The Alchemists: Cinta Abadi

Menghubungi Mischa



Menghubungi Mischa

3"Fee... apakah kau mau ikut denganku dan melupakan semua yang telah terjadi?" tanya Ren dengan suara setengah berbisik. "Aku berjanji akan merawatmu dan anak-anak kita dengan baik. Aku tidak akan mengurusi Moravia dan apa pun lagi. Seluruh hidupku hanya untuk kalian."     

Fee benar-benar tersentuh saat melihat kesungguhan Ren. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak berurai lagi, dan kemudian mengangguk.     

Ren menarik napas lega. Ia membingkai wajah Fee dengan kedua tangannya dan kemudian mencium bibir Fee lagi.     

"Kau membuatku sangat bahagia..." bisiknya. Ia mendekap Fee ke dadanya lama sekali. Keduanya lalu bertangisan sambil berpelukan.     

Fee menangis haru karena ia mengira Ren akhirnya berubah, sementara Ren menangisi kematian kedua anaknya yang tak akan pernah dilahirkan ke dunia ini.     

"Kurasa cuaca di Eropa terlalu dingin untuk kita. Bagaimana kalau besok kita berangkat ke Asia?" tanya Ren sambil menatap Fee lekat-lekat. "Aku ingin membawamu tinggal di tempat yang indah dan cuacanya hangat."     

Fee memandang ke arah jendela kembali dan menatap salju yang sedang turun deras. Dalam hati ia membenarkan kata-kata Ren. Moravia bulan ini memang terlalu dingin dan kelam. Ia pun ingin pergi meninggalkan tempat ini untuk sementara dan melupakan insiden yang terjadi minggu lalu.     

Ia mengangguk dan tersenyum sedikit. "Aku suka itu."     

"Baiklah.. aku akan menyiapkan semuanya. Kita besok akan berangkat." Ren mencium Fee lagi, kali ini lebih lama dan mengusap rambutnya.     

"Oh, ya... aku harus pamit kepada bosku.." kata Fee tiba-tiba setelah Ren melepaskan Fee dari ciumannya.     

Sebenarnya Ren sangat sebal mendengar nama Mischa, tetapi ia tidak menunjukkannya di wajahnya. Ia hanya bisa mengangguk.     

"Aku akan meneleponnya dan kau bisa bicara langsung kepadanya," kata Ren. "Tetapi sebaiknya aku membasuh tubuhmu dulu dan mengganti pakaianmu agar kau terlihat lebih segar."     

Fee mengangguk. "Terima kasih."     

Ren pergi mengambil handuk basah yang tadi direndam dengan air hangat dan seperangkat pakaian bersih untuk Fee. Dengan telaten ia membantu Fee melepaskan pakaiannya, lalu membasuh tubuh istrinya dengan handuk hangat.     

Fee merasa sangat terharu atas perhatian-perhatian yang ditunjukkan Ren kepadanya selama ia sakit. Pria itu memperlakukannya seperti seorang putri dan selalu sedia mengurusinya. Setelah seminggu merawat Fee, ia telah menjadi begitu ahli. Dengan hati-hati ia melewatkan plester yang masih menempel di perut Fee, lalu membersihkan bagian dada, perut, pinggul, paha, kaki, dan seluruh tubuhnya.     

Setelah mengeringkan tubuh Fee dengan handuk lembut kering, ia lalu membantu Fee mengenakan pakaiannya. Setelah selesai, ia menyisir rambut Fee yang terurai hingga ke pinggangnya.     

Ia memperhatikan rambut Fee kini berwarna semakin cerah. Sekarang rambutnya sudah berwarna cokelat terang, hampir seperti pirang. Fee juga memperhatikan hal yang sama. Ia menyentuh rambutnya dan mengerutkan kening.     

"Rambutku setahun terakhir ini mulai berubah warna semakin terang..." kata Fee sambil menatap Ren. "Apakah kau pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya?"     

Ren mengangguk. "Warna rambut bisa berubah, tetapi ini tidak umum terjadi. Kenapa? Kau tidak suka dengan warna rambutmu sekarang?"     

Fee menggeleng pelan. "Bukan begitu. Aku suka. Hanya saja ini membuatku bingung."     

"Kau akan terbiasa," kata Ren. "Bukankah kau mengatakan kepada Linda bahwa warna rambutmu mulai berubah karena kau tidak lagi menggunakan shampoo yang biasa kau pakai di desa?"     

"Benar. Menurutmu itu ada hubungannya?"     

"Bisa jadi," kata Ren. "Kalau kau mau, aku dapat mencarikan shampoo yang sama seperti yang dulu biasa kau pakai. Aku tak mau kau merasa tidak nyaman dengan tubuhmu..."     

"Tidak usah. Aku baik-baik saja. Aku hanya heran," kata Fee. Ia menyentuh tangan Ren yang sedang menyisir rambutnya. "Sudah cukup, terima kasih."     

"Kau yakin? Aku hendak menata rambutmu menjadi sanggul yang praktis seperti yang biasa kau buat," kata Ren menawarkan.     

Ia tidak ingin rambut Vega yang berwarna semakin terang terlihat jelas saat diurai ketika ia bicara dengan Mischa nanti. Karena itulah ia menawarkan untuk menyanggulkan rambut Fee.      

Tetapi Fee menolak dengan halus. "Tidak usah. Aku tak mau merepotkanmu lebih jauh. Terima kasih."     

"Hmm.. baiklah," kata Ren. Ia lalu mengeluarkan ponselnya. "Kau mau bicara dengan Mischa sekarang?"     

"Iya," jawab Fee.     

"Baiklah."      

Ren memutar nomor telepon Mischa dan menghubunginya lewat panggilan video. Karl sudah berjanji kepada Mischa untuk memberi kabar tentang keadaan Fee dan ia akan memenuhi janji itu.     

Kalau Mischa melihat Fee baik-baik saja dan sudah kembali bersamanya, maka pria itu akan berhenti mengganggunya dan membiarkan Fee sendiri. Ren tidak perlu menguatirkan keberadaan Mischa lagi.     

Mischa yang sedang bicara di telepon dengan Livia mengernyitkan keheranan ketika melihat ada panggilan masuk dari nomor Ren.     

"Livia, ada telepon penting yang harus kuangkat. Nanti kutelepon lagi," katanya. Ia lalu memencet tombol terima panggilan.     

Ah, ternyata Ren meneleponnya dengan menggunakan video. Mischa bertanya-tanya ada apakah gerangan.     

"Bos?"      

Mischa tertegun melihat wajah Fee di layar ponselnya. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang sekali. Ia sungguh menguatirkan Fee dan sangat lega saat melihat gadis itu meneleponnya dan terlihat baik-baik saja.     

"Fee? Kau di mana?" tanyanya tanpa dapat menyembunyikan rasa gembira pada suaranya. "Kau baik-baik saja?"     

Ia melihat Fee berada di sebuah ruangan yang sangat mewah, dan dapat menduga itu pasti tempat kediaman Pangeran Renald.     

"Aku baik-baik saja, Tuan. Maafkan aku kalau sudah membuatmu kuatir..." kata Fee dengan ekspresi merasa bersalah. Ia tahu bosnya sangat baik kepadanya. "Aku jatuh sakit dan harus dirawat oleh dokter selama seminggu."     

Mischa dapat melihat Ren berjalan mendekati Fee dan duduk di sampingnya. Pria itu seolah sengaja mengusap kepala Fee dan mencium keningnya.     

"Aku berterima kasih atas kebaikan Tuan Rhionen selama ini, telah memberikan pekerjaan dan memperlakukan istriku dengan baik. Selama seminggu ini Fee sakit dan aku sudah merawatnya. Mulai sekarang aku akan memastikan ia akan selalu baik-baik saja," kata Ren sambil menatap Mischa dengan pandangan tajam.     

Mischa tertegun melihat kemesraan pasangan di layar ponselnya. Ren menggenggam tangan kiri Fee dan meremasnya lembut di depan Mischa.     

"Istri? Pangeran Renald bersungguh-sungguh dengan ucapan Anda?" tanya Mischa hendak memastikan. "Setahuku Pangeran Renald Hanenberg belum menikah dan akan ditunangkan dengan Lady Amelia Genevieve," sindir Mischa. Ia ingin Ren mengakui di depannya, sebagai pangeran putra mahkota Moravia, bahwa Fee memang istrinya.     

"Itu benar," kata Ren dengan dingin. "Aku pangeran Renald Hanenberg dari Moravia memang sudah menikah dengan Fee Lynn-Miller. Mengenai statusku di publik, kurasa itu bukan urusanmu."     

Fee dapat merasakan bahwa kedua pria ini bersitegang dan buru-buru mencoba meredakan situasi. Ia tersenyum dan melambai. "Sudahlah. Aku tahu kalian berdua mengkhawatirkanku. Sekarang aku baik-baik saja. Aku menelepon Tuan karena ingin memberi kabar saja. Besok suamiku dan aku akan pergi berlibur untuk menenangkan diri. Tuan tidak usah mencariku lagi."     

Mischa menatap Fee lama sekali, berusaha mencari tahu apakah Fee berada dalam keadaan terpaksa atau tidak. Akhirnya ia menghela napas. Ia dapat melihat bahwa ekspresi Fee sekarang tampak lebih cerah dan bahagia daripada sebelumnya.     

Mungkin Fee dan suaminya sudah berbaikan kembali dan sekarang mereka ingin menata hidup dari awal bersama-sama. Mischa tahu diri dan akhirnya mengangguk. Ia tidak mau dianggap mengganggu istri orang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.