The Alchemists: Cinta Abadi

Janji Ren



Janji Ren

0"Hmm.. aku sangat lega..." bisik Ren sambil menoleh ke arah Fee yang berbaring di pelukannya. "Aku belum pernah bersikap impulsif begini... dan ternyata aku menyukainya."     

"Impulsif bagaimana?" tanya Fee.     

"Hmm.. aku tidak berencana melamarmu secepat ini," Ren mengaku. "Tetapi rasanya itu adalah hal yang paling tepat untuk dilakukan. Dan aku senang karena kau bersedia menerimaku, walaupun kau memiliki keraguan dan keresahanmu sendiri..."     

Fee tersenyum bahagia mendengarnya. Tadi, ia memang masih ragu, tetapi sikap Ren yang begitu tegas membuatnya yakin dan kini ia merasa mantap untuk menikah dengan laki-laki yang baru dikenalnya selama 12 hari ini.     

Firasatnya mengatakan Ren adalah orang yang tepat untuknya dan mereka akan dapat hidup bahagia bersama. Kalau Ren bersedia melepaskan takhta kerajaan Moravia demi bersamanya, maka Fee pun akan melakukan apa pun untuk bersama dengan pria ini.     

Lagipula, Fee sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Kalau ia menikah dengan Ren, maka ia akan memiliki keluarga baru.     

Dan ah.. mungkin, suatu hari nanti mereka juga akan memiliki anak bersama. Nanti Ren dan dirinya tidak akan kesepian lagi, dan bisa memiliki keluarga mereka sendiri.     

"Aku senang kau tadi bertindak impulsif," kata Fee sambil tersipu-sipu. "Aku mau ikut denganmu kemana pun."     

"Benarkah?" Ren menatap Fee dengan pandangan sungguh-sungguh. "Kalau begitu.. setelah acara konferensi nanti selesai, aku mau mengajakmu ke Monaco. Aku punya teman di sana."     

"Mau apa kita ke Monaco?" tanya Fee penuh rasa ingin tahu.     

"Kita tidak bisa menikah di sini karena semua kantor catatan sipil mengetahui siapa aku. Kita harus menikah di luar negeri. Kuharap kau mau bersabar selama beberapa tahun dan menyembunyikan pernikahan kita sampai aku bisa melepaskan diri dari jabatan pewaris takhta," kata Ren dengan nada sangat serius. "Kalau kakek nenekku tahu aku mau menikah denganmu, mungkin mereka akan mempersulit hubungan kita."     

Fee mengerti maksud Ren. Tentu saja keluarga kerajaan tidak akan merestui hubungannya dengan Ren kalau mereka tahu Ren serius dengannya. Karena bagaimanapun mereka menganggap Ren sebagai calon raja. Ia tentu harus menikah dengan wanita yang setara di mata kebanyakan orang, yaitu wanita dari kalangan atas dan berpendidikan tinggi.     

"Aku mengerti..." kata Fee sambil tersenyum. "Aku akan mengikuti apa katamu."     

"Bagus. Aku sangat senang mendengarnya."     

Ren kembali mencium Fee dan mengeratkan pelukannya.     

***     

Setelah mereka makan siang bersama, Ren lalu pergi untuk menutup acara konferensi lingkungan hidup yang diselenggarakan WHO di Almstad selama tiga hari berturut-turut. Fee tinggal di rumah dan kembali melanjutkan membaca beberapa buku di perpustakaan.     

Namun demikian, gadis itu ternyata sama sekali tidak dapat berkonsetrasi dengan bacaannya. Di kepalanya kembali terbayang-bayang adegan tadi pagi saat Ren memintanya menikah dengannya dan kemudian memberikan cincin ibunya kepada Fee.     

Gadis itu tak henti-hentinya memperhatikan cincin mungil yang ada di jari manisnya. Ia tersenyum lebar saat membayangkan sebentar lagi ia dan Ren akan menikah.     

"Ahh.. ini persis seperti ayah dan ibu. Mereka juga menikah cepat dan sangat berbahagia. Mereka sangat saling mencintai..." gumam Fee.     

Ia berusaha mengingat-ingat lebih banyak tentang orang tuanya, tetapi sayangnya ia tidak dapat membayangkan wajah mereka di kepalanya.     

Fee telah melihat banyak foto ayah dan ibunya bersama, tetapi entah kenapa, ia tidak merasakan kedekatan batin dengan mereka.     

Apakah kami dulu tidak dekat? pikir Fee keheranan.     

Gadis itu akhirnya hanya dapat menghela napas panjang. Mungkin ia memang ditakdirkan bernasib buruk. Ia tidak memiliki keluarga lagi, dan ia bahkan tidak dapat mengingat kenangan bersama orang tuanya.     

Mungkin lebih baik begini... demikianlah ia menghibur diri sendiri. Kalau ia tidak dekat dan tidak merindukan orang tuanya, maka ia tidak akan mengalami kesedihan karena merasa kehilangan mereka.     

Ia menerima SMS dari Ren saat matahari terbenam. Pria itu baru selesai menutup konferensi dan akan segera pulang.     

Fee tersenyum lebar saat membaca SMS dari Ren. Ia tidak sabar ingin bertemu pria itu. Entah kenapa, sejak mereka tidur bersama, Fee merasakan kedekatan yang begitu mendalam kepada Ren.     

Dan setiap kali pria itu tidak ada di dekatnya, Fee merasa ada sesuatu yang hilang. Ia tidak tahu mengapa ia selalu sangat merindukan kehadiran Ren di sampingnya.     

Fee sendiri tidak mengerti mengapa ia dapat merasakan perasaan yang demikian intens seperti sekarang.     

Ia belum pernah merasakan hal seperti ini kepada siapa pun.     

Fee tidak merindukan orang tuanya maupun neneknya yang baru meninggal, tetapi ia sangat merindukan Ren.     

Siang ini, mereka baru berpisah beberapa jam, tetapi rasanya seolah sudah begitu lama!     

***     

Ren tiba sebelum jam makan malam. Dengan gembira Fee segera berlari menyambutnya ke pintu ketika Linda memberitahunya bahwa Ren sudah pulang.     

"Heiii... bagaimana konferensinya? Bagaimana kabarmu seharian?" tanya Fee dengan antusias ketika ia menyambut kepulangan Ren di depan pintu.     

Pemuda itu tertegun keheranan melihat sikap Fee yang demikian bersemangat menyambutnya. Sebelumnya, ia tidak pernah mengalami ada yang demikian bahagia melihat ia pulang. Di rumah ini hanya ada beberapa pelayan dan mereka semua terlalu menjaga jarak darinya.     

Ternyata... rasanya menyenangkan sekali saat ada orang yang menantikan kepulangan kita, pikir Ren dalam hati.     

Ia mengembangkan tangannya dan merangkul Fee yang datang menghampirinya. Ia mencium kening gadis itu dan menjawab dengan nada suara gembira. "Konferensinya sukses. Aku baik-baik saja. Tadi kau sibuk apa?"     

Fee membahas beberapa buku yang tadi dibacanya sambil berjalan bergandengan dengan Ren ke ruang makan.     

"Aku tadi hanya ingin memastikan apakah aku menguasai bahasa lain, selain lima bahasa yang kukuasai kemarin, jadi aku meneliti semua buku yang ada di perpustakaanmu dan mencari tahu apakah ada buku dari bahasa lain yang kukenali," jawab Fee.     

"Lalu? Apakah kau menguasai bahasa asing lainnya?" tanya Ren dengan penuh minat.     

Fee menggeleng. "Tidak. Hanya lima bahasa itu saja."     

Ren mengacak rambut Fee sambil tertawa. "Menguasai lima bahasa saja sudah termasuk hebat. Kau tidak boleh merasa rendah diri."     

"Hmm... tapi kau menguasai 10 bahasa," kata Fee lagi.     

"Ahh... kita tidak bisa disamakan. Aku sudah belajar berbagai macam bahasa selama lebih dari 20 tahun dan aku adalah seorang genius."     

Fee mengakui Ren benar. "Kau benar, seharusnya aku bersyukur telah menguasai lima bahasa. Ahh.. aku sangat ingin mengingat di mana dan bagaimana aku dapat belajar semua bahasa itu. Aku rasa aku tidak mempelajarinya di sekolah."     

"Nanti aku akan membantumu untuk mencari informasi lebih banyak tentang orang tuamu," kata Ren. "Sepulang dari Monaco, aku akan membawamu ke Italia dan Rumania. Siapa tahu di sana kita akan menemukan petunjuk tentang masa kecilmu bersama orang tuamu di sana."     

Sepasang mata Fee tampak berbinar-binar mendengarnya. Ia lalu memeluk Ren dan berseru gembira, "Aku akan senang sekali!"     

"Hmm... jangan berterima kasih dulu. Kita belum tentu menemukan petunjuk apa pun," kata Ren dengan tegas. "Tetapi aku berjanji akan berusaha yang terbaik."     

Fee hanya mengangguk bahagia. Ia tidak sabar menjalani kehidupannya bersama Ren, dan kemudian menelusuri tempat-tempat dari masa lalunya, agar ia dapat memperoleh sedikit kenangan dari masa kecilnya dulu bersama kedua orang tuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.