The Alchemists: Cinta Abadi

Tinggal Bersama (2)



Tinggal Bersama (2)

0Rune tersenyum lebar saat melihat kehadiran sang dewi cantik di hadapannya. "Oh, selamat pagi, Rose. Seperti biasa, kau tepat waktu."     

"Terima kasih," kata Rose sambil tersenyum manis. "Kau juga datang lebih awal."     

"Kita naik apa ke rumahmu?"     

"Kita naik taksi saja biar cepat," jawab Rose. Rune mengangguk setuju. Ia lalu menyetop taksi yang lewat dan kemudian masuk. Rose memberikan sebuah alamat di East Village kepada sopir taksi dan kendaraan itu pun segera melaju santai ke arah tujuan.     

"Aku tinggal di sebuah loft," kata Rose dengan suaranya yang renyah. "Barusan aku bangun pagi dan menyiapkan tempat untukmu. Kuharap kau akan suka tempatnya."     

Run mengangguk sambil tersenyum.     

"Aku orangnya gampang beradaptasi, kok," katanya dengan nada menyakinkan.     

Ah dimanapun mereka tinggal walau itu di kolong jembatan asalkan ia bersama Rose ia tidak keberatan, pikirnya dalam hati.     

Mereka tiba di depan sebuah gedung apartemen di East Village. Dalam hati Rune bertanya-tanya apakah sebenarnya Rose dari keluarga kaya. Ia tahu sewa apartemen di daerah ini mahal sekali, walaupun ukurannya kecil.     

Seolah membaca pikiran pemuda itu, Rose segera menjelaskan bahwa ia sebenarnya sedang tinggal di apartemen temannya.     

"Temanku berasal dari keluarga kaya. Ia memiliki gedung apartemen ini dan menyuruhku tinggal di salah satu unitnya selama aku berada di New York," kata Rose. "Aku tidak membayar sewa."     

"Oh.. beruntung sekali," kata Rune. "Di mana kau kenal dengan temanmu ini?"     

"Ini teman sekolahku di Inggris dulu," kata Rose menjelaskan. Ia memencet tombol lift dan pintu lift segera membuka. "Aku tinggal di lantai 7. Masuklah. Nanti aku akan menceritakan di mana aku bertemu George."     

Rune mengangguk-angguk. Ia semakin penasaran dengan identitas Rose. Yang jelas tadi pagi Aleksis telah menyelidiki siapa gadis ini dan tidak memberi tanda bahwa ada hal negatif tentang Rose yang membuat Rune harus waspada atau menghindarinya.     

Berarti... Rose ini gadis baik-baik, kan?     

Duh.. Rune benar-benar sangat tergoda ingin mencari tahu siapa Rose sebenarnya. Namun, mengingat ancaman Rose yang akan segera memutuskan hubungan jika ia sampai melanggar janji, Rune merasa jerih.     

Mereka keluar dari lift saat lift tiba di lantai tujuh. Rose membuka pintu dan mempersilakan Rune masuk ke dalam apartemennya.     

"Silakan masuk," kata Rose kepada Rune. Pemuda itu membawa tasnya masuk ke dalam apartemen Rose dan saat tiba di dalam ia merasa terkesan karena melihat bahwa unit loft itu cukup luas.     

Lantai bawahnya terlihat nyaman dengan desain open-plan. Ada ruang tamu yang bersatu dengan dapur, ruang duduk, dan juga ruang terbuka kecil yang berfungsi sebagai studio untuk melukis.     

Sementara itu, bagian atas yang berbentuk seperti lonceng kecil memiliki sebuah tempat tidur berukuran besar dengan meja kerja yang manis.     

"Tempat ini sangat bagus," kata Rune memuji.     

"Terima kasih. Sebenarnya aku baru sebulan tinggal di sini dan aku sangat menyukainya." Rose mengangguk membenarkan. "Kurasa aku memang sangat beruntung memiliki teman seperti George yang sangat baik kepadaku."     

"Iya, kau sangat beruntung. Unit seperti ini di New York harga sewanya mahal sekali," komentar Rune.     

"Aku tahu. George sama sekali tidak mau menerima uangku. Ia bersikeras aku tidak usah membayar sewa," kata Rose. "Nah, karena aku tidak membayar sewa kepada pemilik apartemen ini, maka kau pun tidak usah memikirkan biaya sewa apartemen dan biaya-biaya lainnya."     

Rune mulai bertanya-tanya dalam hati, apakah sebenarnya Rose berasal dari keluarga kaya. Biasanya, orang sangat kaya seperti George pemilik gedung ini hanya akan berteman dengan sesama orang sangat kaya, atau minimal, orang kaya.     

Walaupun Rune memiliki kecurigaannya sendiri, ia memutuskan untuk menebak-nebak dan membiarkan Rose sendiri yang bercerita kepadanya. Ia akan menunggu dengan sabar. Karena... Rose memang sepadan dengan semua penantiannya.     

"Silakan duduk. Anggap saja seperti rumah sendiri," kata Rose sambil tersenyum. Ia menunjuk sofa yang nyaman dan mempersilahkan Rune untuk duduk. "Karena kita akan tinggal bersama, kau harus benar-benar menganggap tempat ini sebagai rumahmu, ya."     

"Baiklah," kata Rune. Ia melayangkan pandang ke sekitarnya dan mulai berjalan menjelajahi ruang bawah dengan penuh perhatian.     

Ia lalu menunjuk ke bagian loteng. "Kulihat disini hanya ada satu tempat tidur." Ia mengunjukkan dagunya ke bagian loteng yang berfungsi sebagai kamar tidur. "Apakah aku tidur di sana denganmu?"     

Pertanyaan Rune itu diajukan dengan sepasang mata yang tampak berbinar-binar. Rose seketika batuk-batuk mendengar pertanyaan pria itu.     

"Maaf, ya. Kau tidur di bawah. Sofa ini adalah sofa bed yang bisa diubah menjadi tempat tidur, jadi kau tetap akan memiliki tempat tidur yang nyaman. Kuharap kau tidak keberatan," kata Rose. "Kau adalah kekasih pura-puraku, bukan kekasih betulan. Kuharap kau tidak berpikiran bahwa kita akan tidur bersama."     

"Ah.. aku tadi hanya bercanda. Kau jangan menanggapinya serius," kata Rune. "Hm... Jadi aku tidur di sofa bed ini, ya? Aku sangat suka."     

Rune lalu duduk di sofa dan terlihat sangat menikmati keempukan sofa tersebut.     

"Aku akan membuat minuman untuk kita. Nanti kita bisa menceritakan beberapa hal yang perlu kau ketahui. Kau mau minum teh atau kopi?" tanya Rose.     

"Aku mau kopi, terima kasih," jawab Rune.     

"Baiklah..." Dengan cepat Rose membuatkan kopi untuk mereka berdua. Ia lalu datang menghampiri Rune dengan sebuah baki berisi dua cangkir kopi di tangannya. "Mau kubawa berkeliling tempat ini?"     

"Terima kasih," kata Rune sambil menerima kopi dari tangan Rose.      

Keduanya lalu berkeliling loft yang cukup luas itu sambil menikmati kopi di tangan mereka. Rose menunjukkan kamarnya di bagian loteng yang ditata cukup manis dengan perabotan simpel namun berkelas.      

"Semua barang-barang di sini sudah ada sebelum aku pindah kemari. Kurasa George seleranya cukup bagus. Dia sendiri yang mendesain semua unit di gedung ini. Masing-masing punya ciri khas sendiri. Ahh.. temanku itu baik sekali. Ia sebenarnya menyuruhku tinggal di unit yang lebih besar, tetapi aku tidak suka apartemen yang terlalu besar, capek membersihkannya," kata Rose sambil tertawa kecil.     

"Temanmu itu, apakah dia seorang desainer?" tanya Rune tertarik. Ia mengakui desain loft ini sangat elegan. Ia membayangkan orang yang menghabiskan waktu merancang sendiri semua desain unit apartemen di unit ini tentu memiliki jiwa seni yang tinggi atau memang seorang yang berprofesi sebagai desainer.     

"George hanya hobi mendesain. Ibunya seorang pelukis terkenal sehingga jiwa seninya juga cukup tinggi," kata Rose. "Ayahnya seorang pengusaha minyak terkenal dari Texas. Keluarganya sangat kaya dan ia anak tunggal."     

Rune tertegun mendengar penjelasan Rose. Ia semakin yakin Rose berasal dari kalangan berada. Biasanya anak orang yang sangat kaya seperti George hanya berteman dengan orang dari kalangan yang sama.     

"Kau tidak menyukai George?" tanya Rune sepintas lalu. Ia berusaha tidak terdengar cemburu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.