The Alchemists: Cinta Abadi

Lelaki Misterius



Lelaki Misterius

0Vega hampir tidak berkedip melihat pria itu di sepanjang perjalanan mereka naik ke atas. Pria itu sama sekali tidak tampak terganggu karena seorang anak SMA melihatnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.     

"Oom tidak bekerja di sini," kata Vega tiba-tiba. Ia akhirnya mengambil kesimpulan bahwa pria itu memang bukan staf hotel dari tingkah lakunya dan penampilannya. Tetapi ia penasaran mengapa orang ini memiliki kartu akses yang dapat membuka semua lantai. "Tapi kenapa Oom bisa membuka semua lantai?"     

Akhirnya pria itu menoleh ke arah Vega dan memiringkan kepalanya sedikit. "Karena aku punya kunci ajaib."     

DING!     

Ketika Vega membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tiba-tiba lift berhenti dan pintunya membuka. Dengan dagunya, pria itu menunjuk ke arah pintu, memberi tanda kepada Vega untuk keluar.     

Gadis itu akhirnya melangkah keluar dengan kening berkerut.     

"Kunci ajaib?" Ia bertanya, tetapi pintu lift telah bergerak menutup. Ia masih sempat melihat pria itu melambai kecil ke arahnya sebelum lift benar-benar tertutup dan naik ke atas. Untuk sesaat Vega berdiri tertegun di depan lift dengan ekspresi keheranan.     

Ia memutuskan untuk menghubungi Paman London nanti untuk memberitahunya bahwa ada orang misterius yang berkeliaran di hotelnya dengan akses ke berbagai lantai. Kalau orang itu bermaksud jahat, bisa saja Hotel Nobel akan mengalami kerugian.     

Vega lalu berjalan mencari pintu bernomor 2525 dan mengetuknya beberapa kali agar JM membukakan pintu untuknya.     

Tidak lama kemudian JM tampak di muka pintu dengan wajah yang sudah lepas dari riasan dan terlihat segar sekali.     

"Hei.. kenapa tidak pakai kunci yang tadi kuberikan?" tanya JM keheranan.     

Vega masuk dan mendudukkan pantatnya di sofa. Suite itu luas sekali dengan dua buah kamar tidur, ruang tamu, kitchenette dan balkon yang luas. Ia menjawab dengan suara menyesal. "Kuncinya ketinggalan di lounge. Nanti akan kuambilkan sekalian pulang."     

"Oh... tidak masalah kalau begitu." JM menutup pintu dan segera mengambil telepon dan menghubungi resepsionis. "Bonjour. Tolong ambilkan kunci kamar saya, tadi terjatuh di lounge dekat lobby. Terima kasih."     

"Maaf merepotkan," kata Vega. Ia melirik saudaranya yang sedang duduk manis di ujung sofa. "Aku tadi bertemu orang misterius."     

"Misterius bagaimana?" tanya Altair tertarik.     

"Dia bukan staf hotel ini, tetapi punya kunci yang bisa membuka semua lantai," jawab Vega.     

"Kau tahu dari mana kalau dia bukan staf hotel?" tanya Altair lagi.     

"Aku tahu saja. Selain dia tidak memakai seragam, penampilannya terlalu keren untuk menjadi karyawan." Untuk sesaat Vega tersenyum lebar. Pandangannya menerawang dan berusaha mengingat-ingat kembali penampilan lelaki tadi. "Pokoknya keren."     

JM dan Altair saling pandang keheranan. Mereka sangat mengenal Vega dan tidak biasanya gadis itu bersikap seperti ini.     

"Kau seperti orang yang sedang jatuh cinta," cetus JM sambil tertawa. "Sekeren apa sih orangnya?"     

Altair mendeham dan mengingatkan, "Ingat kata ayah, tidak boleh jatuh cinta sebelum berumur seratus tahun."     

Ketiganya saling pandang mendengar kata-kata Altair, dan sesaat  kemudian tertawa berderai-derai. Mereka sangat mengenal para pria di keluarga mereka yang sangat over protektif terhadap anak-anak mereka.     

"Hush... aku hanya mengagumi keindahan ciptaan Tuhan," kata Vega dengan ringan. "Aku akan memberi tahu Paman London tentang orang itu agar mereka bisa mengawasinya. Kalau dia orang jahat dan memanfaatkan aksesnya, bagaimana?"     

"Coba kau telepon saja," Altair mengangguk.     

Vega mengeluarkan ponselnya dan menelepon London Schneider, pamannya yang sekarang bermukim di Berlin. Saat itu Paman London yang mengurusi semua usaha Schneider Group di Eropa dan Asia, sementara Paman Terry mengurusi bagian Amerika, Australia, Afrika dan selebihnya.     

"Hei, ada apa keponakanku yang paling cantik?" tanya London begitu ia mengangkat telepon dari Vega. Pria itu sedang bersantai di ruang keluarga bersama anaknya Lily yang sedang belajar bermain piano dari ibunya, seorang penyanyi sangat terkenal, L.     

London selalu menyapa Vega sebagai keponakannya yang paling cantik karena memang semua keponakannya lelaki kecuali gadis itu.     

"Paman... aku sedang berada di Hotel Nobel bertemu JM. Tadi di lift aku bertemu laki-laki mencurigakan yang bisa membuka kunci semua lantai... Menurutku dia bukan staf, dan penampilannya mencurigakan. Paman mungkin mau memeriksa CCTV dan mencari tahu siapa orang itu dan apa yang ia lakukan di sini," kata Vega. "Orangnya berambut ikal keemasan, tubuhnya tinggi dan ia sangat tampan. Sebentar... dia juga punya tato di badannya, kelihatan sedikit karena kancing kemejanya bagian atas dibuka. Aku tidak tahu tato apa. Hmm.. selain itu dia memakai.. apa ya, semacam kalung kulit dengan gantungan berbentuk bulat dan berbandul kecil-kecil."     

Altair dan JM saling pandang mendengar Vega menyebutkan deskripsi pria itu dengan cukup detail.      

"Hmm... begitu, ya?" tanya London. Ia tampak berusaha membayangkan orang yang dideskripsikan oleh Vega barusan dan sesaat kemudian terdengar suaranya tergelak kecil. "Oh... kurasa aku tahu siapa orangnya. Tidak apa-apa. Dia bukan orang jahat. Kau tidak usah kuatir. Terima kasih kau telah melaporkannya kepadaku."     

Vega mengerutkan keningnya keheranan. Ia sama sekali tidak mengira reaksi London akan seperti ini. "Jadi Paman kenal orangnya? Apakah ia memang staf di sini?"     

"Bukan. Dia bukan staf, tetapi kenalanku. Tidak apa-apa. Lain kali kalau kau bertemu dengannya, kau tidak usah takut."     

"Aku tidak takut," kata Vega.     

"Iya, kau bisa menyapanya dan menyampaikan bahwa Paman London titip salam. Kalian baik-baik saja di sana? Ada yang bisa Paman bantu dari sini?"     

"Tidak. Terima kasih, Paman. Salam buat Bibi L dan Lily, ya..."     

"Mereka bilang peluk cium untukmu dan Altair serta Jean-Marie."     

"Terima kasih. Selamat malam."     

Setelah Vega menutup teleponnya, ia hanya bisa mengangkat bahu. "Sepertinya aku salah. Paman London mengenal laki-laki itu. Katanya dia bukan penjahat dan kita tidak usah kuatir."     

"Siapa yang bukan penjahat?" Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita di belakang Vega. Ketika gadis itu menoleh ia melihat Marion, ibu JM baru keluar dari salah satu kamar tidur yang ada di suite itu. "Heii... Vega dan Altair ada di sini, Maaf, ya, barusan Bibi menelepon Paman Jean untuk memeriksa keadaan Jean-Henri. Kalian sudah lama di sini? Dan siapa itu yang bukan penjahat?"     

Vega beranjak dan memeluk Marion lalu menggeleng-geleng. "Tadi itu aku salah duga. Tadi di lift aku bertemu laki-laki yang punya kunci ke semua lantai. Aku pikir dia penjahat, makanya aku menelepon Paman London. Tetapi sepertinya Pamanku mengenal orang itu. Katanya dia bukan penjahat."     

Marion mengerutkan keningnya mendengar penjelasan Vega. "Dia  punya kunci ke semua lantai? Menarik sekali."     

Ia sendiri mampu mendapatkan kunci master yang dapat membuka semua lantai dan semua pintu di sebuah gedung, kalau ia inginkan saat ia masih bekerja sebagai pencuri profesional. Seandainya tadi London tidak mengklarifikasi bahwa laki-laki yang ditemui Vega bukanlah orang jahat, tentu Marion sudah bergegas keluar dan memburunya.     

Hmm... siapa gerangan orang itu? Setahu Marion, hanya pencuri dan penyusup profesional yang biasanya memiliki akses semacam itu. Ia menjadi penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.