The Alchemists: Cinta Abadi

Hadiah Ulang Tahun Pernikahan



Hadiah Ulang Tahun Pernikahan

"Perang memang sangat mengerikan," kata Ren sambil mengangguk setuju. "Aku juga sangat membencinya. Karena itulah aku sangat mendukung semua upaya pemerintah dunia untuk mendukung perdamaian. Untunglah kita sudah cukup lama tidak mengalami perang di dunia ini..."     

Fee mengangguk lemah. Entah kenapa pikirannya seolah tidak fokus. Mengapa ia berpikiran yang tidak-tidak?     

"Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu," kata Ren dengan penuh perhatian.     

Fee menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku hanya merasa aneh saat kita membicarakan perang tadi. Aku ingat ayahku sangat membenci perang, tetapi rasanya tidak masuk akal, kan... karena memang sudah puluhan tahun tidak ada perang. Aku tidak mengerti."     

"Hmm..." Ren menebarkan pandangannya ke sekeliling mereka. "Apakah ada sesuatu yang kau ingat dari Rumania? Kau bilang sepertinya kau sering menghabiskan waktu di Italia dan Rumania sewaktu orang tuamu masih hidup.. sehingga kau fasih menggunakan bahasanya. Sekarang kita di sini... apakah kau mengingat sesuatu?"     

Fee menggeleng sedih. "Aku tidak ingat apa pun... Aku hanya ingat bahasanya."     

"Oh, begitu ya?" Ren mengangguk. "Tidak usah dipikirkan. Kau tidak dapat mengingatnya karena itu tidak penting."     

Ia merangkul bahu Fee dan mengajaknya mampir di sebuah kafe. Mereka duduk di teras kafe tersebut sambil mengamati jalan di sekitar mereka yang dipenuhi turis. Suasana musim gugur di Transylvania memang cantik sekali, tidak kalah dengan Almstad.     

Mereka lalu melanjutkan liburan mereka ke Targu Mures selama tiga hari dan dari sana mampir di Roma. Setelah tinggal dua hari di Roma, Ren mengajak Fee menyepi di salah satu perkebunan anggur di Toscana. Tempat yang dipilihnya berada di puncak bukit dengan pemandangan ke lembah yang dipenuhi kebun anggur dan zaitun, khas daerah itu.     

Fee merasa sangat kerasan di semua tempat yang mereka datangi. Ia masih belum dapat mengingat masa lalunya, tetapi perasaan familiar yang dirasakannya ketika berjalan-jalan dan berkomunikasi dengan penduduk setempat menggunakan bahasa mereka sungguh membuatnya merasa bahagia. Seolah ada sesuatu di jiwanya yang selama ini hilang dan perlahan-lahan kembali.     

***     

"Aku sangat sedih karena kita besok sudah harus pulang," keluh Fee sambil membereskan barang-barangnya ke dalam koper.     

Tanpa terasa, waktu dua minggu berlalu begitu saja, dan kini tiba waktunya bagi mereka untuk pulang. Ia akan kembali ke pekerjaannya di Kafe Magnolia dan sekolahnya di Almstad Business School.     

"Kau benar-benar mau liburan terus?" tanya Ren sambil tersenyum. "Aku bisa mewujudkannya."     

"Benarkah?" tanya Fee dengan wajah antusias. Ia berhenti berkemas dan segera duduk di samping Ren. "Kau berjanji?"     

"Tapi tidak sekarang," kata Ren sambil mengacak rambut Fee. "Nanti, setelah aku mundur dari jabatan putra mahkota."     

Fee mendesah mendengar kata-kata suaminya.     

"Lama sekali..."     

"Kita tidak tahu. Bisa saja lebih cepat. Sepupuku, Caroline, sedang mengikuti program membuat anak. Begitu anaknya terlahir laki-laki, aku akan meminta mundur dari posisiku dengan alasan kesehatan. Lagipula pihak istana sudah tahu dari dulu kalau kesehatanku buruk karena aku susah tidur... Mereka tentu akan mengerti."     

"Aku tidak mengerti, kenapa monarki tidak menurunkan jabatan pemimpin kepada anak perempuan saja? Dengan begitu sepupumu bisa menggantikanmu walaupun ia perempuan? Lagipula dia kan punya suami? Kerajaan Inggris sudah lama memiliki ratu sebagai pemimpin kerajaan, mengapa Moravia masih memegang tradisi patriarki yang begitu kuno?" tanya Fee dengan nada protes.     

"Uhm... kerajaan Inggris juga menganut paham patriarki, Fee. Mereka HANYA mengangkat perempuan sebagai pemimpin jika sama sekali tidak ada keturunan laki-laki dari pihak raja.     

"Kau masih ingat, Ratu Elizabeth hanya menjadi ratu karena ayahnya tidak memiliki anak lelaki. Setelah Elizabeth naik takhta, anak lelakinya yang pertama, Charles, yang menjadi pewaris takhta, diikuti oleh anak-anak lelaki Charles yaitu William dan Harry." Ren menjelaskan.     

"Di Moravia sekarang, aku adalah keturunan lelaki tertua dari keluarga raja. Kalau sepupuku Heinrich tidak meninggal, ia yang berhak mewarisi takhta karena ia adalah cucu yang berasal dari anak lelaki raja.     

"Aku adalah cucu yang berasal dari anak perempuan, sehingga urutanku berada di bawahnya. Kalau nanti adik perempuan Heinrich melahirkan anak lelaki, aku bisa menyatakan bahwa anak itu lebih berhak daripadaku karena ia berasal dari garis keturunan lelaki."     

"Kau tidak menginginkan naik takhta menjadi raja?" tanya Fee pelan.     

Ini adalah pertama kalinya ia dan Ren membahas tentang jabatan raja yang bisa menjadi milik Ren setelah nanti kakeknya mundur dari takhta atau meninggal.     

"Kenapa? Kau ingin aku menjadi raja?" Ren balik bertanya.      

Fee tertegun saat balik ditanya seperti itu oleh suaminya. Pikirannya segera melayang pada istana raja Moravia yang begitu megah di Almstad dan betapa jauhnya perbedaan status antara dirinya dan Ren.     

Sebenarnya ia takut kalau Ren ingin menjadi raja, maka posisi Fee akan menjadi sangat sulit. Ia dapat membayangkan bagaimana pihak istana dan rakyat akan menentang hubungan mereka habis-habisan.     

"Aku... tidak penting apa yang kuinginkan," kata Fee pelan. "Aku ingin tahu apa yang KAU inginkan. Apakah kau tidak memiliki keinginan sedikit pun untuk berkuasa? Menjadi raja?"     

Ren menatap Fee lama sekali dan kemudian tersenyum. "Jabatan raja di Moravia hanya simbolis. Tidak benar-benar memiliki kuasa seperti zaman dulu. Kalau aku mau berkuasa, aku ingin kekuasaan yang sesungguhnya."     

"Misalnya?" tanya Fee penasaran. "Berkuasa seperti apa yang menurutmu dapat dikategorikan sebagai kekuasaan yang sesungguhnya?"     

Ren mengangkat wajahnya dan menatap ke langit sore yang mulai berubah warna menjadi jingga lewat jendela kamar mereka yang besar.     

"Sebelum pulang ke Moravia, aku adalah Direktur Space Exploration di SpaceLab. Aku lebih tertarik menjadi penguasa angkasa. Aku ingin kembali terlibat dalam eksplorasi luar angkasa dan menaruh tanda kepemilikan kita di luar sana."     

"Apakah nanti setelah kau mundur dari jabatan pewaris takhta kau akan dapat kembali ke SpaceLab?" tanya Fee.     

"Kuharap begitu. Aku akan bersabar sampai saat itu tiba," kata Ren. Ia tampak tersenyum misterius lalu menepuk tangan Fee pelan. "Oh, ya.. aku punya hadiah untukmu..."     

"Hadiah apa?" tanya Fee keheranan.     

"Hadiah ulang tahun pernikahan," kata Ren. "Kau tidak menyiapkan hadiah apa pun untukku?"     

Fee membelalakkan matanya mendengar kata-kata Ren. "Ugh.. aku hampir lupa. Aku sudah menyiapkan hadiah untukmu, kok. Tadinya aku akan memberikannya setelah kita tiba di rumah."     

Ia buru-buru mengambil sesuatu dari kopernya dan menyerahkannya ke tangan Ren. "Jangan dipandang nilainya. Aku menghabiskan waktu seminggu membuatnya diam-diam saat kau sedang tidak di rumah."     

Ren tersenyum lebar dan mengangguk. Ia membuka kotak hadiah dengan bungkus kado cantik yang ditaruh Fee di tangannya. "Terima kasih, Sayang."     

Ketika ia sudah membuka hadiahnya, Ren mendecak beberapa kali. Ia tampak sangat suka dengan syal baru yang dirajut oleh Fee untuknya. Syal ini berwarna cokelat gelap dengan bahan wol yang sangat halus dan nyaman sekali saat melingkari leher dan bahunya.     

"Kuharap kau suka," kata Fee malu-malu.     

"Aku suka sekali." Ren menarik Fee ke pelukannya dan memberikan ciuman mesra kepada gadis itu. Setelah melepaskan tubuh istrinya, ia mengambil sesuatu dari sakunya dan menyerahkannya kepada Fee. "Ini hadiah dariku untukmu."     

Fee mengamati foto yang ada di tangannya dengan kening berkerut. "Ini kan foto Kafe Magnolia?"     

"Benar," kata Ren. "Kafe ini sekarang milikmu."     

"Eh? Aku tidak mengerti..." kata Fee kebingungan. "Kenapa bisa kau mengatakan Kafe Magnolia adalah milikku?"     

"Aku sudah membelinya," kata Ren menjelaskan. "Aku tahu kau sangat sedih karena jabatan asisten manajer kemarin ditarik dan tidak jadi diberikan kepadamu, padahal kau sudah bekerja keras untuk itu. Aku juga mengerti kau sangat ingin bekerja karena kau ingin memiliki bisnis sendiri suatu hari nanti. Karena itu, kupikir, sudah saatnya kau mengurusi perusahaan kecil seperti Kafe Magnolia. Kau bisa mencari pengalaman dan belajar sambil bekerja. Plus.. karena kafe itu sekarang menjadi milikmu, kau tidak perlu kuatir akan bertemu orang menyebalkan yang akan menjatuhkan posisimu..."     

Fee menatap Ren cukup lama dengan pandangan tidak berkedip. Ini sangat mengejutkan baginya dan ia sama sekali tidak mengira Ren akan membeli Kafe Magnolia untuknya. Di satu sisi, ia merasa sangat senang karena ia bisa mengurusi sendiri bisnis yang ia sukai... tetapi di sisi lain...     

Apa nanti kata teman-temannya di Kafe Magnolia?     

"Kau bisa berterima kasih dengan menciumku," komentar Ren sambil tersenyum kecil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.