The Alchemists: Cinta Abadi

Tangisan Anak Kecil



Tangisan Anak Kecil

0Dengan gembira mereka menyambut kedatangan Marion dan JM. Nicolae yang pernah beberapa kali bertemu dengan Marion segera mengobrol akrab dengannya, sementara anak-anak mereka dengan gembira membahas tentang hari mereka.     

"Sebentar, aku akan memanggil chef untuk memasak makan malam di sini, sambil kita mengobrol," kata Nicolae sambil membuka sebotol wine dan menyerahkan gelas kepada Marion.     

Ketiga anak remaja mereka membuat teh untuk diri mereka sendiri dan mengemil irisan buah sambil menunggu makan malam disiapkan.     

Nicolae menelepon operator dan meminta agar pihak hotel mengirim chef dan asistennya untuk menyiapkan makan malam istimewa mereka. Kemudian ia duduk di sofa dan kembali mengobrol dengan Marion.     

"Wahh.. rupanya Paris sekarang ramai sekali," kata Marion dengan ceria sambil mendentingkan gelasnya ke gelas Nicolae. "Tadi malam aku juga bertemu Mischa."     

"Oh, ya? Sedang apa dia di sini?" tanya Nicolae keheranan. Ia sudah mendengar tentang anak angkat saudaranya itu, tetapi belum pernah bertemu langsung. Mischa sangat sibuk dan jarang datang ke acara klan.     

Enam tahun lalu di acara ulang tahun Aleksis di Targu Mures, mereka hampir bertemu tetapi Mischa telah pergi sebelum Nicolae dan si kembar tiba dari Singapura, karena saat itu kekasihnya harus dirawat di rumah sakit.      

Marion menceritakan secara singkat tentang apa yang terjadi kepada Mischa tanpa melanggar privasi pria itu. Sedikit banyak Nicolae dapat menduga apa yang terjadi dan hanya bisa bersimpati.     

"Rasanya hampir semua dari kita pernah mengalami hal semacam itu. Tidak mudah hidup sebagai orang-orang abadi di tengah para manusia biasa," kata Nicolae pelan. "Akhirnya aku, dan kurasa Alaric juga begitu, memilih untuk hidup sendiri, hingga akhirnya kami bertemu dengan sesama kaum abadi. Mungkin ia perlu meluaskan cakrawalanya dan bertemu gadis alchemist di acara klan. Siapa tahu, kan? Ia tidak perlu kuatir harus menjelaskan tentang semuanya ataupun memikirkan orang yang tidak dapat menerima masa lalunya."     

Vega dan Altair yang tertarik mendengar pembicaraan serius Nicolae dan Marion segera mendekat mereka dan duduk di sebelah masing-masing.     

"Bibi membicarakan siapa?" tanya Vega dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.     

"Kenalan kami," kata Marion singkat. Saat itu juga terdengar  bunyi ketukan di pintu. Ia lalu mengangkat tangannya dan memberi tanda kepada Vega untuk membuka pintu, "Sayang, tolong bukakan pintunya. Chef sudah datang untuk memasak."     

Vega menurut dan mempersilakan seorang chef dan dua asistennya masuk dan menunjukkan dapur kepada mereka. Untuk sesaat, tiga orang yang baru masuk itu tampak tertegun melihat lima orang muda yang demikian rupawan di dalam penthouse.     

Dalam hati mereka bertanya-tanya, siapa gerangan orang-orang ini. Tidak ada yang berani bicara dan bersikap ingin tahu, karenanya mereka hanya memfokuskan perhatian mereka pada hidangan yang harus mereka siapkan.     

"Apakah kalian membicarakan laki-laki misterius yang kemarin?" tanya Vega keheranan. "Benar, kan? Kenapa kalian semua mengenalnya?"     

"Uhm... kalian belum pernah bertemu dengan Mischa? Pantas saja kau tidak mengenalnya," kata Nicolae. "Itu Mischa Rhionen. Kalian mungkin pernah mendengar namanya."     

"Oh..." Altair dan Vega segera bertukar pandang. "Ia adalah anak angkat ayah."     

"Benar." Nicolae mengangguk. "Lain kali kalau kalian bertemu dengannya, kalian bisa menyapanya. Tetapi tidak usah mengganggunya. Ia sedang mengalami banyak masalah."     

Keduanya mengangguk paham. Pembicaraan beralih pada pengalaman si kembar selama di Paris bersama teman-teman mereka. Marion hanya tertawa saat mendengar Altair dan Vega harus pura-pura mengambil banyak foto selama mereka mengunjungi Menara Eiffel dan Museum Louvre agar teman-temannya tidak curiga. Mereka lalu menghubungi keluarga masing-masing lewat Virconnect untuk mengabarkan kebersamaan mereka.     

Alaric dan Aleksis sangat senang melihat bahwa kedua anak mereka baik-baik saja di Paris dan bahkan menghabiskan waktu bersama Marion dan Nicolae. Mereka juga menerima laporan dari para pengawal setiap hari bahwa segalanya berlangsung aman dan nyaman. Namun, mengetahui bahwa ada Marion dan Nicolae di sana, mereka menjadi lebih tenang.     

Jean dan Jean-Henri yang tinggal di Swiss juga ikut berbincang-bincang sebentar sebelum kemudian chef memberi tahu bahwa makan malam sudah siap.     

"Kami makan malam dulu. Senang mengobrol dengan kalian," kata Nicolae sambil melambai. Jean mengangguk dan tersenyum, lalu mematikan hubungan.     

"Ayo kita makan," Marion menepuk bahu ketiga remaja itu dan bergegas ke ruang makan.     

Lokasi Hotel Nobel yang istimewa membuatnya memperoleh pemandangan ke arah Menara Eiffel yang cukup luas. Ruang makan besar yang ada di penthouse memiliki pintu dan jendela kaca dari lantai ke langit-langit yang dapat dibuka ke arah balkon besar.     

Makan malam dengan pemandangan matahari yang mulai terbenam dan Menara Eiffel di latar belakang sungguh terasa indah. Untuk sesaat kelima orang itu berdiri menatap senja dan mengagumi langit sebelum kemudian duduk di kursi dan bersiap menghadapi meja makan.     

Acara makan malamnya berlangsung sangat menyenangkan. Setelah mereka selesai, Marion dan JM permisi untuk kembali ke suite mereka sementara Nicolae memutuskan untuk mengantar Altair dan Vega kembali ke hotel kecil mereka.     

"Kita bisa berjalan kaki," kata Vega sambil menggandeng tangan Nicolae dengan penuh semangat. "Tempatnya tidak jauh dari sini."     

Nicolae hanya mengiyakan. Ia juga merasa perlu jalan-jalan di luar saat cuaca demikian cerah. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan lampu-lampu kota sudah menyala walaupun matahari masih tampak menerangi dengan semburatnya yang berwarna kemerahan.     

Ketiganya berjalan santai sambil mengobrol hingga tiba di Hotel Amarylis. Nicolae ikut naik ke atas dan melihat kamar si kembar. Ia hanya mengangguk-angguk melihat betapa kecil dan sederhananya kamar  itu. Dalam hati ia merasa bangga karena kedua anaknya sama sekali tidak manja dan dengan senang hati menginap di kamar seperti ini.     

"Kalian anak baik," katanya sambil mengusap kepala keduanya lalu minta diri untuk kembali ke Hotel Nobel. "Selamat bersenang-senang. Besok kabari Papa tentang jadwal kalian ya."     

"Tentu saja, Papa. Hati-hati di jalan," kata Vega.     

Nicolae memutuskan untuk berjalan-jalan dulu sebelum kembali ke Penthouse. Ia sudah lama tidak ke Paris dan entah kenapa kali ini ia tergerak untuk berjalan di sepanjang Sungai Seine. Menurutnya, senja adalah saat paling indah dalam setiap hari, dan Nicolae lebih senang menghabiskannya di luar sambil menikmati pemandangan alam, daripada terkurung di dalam ruangan.     

Dengan kedua tangan di saku dan hati yang dipenuhi nostalgia, Nicolae berjalan santai di sepanjang Sungai Seine, melewati Pont Neuf, lalu Pont Alexander yang merupakan jembatan sungai terindah di Paris. Banyak turis yang lalu lalang di sekitarnya juga mengagumi keindahan yang sama.     

Saat matahari pelan-pelan menghilang dan kemudian turun sempurna ke barat, meninggalkan sisa warna merah dan ungu di langit, ia berhenti sejenak dan mengamati langit. Rasanya senja kali ini lebih indah dari biasanya.     

"Mamaa..."     

Ketika ia memutuskan untuk kembali ke Hotel Nobel, tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara jeritan seseorang. Nicolae mengerutkan kening dan berusaha mendengarkan lebih jelas, tetapi suara itu tidak terdengar lagi.     

Seandainya itu adalah jeritan orang dewasa, Nicolae mungkin akan menganggapnya angin lalu. Mungkin ada seorang turis yang menjatuhkan sesuatu, tersandung, atau sedang bercanda dengan temannya. Tetapi karena jeritan itu jelas baginya terdengar seperti tangis anak kecil yang memanggil ibunya, Nicolae tidak dapat membiarkannya begitu saja.     

Ia segera memutar tubuhnya dan berusaha mengira-ngira asal suara tadi. Pandangannya segera tertumbuk pada beberapa kapal kecil yang bersandar di tepian sungai. Apakah suara itu berasal dari salah satu kapal ini?     

Tidak ada salahnya jika ia memastikan, kan? Dengan lincah Nicolae melompat dari jembatan ke pinggir sungai di bawahnya dan segera berjalan cepat menyusuri jalan kecil di sepanjang sungai. Ia harus memastikan bahwa tidak ada anak kecil di sini yang sedang dalam bahaya.     

PLAK!     

Hatinya mencelos saat mendengar suara tamparan diikuti dengan tangis seorang anak dari salah satu kapal di depannya. Ia tak dapat membayangkan ada seorang anak yang sedang dipukul di dekatnya... Hal ini membuatnya sangat kuatir sekaligus marah.     

Benar dugaannya. Suara tadi berasal dari sini. Dengan dada mulai diliputi kemarahan ia mempercepat langkahnya setengah berlari menuju ke arah kapal itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.