The Alchemists: Cinta Abadi

Percakapan Di Telepon



Percakapan Di Telepon

3Ren menghabiskan waktu sepagian untuk beristirahat kembali sementara Fee mengurusi obat-obatan yang diminta dokter Henry untuk dicari bagi Ren. Dengan meminta bantuan Marco, supir pribadi Ren, Fee berangkat ke pusat kota dan mendatangi rumah sakit untuk membeli obat yang diresepkan dokter Henry.     

Dalam perjalanan di mobil, pandangan gadis itu tampak terpesona pada keindahan Kota Almstad. Ia baru sekali ke ibukota bersama teman-temannya saat merayakan kelulusan dulu.     

Mereka hanya berkeliling beberapa tempat penting seperti taman mawar cantik yang ada di dekat istana raja, perpustakaan Almstad yang sudah berumur 200 tahun, gedung parlemen, istana raja dan kantor perdana mentri, lalu mereka makan siang di kafe dan pulang. Itu saja.     

"Marco, apakah kita bisa berkeliling sebentar di pusat kota? Aku ingin melihat-lihat," pinta Fee kepada supirnya. Laki-laki separuh baya itu mengangguk hormat.     

"Tentu saja, Nyonya."     

Ren telah meminta untuk tidak diganggu hingga tiba jam makan siang, sehingga Fee merasa tidak ada salahnya ia menghabiskan waktu sedikit di luar rumah untuk menjelajahi Almstad dan melihat-lihat sekitarnya. Kota Almstad dibangun pada abad 14 dan masih memiliki sangat banyak peninggalan bangunan-bangunan tua yang cantik.      

Di pusat kota ada kawasan kota tua yang terdiri dari hampir semuanya gedung-gedung yang berusia ratusan tahun dan jalanan berbatu. Kawasan ini sangat populer bagi para turis yang berkunjung ke Moravia. Mereka bisa bersantai menikmati makan siang atau makan malam di restoran khas Moravia yang menyajikan berbagai makanan khas negara itu.     

Di kawasan Kota Tua ini, mobil sama sekali tidak diizinkan lewat karena jalan-jalannya yang kecil, sehingga setiap saat ada ratusan hingga ribuan orang yang berjalan kaki melintasi setiap lorong dan jalan berbatu yang ada di sana.     

Seandainya ia tidak menikah dengan Ren, tadinya Fee sudah berniat untuk melamar pekerjaan sebagai pelayan di salah satu restoran atau kafe di kawasan Kota Tua ini. Ia mendengar tip pelayan yang bekerja di daerah wisata seperti ini cukup besar. Namun, kini ia tentu tidak perlu lagi bekerja karena Ren yang menanggung semua biaya hidupnya.     

Mobil Porsche yang membawa Fee bergerak pelan-pelan mengikuti lalu lintas di depannya yang berjalan lambat, sambil gadis itu mengamati dan mengagumi sekelilingnya. Ketika mereka melewati gerbang istana Moravia yang berpenjagaan ketat, Fee merasakan dadanya berdebar-debar.      

Ia memperhatikan kompleks istana megah itu dengan kagum. Walaupun raja sekarang hanya merupakan jabatan seremonial, namun beliau masih memiliki arti yang sangat penting bagi rakyat kerajaan kecil itu.     

Dalam hati Fee bertanya-tanya, mengapa Ren sungguh tidak ingin menjadi raja. Bukankah kedudukan sebagai penguasa kerajaan kaya seperti Moravia masih menjadi suatu hal yang membanggakan?     

"Apakah Ren sering datang ke istana?" tanya Fee kepada Marco. Supirnya mengangguk.     

"Cukup sering, Nyonya. Setiap hari Senin Tuan akan ke istana dan melakukan beberapa tugas kenegaraan. Selain itu ia juga memiliki kantor di dalam kompleks istana dan ke sana beberapa kali seminggu. Tetapi kantor utamanya ada di dekat kawasan Kota Tua. Tuan paling sering bekerja di sana," jawab Marco menjelaskan.     

Fee mengangguk-angguk. Ia berusaha mengingat jadwal Ren dan mencatat semua informasi yang didengarnya dari Marco barusan. Ia ingin menjadi istri yang baik dan memastikan ia selalu membantu pekerjaan suaminya.     

Setelah puas berkeliling pusat kota dan mendapatkan obat-obatan yang dicarinya, Fee lalu minta diantar pulang. Dalam perjalanan menuju rumah, ia melihat ada beberapa kampus universitas yang megah. Para mahasiswa yang bergerombol di depan gerbangnya tampak penuh semangat dan menikmati hidup mereka.     

Ah.. ini mengingatkan Fee untuk mulai memikirkan tentang sekolahnya sendiri. Ia punya waktu beberapa bulan untuk mempersiapkan diri. Ketika waktunya tiba, ia ingin dapat menentukan sekolah terbaik untuknya menuntut ilmu.     

Fee sadar bahwa kebanyakan teman-teman kuliahnya nanti akan berusia 2-3 tahun lebih muda dari dirinya karena mereka langsung kuliah setelah lulus SMA. Sementara Fee terlambat lulus sekolah menengah karena ia sakit cukup lama dan harus mengulang SMA-nya. Ia juga menghabiskan waktu setahun setelah lulus dengan bekerja di resort dan kemudian menikah.     

Ia hanya berharap teman-teman sekolahnya nanti tidak akan terlalu mempermasalahkan usianya dan memperlakukannya berbeda.     

***     

Fee tiba kembali di rumah satu jam sebelum jam makan siang. Karena Ren meminta tidak diganggu, maka Fee memutuskan untuk menjelajahi rumah suaminya yang demikian besar itu dan mengamati tamannya yang membentang luas dari teras depan hingga ke pintu gerbang yang jaraknya sangat jauh.     

Fee menyibukkan diri dengan meneliti jenis-jenis tenaman apa saja yang ada di tamannya dan bagaimana kondisinya. Ia sangat bahagia saat menemukan bahwa semua tanaman yang ada di teman depan sangat terawat dan sehat.     

Ia sempat bertemu dengan tukang kebun yang sedang menggunting beberapa cabang tanaman yang kering dan mereka pun berbincang-bincang. Awalnya, sang tukang kebun mengira Fee adalah staf baru di rumah besar itu karena ia belum pernah melihat Fee sebelumnya.     

Ketika Marco datang kembali menjemput Fee dengan mobil untuk kembali ke rumah, barulah Hans, sang tukang kebun menyadari kesalahannya. Dengan wajah merah, ia berkali-kali meminta maaf karena telah bersikap terlalu kasual kepada sang nyonya rumah.     

Fee hanya tertawa melihat sikapnya. "Aduh.. kumohon jangan bersikap seperti ini. Aku tahu kau tidak mengenaliku. Senang bertemu denganmu, Hans. Selamat bekerja."     

Ia lalu masuk kembali ke mobil dan pulang ke rumah. Jarak dari gerbang depan ke pintu depan hampir sepanjang 2 km, dan sepanjang itu pula taman yang ada di sana. Fee merasa sangat suka dengan rumahnya yang baru. Ia merasa sangat beruntung.     

Fee masuk ke dalam rumah dan mencari Ren untuk mengajaknya makan siang bersama. Ia mendengar dari Linda bahwa Ren sedang berada di perpustakaan. Saat ia hendak masuk ke dalam rumah, Fee telah melihat bahwa jendela besar dari lantai hingga langit-langit yang ada di perpustakaan ternyata terbuka sedikit karena ia melihat kibaran gordennya dari dalam.     

Ahh.. seketika timbul niat jahil di kepala Fee untuk mengejutkan Ren dengan masuk lewat jendela. Dengan mengendap-endap ia mendekati jendela dan bersiap hendak masuk. Namun, langkahnya seketika terhenti ketika ia mendengar suara Ren yang sepertinya sedang bicara di telepon. Tanpa sadar, Fee berhenti dan mendengarkan.     

"Amelia... bersabarlah dulu. Aku tidak mau kau datang ke rumahku dan bertemu Fee. Kau sama sekali tidak bisa menahan diri. Aku yakin tadi malam kau mengatakan hal macam-macam kepadanya."     

Fee menegakkan telinganya berusaha hendak mendengarkan lebih baik dan memahami apa maksud pembicaraan antara Ren dan Amelia.     

"Tentu saja aku tidak mencintainya. Kau bicara apa." Suara Ren terdengar mulai kesal.     

Untuk sesaat Fee menjadi teringat pada sikap Ren saat ia bersikap ketus di resort terhadap Pak Krause. Inikah Ren kalau sedang kesal? Fee hampir tidak pernah melihatnya seperti ini.     

Dan oh... apa tadi katanya? Ren tidak mencintai siapa? Apakah ia dan Amelia sedang membicarakan Fee?     

Apakah ini artinya Ren memang tidak mencintai Fee?     

Tiba-tiba saja gadis itu merasa dadanya sangat sesak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.