The Alchemists: Cinta Abadi

Laki-Laki Yang Cerdas



Laki-Laki Yang Cerdas

3Keesokan harinya Fee dan Ren bangun siang dan menikmati brunch di teras penthouse mereka sambil memandangi laut. Mereka hanya berencana untuk bersantai dan merelakskan diri sebelum pernikahan.      

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Ren saat berjalan ke teras dengan sebuah buku dan melihat Fee yang sedang berdiri terpaku menatap lautan nun jauh di sana. Ia melingkarkan tangannya ke pinggang Fee dan mencium tengkuk gadis itu.     

"Hmm?" Fee menoleh ke belakang dan menatap Ren dengan wajah sendu, membuat pria itu terkejut.     

"Kenapa kau bersedih? Apakah aku melakukan kesalahan?" tanya pria itu dengan suara halus.     

Fee menggeleng dan berusaha tersenyum. "Tidak... aku hanya..."     

Ia mendesah panjang.     

Fee akan menikah keesokan harinya tetapi tidak akan ada satu pun anggota keluarganya yang akan menghadiri hari penting itu. Kedua orang tuanya telah meninggal dan neneknya baru meninggal minggu lalu.     

Ia merasa sedih karena di hari yang demikian besar... ia merasa sendiri.     

"Apakah kau merindukan keluargamu?" tanya Ren lembut.     

Fee tidak menjawab. Ia tidak tahu apa yang dirasakannya. Ia tidak begitu merindukan ayah dan ibunya yang ia kenal lewat foto-foto lama. Mungkin ia sedikit merindukan neneknya karena mereka menghabiskan waktu 3 tahun bersama. Tetapi ia merasa tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini.     

"Aku tidak tahu." Akhirnya Fee menjawab dengan suara pelan. "Aku hanya merasa sedih karena besok akan menikah dan tidak ada satu pun keluarga dan teman yang ada bersamaku."     

"Sekarang kita memang harus merahasiakannya," kata Ren menghibur. "Tetapi, lima tahun lagi, setelah aku berhasil melepaskan diri dari statusku... kita bisa mengadakan pesta pernikahan sungguhan dan mengundang siapa pun yang kau mau."     

Fee merenungkan kata-kata Ren dan memikirkan siapa gerangan teman yang dapat diundangnya. Ahh.. ia juga tidak memiliki banyak teman. Ia hanya memiliki beberapa teman sekolah di desa dulu tetapi ia tidak terlalu dekat dengan mereka.     

"Hmm.. tidak apa-apa. Aku sebenarnya tidak memiliki banyak teman kok..." kata Fee akhirnya. "Aku juga sudah tidak memiliki keluarga. Aku tidak sedih karena tidak bisa mengundang mereka... tetapi..."     

Ia terdiam.     

Ia sedih karena baru kali ini ia merasa bahwa ia sangat kesepian dan tidak memiliki siapa-siapa. Setelah ia menikah dengan Ren, praktis pria itu menjadi satu-satunya keluarganya.     

"Kau tahu, aku juga tidak memiliki orang tua dan saudara sama sekali. Jadi aku mengerti apa yang kau rasakan." Ren mencium tengkuk Fee lagi. Ia mengeratkan pelukannya pada pinggang gadis itu. "Aku akan menjadi keluargamu."     

Fee memutar tubuhnya dan menghadap Ren. Ia lalu mengalungkan lengannya ke leher pria itu dan menatapnya dalam-dalam. "Terima kasih."     

"Tentu saja." Ren lalu mencium Fee dengan mesra. "Dan nanti, setelah kau kuliah, kau bisa mencari teman. Hidupmu akan menjadi lebih baik. Aku berjanji."     

Mereka sudah membicarakan tentang Fee bersekolah untuk mendalami bidang yang ia sukai, agar ia tidak merasa rendah diri menjadi istri Ren yang berpendidikan tinggi. Fee dapat bertemu orang-orang baru dan mencari teman agar ia bisa meluaskan pergaulannya.     

"Kau benar," kata Fee kemudian.     

Ren sendiri adalah orang yang sangat disegani di dunia sains dan teknologi. Sebelum ia kembali ke Moravia untuk menerima jabatan sebagai pangeran putra mahkota, ia telah cukup lama berkecimpung di bidang teknologi dan membangun banyak koneksi dan jejaring dengan orang-orang cerdas di dunia. Ia yakin, Fee akan dapat masuk ke kalangannya juga setelah gadis itu menjadi istrinya.     

"Selain itu.. kau juga bisa bertemu teman-temanku dan kekasih mereka. Seperti nanti siang, Johann akan datang membawa kekasihnya. Mereka juga yang akan menjadi saksi pernikahan kita besok. Kau akan menyukai mereka."     

Selain orang-orang di dunia sains, Ren juga memiliki sangat banyak teman di kalangan atas, termasuk Pangeran Johann, salah seorang anggota keluarga bangsawan dari Monaco. Siang ini Pangeran Johann dan kekasihnya Mariel, seorang desainer berkebangsaan Prancis datang untuk makan siang bersama Fee dan Ren.      

"Aku tidak tahu apakah aku akan bisa berbincang-bincang dengan mereka. Apa kau tidak akan malu memperkenalkanku sebagai calon istrimu kepada orang kalangan atas seperti mereka?" tanya Fee ragu.     

"Tentu saja tidak. Kau bicara apa? Mereka pasti akan bilang bahwa aku sangat beruntung." Ren tertawa kecil melihat kekuatiran Fee. "Johann orangnya sangat santai. Dan Mariel.. hmm... kurasa ia akan menyukaimu."     

"Kau pikir begitu?" tanya Fee. "Kenapa menurutmu Mariel akan menyukaiku?"     

"Karena kau memiliki pembawaan seperti malaikat," bisik Ren. "Siapa pun orangnya yang bertemu denganmu akan menganggap kau itu gadis yang sangat baik. Kau punya aura seperti itu.. kau membuatku merasa sangat bahagia ada di dekatmu. Entahlah.. aku sulit menjelaskannya."     

Fee tersipu-sipu mendengar kata-kata Ren. Pelan-pelan ia mulai merasa percaya diri. Baiklah.. selama ia tidak berbuat hal aneh, tentu ia tidak usah merasa takut bertemu orang dari kalangan atas.     

***     

Pukul 1 siang tepat, pelayan memberitahukan kepada mereka bahwa tamu yang ditunggu-tunggu itu telah tiba.     

"Silakan bawa mereka ke atas," kata Ren. Ia lalu menoleh kepada Fee yang merapikan gaunnya dan bersiap menerima tamu makan siang mereka. "Kau sudah cantik."     

"Ahahaha... terima kasih."     

Fee tersenyum senang mendengar pujian itu. Ia berdiri di depan pintu dengan sikap agak kaku, berusaha tampak tenang saat pelayan mengetuk pintu penthouse dan kemudian membukanya. Saat pintu dibuka, tampaklah seorang laki-laki dan wanita berdiri dengan sikap santai.     

Mereka membawa champagne dan buket bunga untuk tuan rumah. Johann memakai pakaian santai berwarna cerah. Ia terlihat berusia 30-an dan memiliki wajah yang simpatik. Kekasihnya, Mariel, berpakaian sangat modis dan wajahnya terlihat dipenuhi senyum.     

"Heii.. selamat siang. Selamat datang, dan selamat untuk rencana pernikahan kalian besok," kata Johann sambil menyerahkan botol champagne kepada Ren dan kemudian memeluk pria itu. Ia lalu mengambil tangan Fee dan mencium tangan kanannya dengan penuh hormat. "Selamat ya, Fee."     

Fee hanya bisa mengangguk dengan wajah memerah. Ia lalu menerima buket bunga dari Mariel yang kemudian memeluknya.     

"Hallo, Fee.. kau benar-benar terlihat seperti peri. Pangeran Renald sangat beruntung." Marie mencium pipi kanan dan kiri Fee bergantian, yang segera dibalas gadis itu.     

"Ah... selamat siang, Mariel. Aku dan Ren sudah menantikan kalian," kata Fee ramah dengan bahasa Prancis yang sempurna.     

Marie tertegun sesaat lalu menoleh ke arah Ren sambil tersenyum lebar.     

"Wahh.. Pangeran Renald, aku sangat menyukainya. Ini adalah wanita paling menarik yang pernah kau kencani." Ia lalu mengedip kepada Fee. "Itu pujian kalau datang dariku."     

Fee hanya bisa tersenyum. Dalam hati ia bertanya-tanya sudah berapa wanita yang dikencani Ren Hanenberg sebelum dirinya dan apakah semuanya telah bertemu Johann dan Mariel.     

"Terima kasih..." kata Fee lagi dalam bahasa Prancis. "Aku senang bertemu kalian secara langsung."     

"Wahh... aku sangat terkesan, bahasa Prancismu bagus sekali. Sama sekali tidak ada aksennya," kata Mariel memuji Fee lagi.      

"Ayo, kita ke teras. Pemandangannya lebih cantik di sana. Sekalian kita bisa berjemur dan menikmati matahari," kata Ren kemudian. Ia membawa botol champagne dari Johann ke teras dan dengan sigap membukanya untuk menuangkan ke empat gelas.     

"Selamat!" kata Johann dan Mariel sekali lagi saat mereka bersulang.     

"Terima kasih," Ren dan Fee membalas ucapan selamat mereka secara serempak.     

"Lihat, Johann.. mereka baru berkencan tetapi Ren sudah langsung memutuskan untuk menikahi Fee. Kita sudah pacaran sepuluh tahun. Kapan kau akan melamarku?" tanya Mariel sambil tertawa genit. Ia sangat senang menggoda kekasihnya.      

"Kalau kau mau, kita bisa langsung menikah besok," kata Johann cuek. "Setelah mereka menikah, gantian kita yang menikah dan mereka menjadi saksi kita. Kau mau begitu?"     

Mariel hanya tertawa berderai-derai dan menggeleng. "Ugh.. tolong, kau tahu aku hanya bercanda. Aku tidak percaya pernikahan."     

Gadis itu menghabiskan champagne di gelasnya dan Ren dengan sigap menuangkan kembali untuknya.     

"Sudah kuduga begitu," jawab Johann santai. Ia lalu menoleh ke arah Ren. "Tetapi.. kau memang membuatku terkejut dengan rencana menikah yang begitu mendadak. Ada angin apa? Apakah kalian sedang menunggu kelahiran bayi atau apa?"     

Fee yang sedang menyesap champagne-nya tanpa sadar menyemburkan minumannya karena kaget. Ren buru-buru mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap bibir dan tangan gadis itu sambil tertawa kecil.     

"Sshh.. Maafkan Johann. Dia orangnya memang terlalu blak-blakan." Ren meminta maaf kepada Fee. Ia lalu mengerling ke arah Johann dan menjawab ketus. "Kau membuat istriku kaget."     

"Uhmm.. tidak apa-apa. Biar aku yang membersihkan. Tadi itu aku hanya kaget..." Fee buru-buru mengambil sapu tangan Ren dan membersihkan tangannya yang basah oleh champagne. "Aku yang salah."     

Johann dan Mariel hanya saling pandang melihat kemesraan pasangan itu. Keduanya tersenyum penuh arti.     

Ahhh.. pasangan baru memang selalu seperti ini. Semuanya terasa indah dan berbunga-bunga. Mereka juga demikian saat baru pacaran. Kini, setelah sepuluh tahun bersama, mereka sudah terlalu biasa dengan satu sama lain dan malah senang saling menggoda dan mengganggu.     

"Maafkan aku, tadi itu aku hanya bercanda," kata Johann sambil tertawa kecil. "Berarti Fee tidak sedang hamil. Lalu kenapa mesti menikah buru-buru sekali?"     

"Karena aku laki-laki yang cerdas, Johann," jawab Ren setelah memastikan Fee baik-baik saja. Ia mengambil gelas baru dan menuangkan champagne lagi untuk Fee dan menyerahkan gelasnya kepada gadis itu.     

"Aku tahu kau genius. Tetapi apa hubungannya kecerdasan dengan menikah secepat ini?" tanya Johann tidak mengerti.     

"Maksudku.. hanya laki-laki bodoh yang akan melewatkan kesempatan untuk menikahi gadis tercantik di dunia yang bukan saja cantik, tetapi juga pandai dan membuatnya bahagia. Apa lagi yang kucari di dunia ini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.