The Alchemists: Cinta Abadi

Aku Tidak Lapar



Aku Tidak Lapar

0"Selamat malam," sapa Rune setelah tiba di belakang Rose. "Rose?"     

Gadis itu menoleh ke arah Rune dengan gerakan yang rasanya bagaikan gerakan lambat di depan mata Rune. Ya.. seolah mereka berada di film yang diputar dengan slow-motion, karena Rune tidak dapat mempercayai pandangannya sendiri.     

"Hallo." Gadis itu berdiri dari kursinya dan mengulurkan tangannya menjabat tangan Rune yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Karena Rune tidak juga membalas salamnya, gadis itu memiringkan wajahnya dan mendekati wajah Rune dengan mata disipitkan. "Kau kenapa?"     

Barulah Rune tergugah dari lamunannya. Ia batuk-batuk kecil menyembunyikan rasa malu dan mengulurkan tangannya menjabat tangan Rose.     

"Se-selamat malam, Rose. Senang bertemu denganmu," katanya dengan suara tergagap.     

"Senang bertemu denganmu juga," balas Rose dengan suara percaya diri. Rupanya ia sudah biasa menghadapi para lelaki yang tiba-tiba menjadi kelu lidah saat bertemu dengannya     

Sang pelayan yang melihat reaksinya hanya tersenyum simpul. Ahh... laki-laki tampan yang baru datang ini ternyata sama saja dengan dirinya dan semua laki-laki di kafe ini yang tadi terpesona melihat kehadiran nona cantik ini.     

Mereka sungguh belum pernah melihat wanita secantik ini, bahkan di majalah sekalipun. Walaupun ia mengenakan pakaian biasa yang banyak dijual di department store, tetapi kecantikannya tetap terpancar jelas.     

Apakah mereka teman kencan yang baru pertama bertemu? Ahhh... beruntung sekali pria ini, pikir sang pelayan dengan hati iri.     

"Silakan duduk, Tuan." Ia mengulurkan menu kepada Rune. "Apakah Anda mau memesan minuman dulu sambil memutuskan makanan yang ingin Anda nikmati malam ini?"     

Rune menoleh ke arah Rose dan menyadari gadis itu juga belum memesan apa-apa, yang menandakan bahwa ia baru datang. Sebagai lelaki sopan ia lalu menanyakan terlebih dulu apakah Rose hendak memesan sesuatu.     

"Kau mau minum apa?" tanyanya.     

Rose membuka menu di sampingnya dan dengan cepat memilih satu jenis cocktail. "Singapore Sling saja, terima kasih."     

"Dua Singapore Sling," kata Rune sambil menoleh ke arah pelayan. "Kami akan meneliti menunya untuk memilih hidangan makan malam."     

"Baik, Tuan."     

Setelah sang pelayan pergi, Rune dan Rose saling bertatapan. Keduanya tampak sangat rupawan dan dengan segera mereka menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar mereka.     

Rune merasa sangat malu karena sempat mengira Rose adalah seorang gadis penggemar photoshop yang akan mengedit fotonya habis-habisan sampai terlihat tidak mirip dengannya seperti yang banyak terjadi di antara para wanita muda yang menggunakan layanan kencan online.     

Rose yang duduk di depannya ini, bisa dibilang adalah gadis paling cantik yang pernah ia lihat. Wajahnya mungil dengan hidung yang terpahat begitu indah dan bibir merah muda berkilauan yang berukuran penuh.     

Sepasang matanya bulat besar berwarna hijau seperti emerald yang gemerlap. Rambutnya ikal keemasan tergerai indah ke bahunya. Tubuhnya langsing dengan pakaian sederhana.     

Ia hanya mengenakan kemeja katun tipis berwarna putih dengan celana jeans dan sepatu boot komando. Di punggung kursinya tersampir sweater krem dan overcoat berwarna cokelat. Penampilannya sangat sederhana, tetapi juga membuat kecantikannya semakin menonjol.     

Rune menjadi teringat kepada gadis-gadis yang sering dilihatnya tampil habis-habisan dengan fashion terkini, baju paling mahal dan makeup yang mencolok. Ahh.. kenapa sekarang ia jadi membandingkan semua gadis yang ia pernah temui dengan Rose, ya?     

"Kau tinggal di mana?" tanya Rose dengan ekspresi penuh perhatian. "Kau datang lebih awal."     

Rune menggeleng. "Aku pikir aku datang lebih awal, ternyata KAU lebih awal lagi..."     

Rose sudah memperoleh satu poin ekstra di mata Rune karena gadis itu tidak terlambat dan malah datang lebih awal dari perjanjian.     

"Ahh.. ini sudah menjadi kebiasaan," kata Rose sambil tersenyum. "Ayahku membiasakan kami untuk menghargai waktu orang lain."     

Rune kembali tertegun. Senyum Rose terlihat sangat cerah dan membuat wajahnya yang sudah sangat cantik menjadi berkali-kali lipat lebih cantik lagi. Setidaknya sepuluh kali lipat lebih cantik.     

Oh.. oh... ada apa ini?     

Rune bingung karena tiba-tiba saja ia tidak seperti dirinya sendiri. Ia seperti orang bodoh yang menatap Rose bagaikan orang kampung yang baru melihat gedung pencakar langit di kota metropolitan.     

Apakah ini...     

Ia menelan ludah.      

Sepertinya ini yang dinamakan...     

Cinta pada pandangan pertama?     

"Itu.. ajaran yang sangat bagus," kata Rune. "Kami juga seperti itu."     

"Ahahaha.. kalian orang Jerman memang terkenal tepat waktu," puji Rose. Ia lalu membuka-buka menu dan meneliti daftar makanan yang ada di sana. "Aku lapar, kita pesan makanan dulu ya."     

"Tentu saja," Rune ikut membuka menu dan meneliti makanan yang ia ingin nikmati malam itu. Ahh.. entah kenapa tiba-tiba saja ia tidak merasa lapar. Sesuatu di perutnya terasa geli dan ia hampir gemetaran.     

Astaga... ada apa ini?     

Jangan-jangan...     

Astaga!     

Apakah ini yang disebut jatuh cinta hingga seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di perut?     

Ia mengangkat wajahnya dan kembali menatap Rose dengan tanpa berkedip.     

Ahh... mungkin memang yang ia rasakan ini adalah perasaan cinta pada pandangan pertama. Rune sama sekali tidak pernah merasakan hal serupa kepada wanita mana pun. Baru kali ini saja, dan hal ini cukup membuatnya kaget.     

Ketika pelayan datang mengantarkan dua Singapore Sling, Rose sudah siap dengan pesanan makanannya. Ia dengan ringan memesan semua hidangan dari starter, hidangan pembuka, hidangan utama, hingga hidangan pencuci mulut.     

Sementara itu, Rune benar-benar kehilangan nafsu makannya. Namun, untuk menghindari suasana yang canggung, ia memutuskan untuk memesan berbagai makanan yang porsinya kecil agar ia tetap bisa makan sesuatu dan tidak menyia-nyiakannya.     

"Apakah kau sakit?" Rose bertanya pada Rune ketika ia mendengar pilihan makanan yang dipesan Rune. "Itu porsinya kecil-kecil, lho. Aku tidak akan membagi makananku kalau nanti kau tiba-tiba lapar, ya. Aku makannya banyak."     

Rose mengucapkan kalimat terakhirnya sambil tertawa, menandakan bahwa gadis itu sedang bercanda.     

Ahhh .. jika senyumannya melipatgandakan kecantikannya setidaknya sepuluh kali lipat, maka tawanya membuat Rose terlihat seratus kali lebih cantik. Demi Tuhan! Serius! Begitulah perasaan Rune saat mendengar suara tawa yang merdu itu.     

"Tidak apa-apa. Tiba-tiba aku merasa tidak lapar," jawab Rune jujur.     

"Kau yakin? Kita bisa bayar masing-masing kalau kau tidak membawa cukup uang untuk membayar makan malam berdua. Dengan begitu kau bisa menikmati makanan enak untuk dirimu sendiri. Kau tidak perlu memikirkan aku dan makananku. Aku akan membayarnya sendiri," Rose menambahkan.     

Mata Rune membelalak besar sekali mendengar kata-kata Rose. Ia sama sekali tidak menyangka gadis cantik di depannya ini akan mengira bahwa Rune hanya memesan sedikit makanan untuk dirinya sendiri karena ia tidak mampu membayar untuk makan malam. Pikiran itu membuatnya Rune merasa terpukul.     

Astaga! Bagaimanapun, ia adalah anak bungsu dari pemilik Grup Schneider yang kaya raya. Mereka memiliki banyak, pulau-pulau, ratusan perusahaan, dan jaringan hotel serta restoran. Membayar makan malam mereka sama sekali tidak ada artinya bagi Rune!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.