The Alchemists: Cinta Abadi

Di Almstad



Di Almstad

3Fee tidak terlalu ingat apa yang terjadi kemudian. Ia merasa sangat terpukul dan tidak henti-hentinya menangis. Ia tidak ingat akan orang tuanya karena kecelakaan yang menimpanya saat itu dan tidak terlalu merasa kehilangan. Tetapi neneknya adalah satu-satunya keluarga yang dimilikinya setelah kakeknya meninggal.     

Sekarang Fee benar-benar sebatang kara. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ia tidak mempunyai siapa-siapa lagi.     

Untunglah saat itu ada Ren di sisinya. Pria itusegera mengambil alih situasi ketika melihat Fee tampak begitu terpukul. Satu jam kemudian beberapa orang pria berpakaian resmi tiba dengan mobil mewah berwarna hitam dan segera mengurus pemakaman nenek Lynn-Miller.     

Selama dua hari itu Fee benar-benar seperti orang linglung. Ia tidak mau makan dan tidak mau bicara kepada siapa pun. Ia tak henti-hentinya menangis. Ren terpaksa menunda kepulangannya ke ibukota Almstad dan menemani Fee di rumah neneknya. Pria itu tidak banyak bicara dan membiarkan Fee sendiri, tetapi setiap beberapa jam ia akan menyodorkan makanan atau minuman agar gadis itu tidak kelaparan.     

"Tuan, Anda sudah dua hari ada di sini. Apa yang Tuan ingin lakukan sekarang?" tanya asisten Ren yang sore itu datang membawakan makanan untuk mereka. "Tuan ada konferensi besok di ibukota. Anda tidak bisa membatalkannya."     

Ren mengangguk. Ia sangat ingat dengan semua jadwalnya dan tahu bahwa ia memang harus segera pulang. Di satu sisi, ia ingin sekali membawa Fee bersamanya, tetapi di sisi lain, ia tidak mau memaksa gadis yang sedang berduka itu untuk mengambil keputusan.     

"Alex, kau bawa obat tidurku?" tanya pria itu tiba-tiba.     

"Aku selalu membawanya, Tuan," kata sang asisten sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Ren mengambil kotak obat itu dan mengeluarkan sebutir kapsul dari dalamnya.     

"Aku akan membawanya bersamaku. Aku tak bisa meninggalkannya sendirian, tetapi aku juga tidak bisa menanyakan pendapatnya dalam kondisi seperti ini," kata Ren tegas.     

Ia mengambil segelas jus, membelah kapsulnya lalu menuangkan isinya ke dalam jus. Setelah mengaduk jus dengan sendok ia lalu berjalan ke kamar dan menemui Fee yang masih duduk merenung sambil menangis diam-diam.     

"Fee.. kau bisa sakit kalau tidak makan dan minum." Ia berjalan mendekati gadis itu dan menyodorkan gelas jus yang ada di tangannya. "Nenekmu akan sedih kalau kau sakit."     

Fee masih merasa terpukul dan sedih. Ia tidak dapat berpikir jernih, namun secara naluri ia berusaha untuk tidak merepotkan orang lain. Karena itu, ketika Ren datang menyuruhnya makan atau minum, gadis itu selalu menurut.     

Dengan mata bengkak, gadis itu menerima gelas dari Ren dan meneguk isinya pelan-pelan.     

"Habiskan, ya. Jangan disisakan," kata Ren saat melihat Fee hendak menaruh gelas minumannya tanpa menghabiskan jus tersebut. Gadis itu mengangguk lemah dan kembali meminum jusnya.     

Setelah gelas itu kosong, Ren mengambilnya dari tangan Fee dan menaruhnya di meja. Ia kemudian duduk di pinggir tempat tidur, di samping gadis itu dan merangkul bahunya. Dengan lembut ia menarik kepala Fee agar bersandar di bahunya.     

"Kalau kau capek menangis, beristirahatlah. Aku akan menungguimu di sini."     

Suaranya yang khas terdengar tegas namun lembut pada saat yang sama, membuat Fee tak kuasa untuk patuh. Gadis itu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya ke bahu Ren. Mereka duduk seperti itu selama sepuluh menit tanpa bicara.     

Tidak lama kemudian Ren menoleh ke samping dan menemukan Fee telah tertidur pulas di bahunya. Pemuda itu mendesah lega dan dengan hati-hati bangkit berdiri sambil menahan tubuh Fee. Ia lalu mengangkat gadis itu dengan kedua tangannya dan berjalan keluar kamar.     

"Alex, siapkan mobil. Kita pulang sekarang," katanya tegas.     

Alex bangkit berdiri dengan sigap dan memerintahkan para anak buahnya untuk mempersiapkan keberangkatan mereka pulang ke ibukota. Sudah dua hari Ren menunda kepulangannya dan Alex sempat merasa cemas. Tetapi kini ia menjadi lega.     

Lima belas menit kemudian rombongan pangeran kerajaan Moravia telah melaju di jalan raya menuju ibukota. Rumah kecil di pinggir danau itu menjadi kosong dan begitu sepi.     

***     

Fee terbangun ketika matahari telah tinggi. Ia dibangunkan oleh bunyi burung-burung dari luar yang sepertinya bertengger di cabang pohon di dekat jendela kamarnya. Gadis itu membuka matanya pelan-pelan dan memerlukan waktu beberapa menit untuk menyadari bahwa ia tidak lagi berada di rumahnya di pinggir danau Salzsee.     

Saat kesadarannya kembali, ia segera bangun dari tidurnya dan duduk dengan ekspresi terkejut.     

"Di mana aku?" gumam gadis itu keheranan.     

Ia mengerutkan keningnya dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Pikirannya kembali pada momen saat ia menemukan neneknya meninggal dan Ren membantunya mengurusi pemakaman. Ia hanya dapat mengingat samar-samar bahwa mereka mengubur nenek di pemakaman desa di belakang gereja.     

Ia mengingat bahwa ia menangis terus selama dua hari berturut-turut dan Ren memutuskan untuk menemaninya di rumah, hingga membatalkan kepulangannya. Ah.. Fee merasa sangat berutang budi kepada pria itu.     

Ia turun dari tempat tidur dan berusaha memeriksa seisi kamar untuk mencari tahu ia berada di mana. Kamar tempatnya berada sangatlah indah. Ukurannya sangat besar dan diisi dengan perabotan yang serba mewah.     

Ia takjub melihat tempat tidur antik yang bersaput ukiran emas dan perlengkapannya yang terlihat sangat indah dan berbahan sutra. Permadani yang dipijak kakinya terasa begitu lembut dan tebal. Fee belum pernah melihat kamar seindah ini, tidak juga di majalah.     

TOK TOK     

Belum habis ia mengagumi kamarnya, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Dengan canggung, Fee segera menuju ke pintu dan mempersilakan orang tersebut masuk.     

"Silakan masuk," katanya sambil membuka pintu. Seorang wanita separuh baya dengan seragam pelayan yang sangat rapi dan elegan tampak berdiri di depannya sambil tersenyum ramah.     

"Selamat pagi, Nona besar. Namaku Linda. Tuan memintaku untuk mengurusi Nona selama beliau pergi. Aku mau memberi tahu Anda bahwa sarapan sudah siap," kata pelayan itu dengan sopan. "Apakah Nona mau makan sekarang?"     

Fee tertegun mendengarnya. "Tuan? Tuan siapa?"     

Apakah Ren yang membawanya ke sini? Apakah ini rumah Ren? Fee bertanya-tanya dalam hati.     

"Tuan Renald membawa Nona kemari. Katanya Anda adalah kekasihnya dan kami harus memperlakukan Nona dengan baik karena Nona sedang sakit," jawab Linda dengan manis.     

Kekasih?     

Seketika wajah Fee memerah. Ia tidak mengira Ren akan memperkenalkan Fee sebagai kekasihnya kepada pengurus rumah tangganya.     

Gadis itu akhirnya mengangguk rikuh. Ia tidak keberatan mendapatkan status sebagai kekasih Ren secepat ini. Karena.. ia juga sangat menyukai pria itu.     

"Apakah ini rumah Ren?" tanya Fee kemudian. "Di mana ini?"     

"Benar. Ini rumah pribadi Tuan di Almstad. Tuan pergi pagi-pagi sekali karena ia harus menghadiri konferensi. Beliau akan kembali nanti malam," jawab Linda lagi. "Apakah Nona mau sarapan sekarang atau mandi dulu?"     

"Uhm.. aku mau mandi dulu," jawab Fee ragu-ragu. Ia sudah terbiasa untuk mandi sebelum melakukan aktivitas apa pun di pagi hari, tetapi ia tidak tahu apakah Ren membawa pakaiannya kemari.     

"Baiklah. Mari saya tunjukkan kamar mandinya." Linda masuk ke dalam kamar dan memberi tanda agar Fee mengikutinya. Wanita itu kemudian membuka pintu ke sebuah ruangan dan menunjukkan isinya kepada Fee. "Ini adalah lemari tempat pakaian Nona. Silakan memilih pakaian Anda dari situ. Tuan meminta saya untuk membelikan beberapa perlengkapan untuk Anda kemarin."     

Fee tercengang melihat isi walk-in closet itu. Di dalamnya ada begitu banyak pakaian yang sangat indah, ditata dengan berbagai warna dan model yang menarik. Lalu ada juga sepatu, aksesori dan berbagai perlengkapan lainnya. Di sebuah laci yang cantik ia juga menemukan beberapa lusin perangkat pakaian dalam yang terlihat sangat mahal.     

"I.. ini semua untukku?" tanyanya dengan suara tidak percaya. Linda mengangguk. "Bagaimana bisa ia menyiapkan semua ini? Sudah berapa lama aku tertidur?"     

"Uhm.. Nona tidur lama sekali.. Tuan membawa Nona kemari dua hari yang lalu dan sepanjang itu pula Anda tidur. Tuan bilang Nona sedang sakit. Kami menyiapkan semua perlengkapan untuk Anda kemarin seharian."     

Fee menekap bibirnya dengan perasaan sangat terkejut. Ia tidak mengira ia tidur dua hari. Lama sekali...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.