The Alchemists: Cinta Abadi

Ajakan Berlibur



Ajakan Berlibur

0Setelah mereka tiba kembali di rumah, Ren mengajak Fee bicara. Ia ingin tahu mengapa Fee tiba-tiba memutuskan untuk pergi sendirian.      

"Tidak biasanya kau seperti itu," kata Ren sambil menatap Fee yang masih duduk dengan tubuh sedikit gemetar di pangkuannya. "Apakah ada yang mengganggu pikiranmu? Apakah ada yang tidak kau ceritakan kepadaku?"     

Fee baru ingat bahwa tadi ia memutuskan jalan-jalan sendiri untuk menenangkan pikirannya karena ia kecewa atas promosinya yang dibatalkan. Ia tidak menyangka bahwa justru ketika ia sedang sendirian, Hendrik akan berhasil menemukannya dan berusaha untuk menculiknya.     

"Aku hanya sedang banyak pikiran." Akhirnya gadis itu menjawab pelan. "Aku tidak mengira dia akan berani menggangguku di tempat umum. Aku kan tidak pergi sendirian ke tempat yang sepi dan gelap."     

"Itu benar, tetapi kita tidak pernah tahu apa yang dapat dilakukan orang lain. Kau tahu, orang jahat bisa beraksi di tengah keramaian dengan cepat. Kalau tadi aku terlambat.. atau tidak ada orang asing tadi, kau tentu sudah dibawa pergi oleh orang brengsek itu," kata Ren. Ia memijat keningnya. "Aku sangat kuatir ketika mendapatkan panggilan telepon darimu tetapi tidak ada suara di ujung sana."     

"Aku tidak akan mengulanginya..." kata Fee.     

Ia sebenarnya bukan wanita lemah, tetapi entah kenapa tadi saat Hendrik menariknya dan hendak menculiknya, ia tidak dapat melawan... seolah tubuhnya membeku. Ia hanya mampu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Ren. Ia tidak tahu mengapa tubuhnya tidak bereaksi memukul atau menendang Hendrik.      

"Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu... Apa yang belum kau ceritakan kepadaku?" tanya Ren lagi.     

Fee akhirnya menarik napas panjang. Ia tahu sia-sia saja membohongi Ren bahwa ia tidak apa-apa. Dengan suara menahan kesal ia pun menceritakan pembicaraannya dengan Stevan di kafe.     

"Aku merasa percuma saja bekerja keras jika orang kaya bisa seenaknya menekanku dan membuatku kehilangan promosi. Apa gunanya bekerja rajin dan melakukan pekerjaanku sebaik mungkin?" keluh gadis itu.     

"Kenapa kau begitu ingin bekerja?" tanya Ren. "Aku tahu ini bukan soal uang... Kau menginginkan kepuasan batin, sesuatu untuk menghibur diri.. apa lagi?"     

Fee mengerutkan bibirnya. "Aku ingin mandiri. Aku tidak ingin bergantung kepada siapa-siapa, termasuk dirimu. Aku ingin suatu hari nanti memiliki bisnisku sendiri. Itu sebabnya aku kuliah mengambil sekolah bisnis."     

"Kau tidak ingin bergantung kepadaku? Kenapa?"Ren mengerutkan keningnya. Ia menatap Fee dalam-dalam. "Kau tidak mencintaiku lagi?"     

Fee tidak menjawab. Ia hanya membuang muka. Ia tidak ingin bertengkar. Jika ia mencurahkan apa yang ada di dalam hatinya, ia kuatir Ren akan menuduhnya tidak mengikuti komitmen mereka.     

Fee sendiri yang menyetujui perjanjian mereka untuk menyembunyikan pernikahan mereka selama lima tahun, hingga ia dapat mengundurkan diri dari jabatannya. Kalau sekarang Fee tiba-tiba protes, maka ia sama saja dengan menjilat ludahnya sendiri.     

"Kau mau liburan denganku ke Italia atau Rumania?" tanya Ren tiba-tiba. Ia berhenti mendesak Fee dan kini mengganti kata-katanya. Ia tahu Fee tidak mau membahas masalah yang mengganggu pikirannya. Ren kuatir, kalau ia mendesak istrinya, maka mereka akan bertengkar.     

Fee mengangkat wajahnya dan menatap Ren keheranan.     

"Kenapa kau tiba-tiba mengajakku berlibur?" tanya Fee. "Bukankah kau sangat sibuk? Akhir-akhir ini saja, kau tidak makan malam di rumah."     

"Aku tentu akan menyempatkan waktu untuk merayakan hari jadi pernikahan kita," jawab Ren sambil tersenyum manis. Wajahnya yang tampan terlihat semakin menarik saat ia tersenyum, dan untuk sesaat Fee menjadi terpesona.     

"Benarkah?" tanya Fee dengan ekspresi yang berubah gembira.     

"Kau bisa memilih, kita bisa ke Spanyol, Italia, atau Rumania," kata Ren,     

"Uhmm.. kita belum pernah ke Rumania," kata Fee. "Spanyol juga bagus. Tetapi aku tidak bisa berbahasa Spanyol."     

"Kalau begitu, aku akan menyiapkan liburan kita ke Rumania," kata Ren sambil mengangguk. "Kita akan Bucharest dan Transylvania untuk menikmati keindahan kota abad pertengahan. Di sana indah sekali dan peradabannya lebih tua daripada Moravia. Kalau kau senang bertualang, kita bisa melintasi Transfăgărășan. Orang menyebutnya sebagai jalan raya paling mendebarkan di dunia. Kita juga bisa mengunjungi kastil Bran yang dianggap sebagai kastil drakula."     

Semua penjelasan Ren membuat Fee merasa bersemangat. Awan gelap yang tadi menyelubungi perasaannya sekarang seolah menghilang tersapu angin teduh.     

Ahh.. Ren selalu tahu bagaimana membuatnya merasa lebih baik.     

"Aku senang sekali," kata Fee dengan wajah gembira. "Aku ingin kita berlibur ke Rumania untuk merayakan setahun pernikahan kita."     

"Baiklah.. aku akan mengambil cuti selama dua minggu," kata Ren.     

"Du.. dua minggu?" Sepasang mata Fee terbelalak mendengarnya. Ia tidak menduga Ren akan mengambil cuti demikian lama demi mengajaknya liburan. Ia tahu Ren sibuk sekali.     

"Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Ren     

"Bukan... bukan itu! Aku senang sekali! Aku tidak mengira kau akan mengambil cuti demikian lama.." jawab Fee terburu-buru. Ia memeluk leher Ren dan segera mendaratkan ciuman mesra ke bibir suaminya.      

Ren tersenyum senang. Ia membalas ciuman Fee dengan sama mesranya. Ia tahu tidak sulit untuk membuat Fee merasa senang. Ia sengaja mengorbankan pekerjaannya selama dua minggu untuk menghibur hati istrinya. Ia tahu setahun pertama ini cukup berat bagi Fee. Mereka masih memiliki waktu empat tahun.     

Ia tak ingin Fee menyerah dan meninggalkannya karena Fee merasa hubungan mereka terlalu berat untuk dijalani. Liburan dua minggu ini tidak ada artinya, jika ia dapat membuat Fee kembali bahagia.     

***     

Fee meminta cuti dari Kafe Magnolia agar ia dapat berlibur bersama Ren. Tentu saja Stevan tidak dapat berbuat apa-apa karena Fee adalah karyawan part time. Ella dan teman-temannya terlihat iri ketika mengetahui Fee mengambil cuti dua minggu untuk merayakan hari jadi pernikahannya. Namun demikian, mereka ikut senang untuk gadis itu.     

"Duh.. suamimu romantis sekali, Fee," komentar Ella. "Kau membuat kami yang single ini menjadi gigit jari. Apakah suamimu punya teman yang masih lajang? Hahaha..."     

Fee hanya tertawa mendengar kata-kata Ella. "Kau bisa saja. Kau juga akan menemukan pria yang tepat di waktu yang tepat."     

"Ah... tapi rasanya semua laki-laki yang baik dan mapan sudah ada yang punya. Aku tidak yakin aku akan seberuntung dirimu dan bisa menemukan lelaki yang baik," keluh Ella.     

Fee terdiam mendengar kata-kata teman kerjanya. Sepasang matanya berbinar saat membayangkan suaminya. Ah.. ia memang beruntung. Ia bertemu dengan Ren, seorang lelaki baik dalam waktu yang tidak terlalu lama.     

Memang pernikahan mereka tidak mudah, tetapi sejauh ini mereka saling menghormati dan berusaha saling membahagiakan.     

"Ah.. kau benar," kata Fee sambil tersenyum. "Kurasa aku memang beruntung."     

Fee menyempatkan diri ke kampus sehari sebelum ia berangkat liburan untuk mengumpulkan tugas-tugas agar nilainya tidak terpengaruh akibat absennya selama dua minggu. Ketika ia baru keluar dari gedung administrasi, tiba-tiba tiga orang gadis yang berpenampilan modis dan berwajah judes datang menghampirinya.     

"Hei!! Pelacur bangsat!" Teriak salah seorang di antara mereka dengan nada tinggi.     

Fee tertegun saat mendengar panggilan keji itu. Ia berbalik dan menatap mereka dengan keheranan.     

"Iya, aku bicara kepadamu, brengsek!" cetus seorang gadis berambut panjang keriting yang pernah dilihatnya di kafe saat Hendrik dan temannya dipukul oleh Ren dan Karl.     

Ugh.. apakah ini masih soal urusan dengan Hendrik lagi???     

Fee benar-benar merasa Hendrik mengikutinya kemana pun ia pergi. Sungguh mengesalkan.     

"Apa maksudmu?" tanya Fee keheranan. "Kalian bicara apa sih?"     

"Hei, brengsek! Pasti kau yang bertanggung jawab, entah kau atau laki-laki yang bersamamu waktu itu! Kau pikir kau bisa lolos begitu saja? Aku sudah melaporkanmu kepada polisi. Mereka akan segera menangkapmu dengan tuduhan bersekongkol menyiksa orang lain..." tukas gadis itu dengan suara berapi-api. "Kau tidak takut ya waktu kubilang Hendrik itu anak walikota? Kau pasti simpanan orang penting sampai punya nyali demikian besar..."     

Fee terpaku di tempatnya, berusaha memahami maksud kata-kata gadis di depannya. Sementara itu orang-orang mulai berkumpul di sekeliling mereka, karena tertarik pada keributan yang terjadi.      

"Ada apa sih?"     

"Itu kekasih Hendrik Milne. Ayahnya adalah walikota Almstad."     

"Lalu apa hubungannya sama gadis yang dilabraknya? Apakah Hendrik selingkuh?"     

"Bukan... kau tidak tahu Hendrik sekarang sedang dirawat di rumah sakit? Dia dihajar orang dan kedua kakinya dipatahkan. Mungkin gadis itu ada hubungannya..."     

"Astaga... mengerikan sekali.."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.