleksibel.     

Untuk ini, sebenarnya Fee berutang budi kepada Ren, dan seharusnya tidak perlu marah-marah, karena apa yang dilakukan Ren itu adalah untuk kepentingan Fee sendiri. Ia yang ingin bekerja dan Ren memberinya jalan.     

Sebenarnya, hari ini, yang membuat suasana hati Fee sangat buruk adalah Amelia. Seperti biasa, selalu Amelia. Amelia yang selalu ada di dekat Ren dan memperlakukan Fee dengan arogan membuat Fee tidak yakin dengan pernikahannya.     

Bagaimana kalau Ren tidak berhasil atau tidak mau mengundurkan diri dari jabatannya seperti yang ia rencakan?     

Amelialah yang hari ini menjadi sumber masalah yang membuat Fee menangis di taman dan bertemu Mischa. Dan pertemuannya dengan Mischalah yang membuat Ren menjadi sangat kesal, hingga ia memaksa Fee berhubungan intim dan tidak sengaja mengeluarkan benihnya di dalam.     

Sebelum hari ini, sebenarnya Fee sama sekali tidak terpikir untuk menginginkan anak, karena ia mengingat perjanjiannya dengan Ren selama lima tahun sejak mereka menikah.     

Tetapi, entah kenapa... saat peristiwa itu terjadi, hati kecilnya tiba-tiba bicara bahwa sesungguhnya ia sangat kesepian dan ia menginginkan keluarga.     

Ia menginginkan anak dari suaminya. Ia ingin memiliki keluarga karena Fee merasa sangat kesepian hidup seperti ini.     

Karena itulah tadi Fee bersikap keras kepala.     

Sayangnya, sepertinya Ren tidak berpikiran sama. Fee mengerti suaminya sangat perhitungan dan memiliki banyak rencana ke depan. Saat ini, hingga empat tahun ke depan, Ren tidak menginginkan anak di dalam pernikahan mereka.     

Fee bersikeras, dan Ren juga. Sehingga, untuk pertama kalinya mereka berdua tidak dapat memperoleh titik temu.     

Ini adalah pertengkaran pertama mereka, tetapi oh, mengapa mereka harus bertengkar tentang hal yang demikian berat? Kenapa tidak ada uji coba dulu dengan masalah yang lebih ringan? pikir Fee sedih.     

Fee sama sekali tidak bisa tidur malam itu. Ia terus berpikir dan mencari tahu apa yang harus ia lakukan.     

***     

Sudah seminggu lamanya Ren tinggal di penthouse-nya. Karena lokasinya yang ada di pusat kota, ia kadang-kadang memilih bekerja dari penthouse saja. Ia hanya pergi ke istana raja atau ke gedung kerja kepangeranan jika ada tamu negara yang memerlukan bertemu dengannya. Selebihnya, ia akan menyuruh orang-orangnya untuk datang ke penthouse dan mereka bekerja dari sana.     

Amelia yang keheranan melihat Ren tidak pulang ke rumah tidak mau bertanya macam-macam. Ia sangat mengenali ekspresi ketus Ren yang biasanya seperti sebelum ia menikah dengan gadis kampung itu.     

Ahh.. inilah Ren yang Amelia kenal dan akrabi sejak kecil. Amelia tak terbiasa melihat Ren yang penuh senyum dan terlihat bahagia saat bersama istrinya yang brengsek itu.     

Amelia dapat menduga terjadi sesuatu di antara Ren dan istrinya. Mungkin mereka bertengkar hebat karena sesuatu? Sudah seminggu lamanya Ren tidak pulang.. Amelia tahu ini menandakan bahwa pasti pria itu marah besar.     

Kesalahan besar apa kira-kira yang dilakukan Fee? pikirnya penasaran.     

Amelia sebenarnya ingin bertanya apa yang terjadi, tetapi ia sangat mengenal Ren dan mengerti bahwa sebaiknya ia diam dan mencari tahu sendiri. Kalau ia bertanya langsung, Ren bisa mengamuk dan menghukumnya.     

Ah, Amelia ingat terakhir kali ia ikut campur dan Ren marah kepadanya. Akibatnya sama sekali tidak menyenangkan.     

Hmm.. ini adalah pertengkaran pertama pasangan itu, kan? Bagaimana kira-kira Fee menghadapinya? Dia tidak mengenal Ren sebaik Amelia. Dia mungkin tidak tahu bagaimana menghadapi Ren dalam situasi seperti ini.     

Lihat saja, aku tidak akan membantumu, pikir Amelia sambil tersenyum dalam hati.     

"Amelia, aku memerlukan bantuanmu untuk mengurus sesuatu," kata Ren tiba-tiba membuyarkan lamunan Amelia.     

Gadis itu buru-buru menoleh ke arah Ren dan tersenyum manis. "Ada apa? Aku akan mengerjakannya."     

Ren menyebutkan tentang kunjungannya ke konferensi tingkat tinggi yang diadakan WHO di kantor pusat PBB di New York awal tahun mendatang. Amelia mencatat baik-baik dan mempersiapkan semua yang diminta sang pangeran.     

"Kau cukup dekat dengan sepupuku, Caroline. Apakah sudah ada kabar tentang program mereka untuk memiliki anak?" tanya Ren kemudian sambil lalu.     

"Mereka sedang mencoba program bayi tabung lagi. Yang sebelumnya gagal," jawab Amelia. "Apakah kau kuatir mereka akan berhasil memperoleh anak laki-laki dan mengincar takhta Moravia sebagai keturunan raja dari anak laki-laki?"     

Ren tidak menjawab. Ia hanya melambaikan tangannya dan menyuruh Amelia keluar. "Aku akan bekerja hingga malam. Kau dan yang lainnya sudah boleh pulang."     

Amelia terdiam di tempatnya. Sebenarnya ia belum mau pulang. Ini akhir pekan dan ia sedang malas bersosialisasi dengan gadis-gadis dari kalangan atas.     

"Kau sendiri tidak pulang?" Gadis itu bertanya dengan nada sangat hati-hati. "Kau mau kutemani bekerja atau minum atau apa? Aku tidak punya kegiatan apa-apa akhir pekan ini."     

"Tidak. Banyak yang ingin kukerjakan," kata Ren. "Aku akan keluar kota besok pagi."     

"Oh.. kemana?" tanya Amelia keheranan.     

"Bukan urusanmu," jawab Ren. "Pulanglah, Amelia. Aku tidak membutuhkanmu."     

Amelia mengerucutkan bibirnya menahan kesal. "Kau hanya mengelilingi dirimu dengan orang-orang yang kau butuhkan. Tidak bisakah aku ada di sini sebagai teman? Bukan sebagai orang dapat kau pakai? Kita ini teman sejak kecil."     

"Tidak," jawab Ren tegas. "Aku tidak punya waktu untuk berteman, kau tahu itu. Kau yang setuju mendampingiku karena kau mengatakan bahwa kau dapat membantuku. Apakah sekarang kau ingin berubah pikiran?"     

Dada Amelia mulai terasa sesak. Ia ingat kata-katanya sendiri lima tahun lalu. Ia memang menawarkan diri untuk bekerja membantu Ren, agar ia dapat berada di samping pria itu. Ia membuat dirinya berguna.     

Tentu ia tidak lupa ucapannya dulu. Hanya saja, di dalam hati kecilnya, Amelia mengaku sedikit kecewa. Tadinya ia mengira bahwa setelah lima tahun bekerja berdampingan, Ren akan mulai terbiasa dengan kehadirannya dan akan mulai melihatnya sebagai wanita.. bukan hanya sebagai orang yang bekerja untuknya, membantunya, karena Ren membutuhkannya.     

"Tidak. Aku tidak berubah pikiran," jawab Amelia dengan suara lemah. "Aku pulang dulu. Kau tinggal menghubungiku jika kau membutuhkanku. Aku akan segera datang."     

Ia membungkuk sedikit lalu mengambil mantelnya dari ruang mantel dan pamit pulang. Ren sama sekali tidak mempedulikannya dan kembali melanjutkan mempelajari sesuatu di laptopnya. Selama seminggu ini, ia baru tidur sebanyak total 20 jam. Sungguh buruk.     

Ia membuka sebuah tab di laptopnya dan melihat layar tangkapan berbagai kamera yang ada di rumah pribadinya. Di ruang tamu, perpustakaan, ruang kerja, kamar tidur...     

Ia melihat Fee sama resahnya dengan dirinya. Gadis itu hampir tidak tidur dan terlihat mulai menjadi lemah. Ia sama sekali tidak berangkat ke kampus ataupun ke Kafe Magnolia.     

Ren dapat melihat Fee dari jauh, tetapi ia tak dapat membaca pikiran wanita itu.     

Apa kira-kira yang ada dalam pikiran istrinya sekarang? Ia bertanya-tanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.