The Alchemists: Cinta Abadi

Makan Malam Bersama Alaric



Makan Malam Bersama Alaric

0Sementara itu, Ren sudah keluar dari gedung kantornya dengan perasaan campur aduk. Alaric benar-benar tidak punya belas kasihan, pikirnya. Laki-laki itu sungguh seperti yang sudah disampaikan pamannya, Karl selama ini.     

Ia hanya peduli dan menyayangi keluarganya. Ia akan melindungi mereka dengan sekuat tenaga dan menghancurkan orang-orang yang sudah menyakiti keluarganya. Tanpa kenal ampun.     

Benar, seperti yang ia katakan tadi kepada Franka, keluarga Keller sedang sial karena memiliki anak sombong seperti dirinya yang membawa kehancuran pada keluarganya karena ia telah berani mengganggu anak perempuan Alaric Rhionen.     

"Silakan masuk, Tuan." John membukakan pintu untuknya dan menutup pintu setelah Ren masuk ke dalam mobil.     

"Kita ke mansion, John," kata Ren sambil memejamkan matanya.     

Ia telah sangat lama tidak pulang ke mansion pribadinya. Selama berpisah dari Vega ia merasa lebih nyaman tinggal di penthouse karena mansionnya dipenuhi begitu banyak kenangan tentang Vega. Rasanya setiap kali ia mengingat gadis itu, air mata Ren akan mengalir.     

Namun, hari ini.. kerinduannya pada istrinya sudah tidak dapat ditahan lagi, sehingga ia memutuskan untuk mampir ke mansionnya dan beristirahat di sana, sebelum menemui Alaric untuk makan malam bersama.     

Ia masih belum dapat menebak apa gerangan yang diinginkan Alaric dengan mengajaknya makan malam. Perasaannya mengatakan bahwa ia harus waspada.     

***     

"Oh... Tuan, akhirnya pulang juga," sambut Linda dengan bercucuran air mata. Ia menyambut kedatangan Ren dengan sukacita. Sejak peristiwa waktu itu, hingga akhirnya sang nyonya meninggalkan rumah, Ren hampir tidak pernah pulang ke mansion ini.      

Sebagai pelayan setia yang telah bekerja untuk keluarga Ren sejak lama, Linda merasa prihatin. Ia merasa terjadi banyak hal yang buruk pada majikannya dan ia turut merasa sedih.     

"Hallo, Linda. Aku hanya sebentar, Nanti malam aku ada janji makan malam," kata Ren.     

"Oh, baiklah. Jadi saya tidak perlu menyiapkan makan malam?" tanya Linda keheranan. Ren mengangguk. Ia segera menuju ke kamarnya dan berbaring di sana.     

Ia tentu saja tidak dapat memejamkan mata, walaupun tubuhnya sangat lelah. Pandangannya mengitari setiap sudut kamar yang ditempatinya selama setahun lebih bersama Vega. Bagaimana kabar istrinya sekarang?     

***     

"Oh, tidak!!!" Vega tersentak bangun dengan napas memburu. Ia kembali mengalami mimpi buruk untuk kesekian kalinya. Setelah seminggu mengalami perawatan bersama Lauriel dan ahli terapi hipnotis untuk memulihkan ingatannya, Vega sering mengalami mimpi buruk.     

Di setiap mimpinya, adegannya selalu sama. Ia sedang diikat di sebuah kursi yang terlihat seperti kursi dokter gigi dan di depan matanya dipasang layar yang memutar berbagai gambar tanpa henti dan suara-suara yang selalu sama.     

Ia dipaksa untuk melihat dan mendengar itu semua selama berbulan-bulan hingga mata dan pikirannya lelah. Ia sering tergeletak pingsan karena tidak tahan dengan siksaan suara dan gambar itu. Dan pelan-pelan, ia tidak mampu lagi berpikir.     

Apakah ini yang dilakukan kelompok penculik kepadanya setelah ia diambil dari Paris? Vega memegang keningnya dan memijatnya pelan.     

Air mata menetes turun dari sepasang matanya yang indah. Sebelum mimpi buruk yang ini, ia kerap bermimpi buruk saat Amelia menembaknya dan membunuh anak-anaknya. Hal itu membuat hati Vega hancur berkali-kali. Seolah takdir yang kejam tidak puas melihat ia mengalami penderitaan kehilangan anak-anaknya sekali... ia ingin Vega merasakannya lagi dan lagi.     

Ia pun membenamkan wajahnya di kedua tangan dan menangis tersedu-sedu.     

***     

Ren bangun dari tempat tidur saat jam menunjukkan pukul 6 sore. Ia segera membersihkan diri di kamar mandi dan berganti pakaian resmi. Makan malam di penthouse tempat Alaric berada akan berlangsung jam 7 malam. Ia masih punya waktu sedikit untuk minum sonne dan mengumpulkan keberanian.     

Apakah ia takut menghadapi Alaric? Tidak, sama sekali tidak. Ia membenci laki-laki itu setengah mati. Kalau bukan karena Vega, Ren tidak akan bertahan ada di posisi seperti ini. Ia akan menantang Alaric bertarung hingga mati, agar semuanya selesai.     

Tetapi ia tahu kesalahannya kepada Vega sudah begitu besar. Ia tak mungkin menambahnya lagi.     

Ren memerlukan sonne untuk membuat hatinya tenang dan tidak meledak-ledak saat ia bertemu pembunuh ayahnya. Lagipula... ia telah membuat rencana untuk menjebak Karl dan Sophia. Ia harus menyelesaikan semua rencananya.     

Ren tiba di penthouse tempat Alaric berada pada pukul 7 kurang 5 menit. Seorang pelayan membukakan pintu untuknya dan mempersilakannya masuk.     

"Selamat datang," sapa Alaric yang sedang duduk di ruang tamu sambil menyilangkan kakinya. Suaranya terdengar dingin seperti biasa.     

"Selamat malam, Tuan," balas Ren.      

Walaupun Alaric adalah ayah mertuanya, hingga kini Ren masih selalu memanggilnya dengan sapaan Tuan yang formal, bukan ayah. Dan sepertinya, Alaric juga sengaja tidak pernah mengoreksi Ren untuk memanggilnya ayah.     

Alaric mempunyai alasannya sendiri. Ia memang belum dapat sepenuhnya menerima Ren sebagai menantu. Selain karena menurutnya Vega masih terlalu muda untuk menikah, Alaric merasa Ren bukanlah laki-laki yang tepat untuknya.     

Apalagi setelah mendengar betapa Vega sangat menderita hingga traumanya terbawa mimpi saat Amelia menembaknya. Hal itu selalu membuat darah Alaric mendidih. Seandainya Amelia belum mati, ia sendiri yang akan memberi hukuman sadis kepada gadis itu.     

Sayangnya Amelia mati terlalu mudah, pikir Alaric. Ia sedang memikirkan hal itu ketika melihat Ren masuk melalui pintu. Kedua pria itu saling menatap dan saling menilai.     

Selintas, orang luar yang melihat mereka akan menganggap bahwa kedua laki-laki ini memiliki kepribadian yang mirip. Mereka sama-sama dingin, keras hati, dan bisa kejam jika dibutuhkan.     

"Chef sedang menyiapkan makan malam," kata Alaric sambil bangkit berdiri dari sofa dan berjalan menuju ruang makan besar yang terletak di dekat teras di sebelah kiri. Jendela tinggi dari lantai ke langit-langit dibuka semua hingga mereka dapat melihat pemandangan cantik dari pusat kota Almstad yang dihiasai lampu-lampu dengan sangat terangnya.     

Ren mengikuti langkah Alaric ke ruang makan dan mengambil kursi untuk dirinya sendiri setelah Alaric duduk. Keduanya sengaja duduk berhadapan. Seorang pelayan dengan sigap membukakan serbet mereka dan menatanya di pangkuan kedua pria itu.     

Tidak lama kemudian, pelayan yang lain datang membawa wine sangat mahal dan menuangkannya ke dua gelas untuk mereka.      

Ren ingat penthouse ini adalah tempat Vega kemarin dulu tinggal bersama Mischa. Ini adalah unit milik keluarganya karena terletak di gedung St. Laurent milik Schneidr Group yang memang bergerak di bisnis properti dan perhotelan.     

"Di mana yang lain?" tanya Ren dengan sopan. Ia hendak menanyakan ke mana gerangan Mischa. Apakah laki-laki itu juga akan ikut makan malam dengan mereka atau tidak, tetapi ia tidak mau menyebut nama Mischa.     

"Mischa sedang menunjukkan kota Almstad kepada Altair," jawab Alaric sambil menyesap wine-nya.      

DEG!     

Ren tidak tahu bahwa adik iparnya juga ikut Alaric ke Almstad. Tadinya ia mengira Alaric hanya datang sendiri. Apa tujuan Alaric membawa anak laki-lakinya ke sini?     

"Oh, kurasa aku bisa menjadi pemandu wisata yang lebih baik daripada Mischa karena aku berasal dari sini," komentar Ren ringan. "Mischa bukan orang Moravia."     

"Hmm... kalau begitu kau bisa membawa Altair melihat-lihat besok," kata Alaric sambil mengangkat bahu. "Kalau kau tidak sibuk."     

Ren mengangguk. "Aku tidak sibuk."     

Pelayan datang membawakan appetizer buat keduanya dan membungkuk hormat. Alaric meletakkan gelas wine-nya dan mencicipi appetizer yang terhidang di depannya lalu tidak bicara apa-apa lagi.     

Hal ini membuat Ren bertanya-tanya apa gerangan yang membuat Alaric sengaja ingin bertemu dengannya. Ia menduga ada alasan khusus, tetapi entah kenapa Alaric sengaja melambat-lambatkan ucapannya.     

Kalau begini terus, tidak akan ada yang bicara, pikir Ren gusar. Ia bukan orang yang banyak bicara, dan sepertinya Alaric juga. Laki-laki itu pelit dengan kata-katanya.     

Ah... seandainya Vega ada di sini, tentu suasana bisa menjadi lebih cair, pikir Ren. Ia lalu memikirkan topik untuk dibahas, agar pelan-pelan Alaric membicararakan apa tujuannya datang ke Moravia dan bertemu dengan Ren.     

"Sampai kapan Tuan akan ada di Moravia?" tanya Ren kemudian, setelah appetizer-nya habis.     

"Sampai urusanku beres," jawab Alaric acuh tak acuh.     

"Oh, aku mengerti," balas Ren. "Ada yang bisa kubantu?"     

Alaric menggeleng. "Kurasa tidak. Aku bisa mengatasi semuanya sendiri."     

"Hmm... begitu." Ren mengomel dalam hati karena pembicaraan menjadi buntu kembali. Akhirnya ia menyerah dan menunggu hingga Alaric membahas sendiri apa tujuannya datang ke Almstad.     

Suasana kembali menjadi hening. Pelayan mengambil piring appetizer dan menaruh hidangan pembuka. Semua yang telah dihidangkan sejauh ini sangat lezat dan merupakan hidangan terbaik chef kelas dunia, namun entah kenapa, Ren sama sekali tidak menikmati makan malamnya.     

Hidangan pembuka selesai, kemudian digantikan dengan hidangan pertama. Porsinya kecil sehingga tidak membuat penyantapnya cepat kenyang.     

Setelah selesai hidangan pertama, pelayan menyajikan es krim rasa jeruk segar yang membersihkan palet kedua tamu itu sehingga mereka dapat menikmati hidangan kedua dengan citarasa sempurna.     

Setelah hidangan kedua selesai disantap, barulah Alaric menyampaikan tujuan kedatangannya.     

Selama acara makan malam, ia telah mengamati Ren dan merasa terkesan karena laki-laki di depannya itu sama sekali tidak terpengaruh dan terintimidasi olehnya.     

Ren terlihat selalu bersikap sopan, walaupun ia tetap menjaga jarak. Dan pria itu juga tidak gelisah walaupun Alaric membiarkannya menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya.     

"Aku ingin kau menghilang dari kehidupan anak perempuanku," kata Alaric setelah pelayan membereskan piring hidangan keduanya dan meninggalkan ia dan Ren sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.